Momentum Memulihkan Kepercayaan Pada Pemimpin

Momentum Memulihkan Kepercayaan Pada Pemimpin

Momentum Memulihkan Kepercayaan Pada Pemimpin

Penulis: Dr. Slamet Muliono*

Suaramuslim.net – Kamis, 9 Agustus 2018 menjadi momentum dan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Hari itu publik disuguhkan dengan tampilnya dua pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres), Jokowi-Ma’ruf Amin (JMA) dan Prabowo Subiyanto-Sandiaga Uno (PS).

Dua pasangan ini akan bekerja keras, dengan mengeluarkan berbagai jurus, strategi dan taktik, untuk memperoleh simpati rakyat agar memilihnya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019.

Dalam beberapa hari ini, respon beragam bermunculan untuk menanggapi tampilnya dua pasangan Capres-Cawapres itu. Respon muncul mulai dari yang optimis pada pilihan masing-masing dengan berbagai argumen, hingga opini pesimis terhadap pasangan yang bukan pilihannya.

JMA dianggap pasangan ideal karena berhasil mengawinkan pasangan nasionalis dan religius. Jokowi dianggap representasi kelompok nasionalis dan Ma’ruf Amin sebagai sosok kiai yang religius.

Sementara PS dianggap sebagai sosok yang bisa mengembalikan kedaulatan negara yang tercerabut dari negeri ini, dan bisa mengatasi terpuruknya ekonomi bangsa ini.

Memulihkan Kedaulatan Negara dan Keterpurukan  Ekonomi

Jokowi sebagai incumbent begitu cerdik dalam memilih sosok kiai sebagai Cawapres. Hal ini sebagai upaya untuk menjawab kegelisahan masyarakat, khususnya kaum muslimin, yang selama ini ragu terhadap kebijakan Jokowi. Kebijakan Jokowi dinilai telah memarginalkan dan mengkriminalisasi tokoh dan ulama.

Dengan menggandeng ketua MUI ini, maka diharapkan masyarakat akan redup memorinya terhadap kepemimpinan Jokowi yang dinilai “anti Islam” dan masyarakat akan berubah pikiran untuk memilihnya sebagai presiden untuk periode kedua.

Sementara persoalan keruwetan bangsa akan bisa diselesaikan dengan mempersatukan dua kelompok, nasionalis dan religius. Dalam perspektif ini, ketika Jokowi menggandeng KH. Ma’ruf Amin, dianggap lebih banyak mengedepankan simbol nasionalisme dan religiusitas dari menampilkan program-program untuk menjawab persoalan-persoalan pelik bangsa saat ini.

Sementara pasangan PS dianggap sebagai sosok ideal dalam menghadapi persoalan Indonesia yang saat ini sangat memprihatinkan. Persoalan kedaulatan bangsa yang hampir hilang dan persoalan ekonomi yang melilit berbagai lapisan sosial menjadi momentum bagi PS untuk merespon dan mewujudkannya.

Bagi kalangan terdidik dan terpelajar, PS merupakan sosok yang lebih dekat untuk menyelesaikan dua persoalan di atas. Sehingga bisa dikatakan bahwa secara rasional PS bisa diharapkan menjadi pasangan yang ideal untuk memimpin bangsa ini. Persoalan kedaulatan bangsa yang nyaris hilang, dengan berkuasanya aseng dan asing dalam menguasai aset bangsa, menjadikan rakyat Indonesia tak memiliki harga diri.

Sementara keterpurukan ekonomi pada lapisan kelas menengah dan masyarakat bawah juga terjadi. Krisis ekonomi yang meresahkan masyarakat di berbagai level membuat masyarakat Indonesia hampir putus asa dalam melihat realitas kehidupan saat ini.

Soal kedaulatan bangsa yang nyaris hilang, diharapkan bisa kembali dengan hadirnya Prabowo Subiyanto, sosok Jenderal yang visioner dan tegas dalam bersikap untuk menjaga kedaulatan bangsa dan negara. Sementara persoalan keterpurukan ekonomi diharapkan bisa pulih dengan hadirnya sosok Sandiaga Uno yang memiliki pengalaman dan sukses dalam mengelola bisnis dengan prestasi yang gemilang.

Persoalan bangsa yang demikian memprihatinkan ini, tidak bisa diselesaikan dengan mengedepankan simbol nasionalisme dan religiusitas. Dengan kata lain lain apa yang dijual oleh JMA lebih banyak untuk mempertahankan kekuasaan bukan untuk menyelesaikan persoalan yang sedang berlangsung.

Namun realitas di Indonesia sering berbalik, dimana pendekatan dan penggunaan simbol memenangkan pertarungan daripada pendekatan dan penggunaan pilihan rasional. Oleh karena itu, bisa dipahami bahwa pilihan simbol nasionalis dan religius bisa menjadi pilihan terbaik bagi pasangan JMA.

Rakyat butuh Keamanan dan Harga Murah

Dalam sejarah Indonesia, pergantian pemimpin memang tidak membuat kehidupan rakyat akan mengalami peningkatan kualitas hidup secara progresif. Berbagai model kepemimpinan selama ini belum berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat ekonomi bawah.

Kalaupun dipimpin oleh orang yang baik dan jujur, rakyat bisa jadi hatinya tenang karena ada kestabilan hidup dalam batas normal. Kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah tidak membuat rakyat Indonesia mengalami kesejahteraan hidup yang signifikan.

Yang terjadi, rakyat kebanyakan justru semakin terpuruk dan ketidakpastian hidup, sementara kelompok elite lah yang justru mengalami peningkatan kesejahteraan. Bahkan dengan melimpahnya aset bangsa ini, tidak sedikit kelompok elite terlibat penyalahgunaan kekuasaan dan tersandung kasus korupsi.

Terkadang, rakyat memiliki keinginan yang cukup sederhana terhadap pemimpin, yakni menjamin kehidupan rakyat secara normal agar bisa bertahan hidup, memiliki kemampuan daya beli. Sehingga masyarakat miskin bisa mendapatkan sembako dengan harga yang terjangkau.

Rasanya rakyat tidak perlu bermimpi berubah kehidupannya dengan memiliki tempat tinggal baru yang lebih nyaman, atau menambah perabot rumah atau barang berharga ketika ada pemimpin yang baru. Yang diinginkan rakyat adalah munculnya presiden yang bisa memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, dan memperolehnya dengan mudah, tanpa mengalami eksploitasi.

Kebutuhan pokok masyarakat yang terus beranjak mahal ini agar tidak terulang. Masyarakat menginginkan ketenangan hidup dengan tersedianya lapangan kerja yang memadai, bukan hilangnya kesempatan bekerja seiring dengan banyaknya pekerja asing dengan tingkat keahlian yang sama dengan rakyat kebanyakan.

Semakin berkurangnya kepemilikan tanah bagi warga pribumi, dan semakian bertambah besarnya kepemilikan asing, telah membuat masyarakat semakin terancam dan terasing di negerinya sendiri.

Rakyat tidak pernah muluk-muluk ketika terjadi pergantian presiden. Mereka hanya berharap pemimpin bisa menyadari kebutuhan dan jeritan rakyatnya serta terhindar dari janji-janji kosong saat kampanye.

Janji-janji kosong ini seringkali menambah kekecewaan batin dan menambah penderitaan secara berkelanjutan. Mana di antara dua pasangan Capres-Cawapres yang bisa memulihkan kedaulatan bangsa dan memperbaiki keterpurukan ekonomi? Semua dikembalikan kepada hati nurani rakyat sebagai pemilik suara.

*Dosen Fakults Ushuluddin UIN Sunan Ampel dan Direktur Pusat Kajian Islam dan Peradaban (PUSKIP) Surabaya
*Ditulis di Surabaya, 12 Agustus 2018

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment