Merindukan “Orong-Orong” Sunan Kalijogo di Negara Kertagama

Merindukan “Orong-Orong” Sunan Kalijogo di Negara Kertagama

Merindukan Orong-Orong Sunan Kalijogo di Negara Kertagama

Suaramuslim.net – Jagat raya berbunga-bunga, meliuk semerbak wewangian peradaban laku ketika Daeng Acarya Nadendra tafakur, sebersit cahaya menyemburat menerangi telatah Majapahit di bawah Duli Paduka Hayam Wuruk. Dengan perenungan yang dalam, tergoreslah dari pena sang empu Daeng Acarya Nadendra yang kelak dikenal dengan nama Empu Prapanca.

Dalam ketafakurannya sang empu membayangkan tatanan desa-desa yang membentuk sebuah kadipaten dan kerajaan yang tertata, harmoni dan hormat kepada raja. Tersusunlah bait-bait tata krama dalam sebuah catatan dengan nama Dewacawarnana yang berisi uraian tentang desa-desa. Nama itu kelak kemudian lebih dikenal dengan nama Negarakertagama.

Negarakertagama yang berarti negara yang tertata berdasarkan aturan-aturan agama, menunjukkan betapa beradabnya Raja Hayam Wuruk dan cita-cita Majapahit dalam menginspirasi Nuswantara. Kitab ini menceritakan bagaimana keadaan di keraton Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, seorang raja yang agung di tanah Jawa dan juga di Nusantara, yang mulai bertahta dari tahun 1350 hingga 1389 Masehi, pada puncak kejayaan kerajaan Majapahit.

Kitab ini berisi syair yang bersifat pujasastra, artinya karya sastra yang berisi mengagung-agungkan Raja Majapahit Hayam Wuruk, serta kewibawaan dari kerajaan Majapahit. Karena bersifat pujasastra, tentu hanya hal-hal yang baik saja yang dituliskan, hal-hal yang kurang membantu bagi kewibawaan Majapahit, tidak bisa ditemui dalam kitab ini. Adab yang berlaku adalah bagaimana menghormati dan menutup aib sang raja dan berupaya mentaati sang raja sebagai pemimpin yang diserahi Tuhan. Tradisi mikul dhuwur dan mendem jeru sudah dipegang dan dijadikan laku menghormati sesama apalagi kepada junjungan dan orang tua serta kerabat.

Jauh hari sebelum tradisi mikul duwur dan mendem jeru berkembang di bumi Majapahit, syahdan nun jauh di dataran gurun pasir Jazirah Arab, seorang bayi kecil yang kelak bergelar “Al Amin” lahir pada tanggal 20 April 571 M. Atau lebih dikenal dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal Tahun Gajah. Muhammad lahir ketika tentara gajah yang dipimpin oleh Abrahah dengan pongah ingin menghancurkan rumah Allah yang bernama Ka’bah. Dengan ijin Allah maka hancurlah pasukan yang dikenal kuat dengan batu sijjil yang dibawa burung Abbabil. Apa yang dibawa Nabi Muhammad pada saat masa-masa penyebaran ajaran ketuhanan yang dibawahnya? Nabi mengajarkan bagaimana menjadi manusia yang hidup dengan budi luhur, mentaati agama, saling menghormati serta menutup aib siapapun. Tradisi hidup bermoral dan saling menjaga nampaknya berkembang pesat sehingga menjiwai tradisi-tradisi kehidupan dan berkembangnya agama-agama.

Hidup berdampingan, saling menghormati menjadi bagian yang diajarkan dalam kitab kitab suci agama. Dan inilah yang bisa jadi menjadi fajar sesemburat yang menjiwai Si Empu Prapanca melakukan laku penghormatan dan pengabdian totalitas kepada Sang Raja.

Jiwa dan laku beradab sejatinya adalah tradisi bangsa Indonesia yang tersurat dalam Lima Sila yang kita kenal dengan Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan serta dengan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Rangkaian sila pertama diharapkan menjadi penuntas segala laku cara kita bersosial dan bernegara. Namun cara bernegara kita ini seolah kemudian menjadi terpisah-pisah, antar sila satu dengan sila yang lainnya seolah terpisah, padahal sejatinya adalah saling menjiwai. Tak mungkin seseorang yang hubungannya belum selesai bisa menghargai manusia dengan keadabannya, apalagi bisa melahirkan pemimpin yang baik yang mempunyai laku adil.

Sunan Kalijogo mengibaratkan cara bernegara dan beragama kita seperti “orong-orong”, antara kepala dan badan terpisah, tak ada kesatuan gerak pikir dan laku, sehingga perlulah dibuatkan penghubung diantaranya berupa kayu. Kayu melambangkan “sodo” alif yang menunjukkan kesatuan dan kesejatian yang tunggal dengan Tuhan Yang Maha Pencipta dan Maha Welas Asih.

Sejatinya bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang santun, bangsa yang jujur dan bangsa yang adil, namun sayangnya di tengah perjalanannya menjadi bangsa yang agung dan besar itu tak semua mampu menjiwai negara kertagama, yang menjadikan sandaran agama menjiwai caranya bernegara. Indonesia berduka.

Masihkah ada harapan Indonesia yang beradab? Di tengah kemelut kebangsaan yang kita hadapi dan keserakahan para penjarah kekayaan negara yang berselingkuh antara kekuasaan dan pemilik modal.

Sayup-sayup kita masih pernah mendengarkan teriakan takbir Bung Tomo menggelorakan semangat arek-arek Suroboyo melawan tentara Inggris yang membonceng sekutu.

Bismillahirrohmanirrohim..
MERDEKA!!!

Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia, terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya
Kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua
Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang
Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan
Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka.

Saudara-saudara, di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya
Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku
Pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi
Pemuda-pemuda yang berasal dari pulau Bali
Pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan
Pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera
Pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing
Dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol.
Telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit dimana-mana

Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara
Dengan mendatangkan presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini
Maka kita ini tunduk untuk memberhentikan pertempuran tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya

Saudara-saudara kita semuanya
Kita bangsa Indonesia yang ada di Surabaya ini, akan menerima tantangan tentara Inggris itu
Dan kalau pimpinan tentara Inggris yang ada di Surabaya, ingin mendengarkan jawaban rakyat Indoneisa, ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesa yang ada di Surabaya ini
Dengarkanlah ini tentara Inggris
Ini jawaban kita
Ini jawaban rakyat Surabaya
Ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian

Hai tentara Inggris
Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu
Kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu
Kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang telah kita rampas dari tentara Jepang untuk diserahkan kepadamu
Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita
untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada
Tetapi inilah jawaban kita:
Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
Maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga

Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting!
Tetapi saya peringatkan sekali lagi
Jangan mulai menembak
Baru kalau kita ditembak
Maka kita akan ganti menyerang mereka itu kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka

Dan untuk kita saudara-saudara
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka
Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!

Dan kita yakin saudara-saudara
Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar
Percayalah saudara-saudara
Tuhan akan melindungi kita sekalian

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
MERDEKA!!!

Nah kawan… Harapan itu masih ada, harapan mengembalikan Indonesia menjadi bangsa yang besar dan beradab. Surabaya adalah kota dimana Bung Tomo menggelorakan semangat melawan penjajah dan menjadikan Indonesia menjadi negara bermartabat. Siapapun Anda, tak peduli Anda berasal dari mana, selama Anda menjadi orang Surabaya dan berada di Surabaya, Anda adalah pejuang dan bertanggung jawab menjadikan Surabaya sebagai permulaan awal membangun bangsa yang semakin kehilangan adabnya. Mari kita mulai dari sesuatu yang mudah dan kita bisa, saling menghargai dan saling mengapresiasi tanpa harus merasa paling benar dan paling kuasa. (Surabaya, 22 Februari 2018)

 

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment