Menyoal Contekan Debat Pilpres 2019

Menyoal Contekan Debat Pilpres 2019

Catatan Debat Pilpres 2019 Putaran Pertama

SURABAYA (Suaramuslim.net) – Ada yang berbeda dalam debat Pemilihan Presiden 2019 nanti. Biasanya pertanyaan diberikan saat berlangsungnya debat, namun pada debat pertama nanti, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan memberikan daftar pertanyaan kepada pasangan capres-cawapres sepekan sebelumnya.

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, sebagai penyelenggara pemilu, ia ingin seluruh pihak menjaga martabat pasangan capres-cawapres. Pengalaman debat pemilu, seringkali kandidat diberikan pertanyaan yang sangat teknis dan tidak penting. Tujuannya hanya untuk menjatuhkan paslon. Padahal, tujuan utama debat adalah untuk mengampanyekan visi-misi dan program capres-cawapres.

“Kami tidak ingin ada paslon yang istilahnya dipermalukan atau diserang karena persoalan-persoalan atau pertanyaan-pertanyaan yang sangat teknis, tidak substantif,” kata Arief di kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin (7/1/2019).

Langkah KPU yang memberikan bocoran soal untuk debat kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden menuai kritikan. Banyak masyarakat yang yakin debat tidak akan berjalan dengan seru. Meskipun pemberian kisi-kisi pertanyaan dalam debat dilakukan agar para kandidat melakukan persiapan serius.

Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli bahkan menyebut kondisi ini akan menyebabkan Indonesia menjadi bahan tertawaan dunia.

“Kok KPU malu-maluin. ya? Narik mundur demokrasi, bisa jadi bahan ketawaan sedunia mohon dikoreksi.” Kata Rizal Ramli melalui akun Twitter pribadinya @RamliRizal pada Senin (07/01).

KPU Sudah Tidak Logis

Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Surabaya Umar Sholahudin dalam talkshow Ranah Publik Suara Muslim Surabaya 93.8 fm (07/01/19) mengatakan, sebagai ajang kampanye politik, hal ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya. Publik tentu ingin mengetahui visi misi para capres dan cawapres, jika misalkan KPU memberikan kisi-kisi bahkan list pertanyaan sebelum debat berlangsung sangat lucu.

“Sehingga wajar apabila masyarakat banyak berkomentar bahkan memberikan persepsi miring kepada KPU, bagaimana mau debat soalnya aja udah diberikan?” Paparnya.

Umar menyebut, persepsi miring masyarakat terhadap KPU juga ditimbulkan setelah keputusan KPU tidak memfasilitasi sosialisasi visi-misi jelang debat perdana Pilpres 2019 yang semula dijadwalkan 9 Januari. Semestinya persoalan visi-misi harus langsung disampaikan oleh pasangan capres dan cawapres ke masyarakat karena mereka yang akan dipilih, bukan tim pemenangan.

“Kebijakan KPU yang semacam ini membuat publik tidak semakin antusias, harusnya dengan debat capres dan cawapres yang lebih fair nantinya akan meningkatkan partisipasi pemilih, karena masyarakat akan memilih dari kapasitas dan integritasnya,” jelasnya.

Menurut Umar, yang dilakukan KPU sangat tidak sejalan jika ingin menaikkan partisipasi pemilih, karena KPU menargetkan partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 sebanyak 77,5 persen. Target ini lebih tinggi dari capaian partisipasi Pemilu 2014 lalu, yakni sebesar 75 persen. Sementara kebijakan yang dilakukan kontroversional, maka wajar bila publik menduga ada tekanan politik tertentu.

“Inilah yang menurunkan grade debat capres dengan sebelumnya, masyarakat tidak akan tertarik. Justru saya lebih tertarik melihat debat BEM di kampus yang tidak pernah dikasih pertanyaan sebelumnya. Padahal debat itu akan menguji pemimpin nasional yang disaksikan seluruh rakyat Indonesia, karena rakyat akan menilai siapa di antara mereka yang terbaik,” tambahnya.

Wujudkan Pemilu Berintegritas

Sementara itu, Komisioner KPU Kota Surabaya Nurul Amalia dalam talkshow Ranah Publik Suara Muslim Surabaya 93.8 fm (07/01/19) menjelaskan, pihaknya tidak terlibat secara langsung atas diskusi yang digelar KPU Pusat bersama tim pemenangan yang menghasilkan keputusan itu, karena semua kewenangan pusat. Tapi yang perlu diperhatikan KPU bekerja sesuai aturan yang ada.

“Jadi KPU itu suatu lembaga yang posisinya seperti di dalam aquarium yang semua orang bisa melihat, bahkan data-data pun bisa diakses oleh siapa pun,” tuturnya.

Nurul menjelaskan, semua yang diinginkan orang adanya rasa keadilan, tetapi dalam pemilu kenyataannya bukan hanya KPU, ada beberapa unsur seperti penyelenggara, peserta dan pemilih. Jadi yang dituntut berintegritas bukan hanya KPU harusnya peserta juga semestinya ikut andil. Tidak mungkin permainan akan berjalan baik jika wasitnya saja yang baik tetapi pesertanya melakukan curang.

“Jadi pengalaman kami menangani pemilu, di Indonesia ini yang paling rumit dan kompleks tetapi masih bisa diandalkan bahwa demokrasi berjalan menuju arah kebaikan. Jika dulu peserta pemilu tidak peduli saat ini ada tren positif dari masyarakat,” ungkapnya.

Nurul menilai, dengan adanya tren pemilu semakin positif maka saat ini juga diperlukan kewaspadaan, banyak berita hoax yang menyerang KPU. Semestinya pemilih harus paham karena tidak semua berita harus ditelan mentah-mentah dan ikut menyerang KPU, padahal masyarakat tidak tahu kondisi seutuhnya.

“Kami punya aturan bagaimana memperlakukan peserta pemilu berdasarkan takaran adil, jika Peraturan KPU berbunyi A maka harus A. Artinya yang dilakukan KPU sudah melalui pertimbangan yang matang. Tidak perlu dipertanyakan lagi KPU tidak netral. Karena netral itu pasti,” jelasnya.

Menjawab komentar tentang batalnya pemaparan visi misi capres, sebetulnya, menurut Nurul yang harus diketahui masyarakat adalah debat publik itu memang diatur dalam Peraturan KPU, sementara untuk pemaparan visi misi itu tidak ada. Kesimpulan perlunya pemaparan muncul setelah adanya diskusi internal KPU.

“Jadi tidak mungkin KPU mengambil jalan pintas harus begini untuk persoalan pemaparan visi-misi. Padahal tidak ada aturan yang baku dalam Peraturan KPU,” imbuhnya.

Nurul mengatakan, perdebatan soal yang diberikan KPU kepada capres cawapres pada dasarnya semua orang belum tahu. Tetapi masyarakat sudah mulai beropini terlalu jauh. Walaupun KPU sudah memberikan kisi-kisi tetapi pemahaman dan pengembangan materi tiap capres cawapres akan berbeda.

“Dari awal keinginan masyarakat debat berlangsung natural, tetapi ini kan bukan perlombaan debat, mana yang pintar bicara maka yang akan dipilih. Tetapi ini lebih bagaimana mengukur para calon presiden dan wakilnya dalam menawarkan solusi yang nyata bagi permasalahan yang ada,” pungkasnya.

Reporter: Dani Rohmati
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment