Muslim Uighur Riwayatmu Dulu Hingga Kini

Muslim Uighur Riwayatmu Dulu Hingga Kini

Senat AS Mengesahkan UU Tindakan Tiongkok Terhadap Uighur
Etnis Uighur melakukan protes meminta Uni Eropa untuk menyerukan kepada China untuk menghormati hak asasi manusia di wilayah Xinjiang Cina serta penutupan kamp khusus di mana beberapa orang Uighur ditahan. 27 April 2018. (Foto: AFP)

Suaramuslim.net – Kezaliman yang terjadi terhadap Muslim Uighur di Turkistan Timur oleh rezim Komunis Cina sudah sejak lama terjadi. Maka, bagi yang mengatakan bahwa kondisi mereka di sana baik-baik saja, silakan simak tulisan aktivis Islam kawakan dari Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) dan Pelajar Islam Indonesia (PII), Ustaz Abdul Qadir Djaelani, yang sudah sejak tahun 1995 menulis sepenggal riwayat tentang Uighur dalam bukunya yang berjudul “Jihad Fii Sabilillah dan Tantangan-tantangannya.”

Pada halaman 237-239, Ustaz Abdul Qadir Djaelani menulis:

“Republik Islam Turkistan Timur yang berpenduduk 13 juta jiwa/orang pada tahun 1949 telah dicaplok oleh penguasa Komunis Republik Rakyat Cina (RRC) di bawah pimpinan Mao Tse Tung, dan mengubah nama daerah Muslim tersebut menjadi “Sinkiang/Xinjiang.” Komposisi penduduk Turkistan Timur (Sinkiang) secara radikal berubah sejak rezim Komunis Cina menjajah negeri, dengan jalan memindahkan orang-orang Han Cina Komunis ke tempat tersebut,” tulisnya.

Abdul Qadir kemudian membuat tabel perubahan komposisi jumlah penduduk dari tahun 1949 sampai 1983. Ia menyebut, pada tahun 1949 jumlah populasi muslim Uighur 75%, dan pada tahun 1983 berkurang menjadi 46%. Sementara Cina Han berubah drastis dari 5% menjadi 45%.

“Metode untuk melenyapkan umat Islam Turkistan Timur meniru metode yang dilakukan oleh rezim Komunis Rusia. Para pemimpin politik dan agama ditangkap, dimasukkan ke dalam kamp-kamp kerja paksa atau dibunuh. Seluruh posisi pemerintahan dikuasai oleh Cina Han yang komunis,” terangnya.

Ia melanjutkan, pada masa kampanye tentang “commune” tanah-tanah penduduk dirampas, malahan simpanan persedian pangan yang ada juga dirampok oleh pemerintah Komunis serta pasar-pasar ditutup. Kaum muslimin bekerja untuk “commune” di bawah pengawasan petugas-petugas Partai Komunis yang kejam dan sadis. Jam kerja rata-rata 8-10 jam sehari dengan upah yang sangat murah. Mereka yang dianggap membangkang, ditangkap dan dimasukkan ke kamp-kamp kerja paksa. Usaha-usaha untuk melenyapkan agama Islam di Turkistan Timur, telah dilakukan oleh rezim Komunis Cina secara sistematis, dan memuncak pada masa “revolusi kebudayaan” model Mao Tse Tung yang dilakukan dalam tahun 1966-1967.

Tindakan-tindakan pelenyapan Islam, tulis Abdul Qadir, antara lain:

1. Menutup masjid-masjid di seluruh Turkistan Timur.
2. Masjid-masjid dan lembaga-lembaga Islam yang ada di kota-kota diambil alih oleh pemerintah Komunis dan dijadikan kantor-kantor komunis, asrama, rumah-rumah potong hewan dan lain-lain.
3. Mahkamah Qadhi yang didirikan sejak tahun 1933-1934 semasa Republik Turkistan Timur berkuasa, diubah dan digantikan menjadi pengadilan rakyat.
4. Semua Kitab Suci Al-Qur’an dan Al-Hadis serta semua buku-buku agama dimusnahkan.
5. Pendidikan agama Islam di sekolah dilarang.
6. Huruf Arab yang selama ini menjadi huruf resmi kaum muslimin, diganti dengan huruf Cyrilic dan Latin.
7. Para imam masjid ditangkap dan dimasukkan ke dalam kam-kamp kerja paksa atau dibunuh.

Selama rezim Komunis Cina menguasai wilayah itu, tulis Abdul Qadir Djaelani, 360.000 muslim yang telah dibunuh, lebih dari 100.000 muslim dipaksa pindah ke Turkistan Barat, dan 504.00 Muslim yang dikirim ke sepuluh tempat kamp-kamp kerja paksa.

Abdul Qadir merujuk data dalam tulisannya dari tulisan Mazi Yunus, dalam sebuah artikel di Suara Masjid, Jakarta, No. 136, Maret 1966, dengan judul “Muslim di Bawah Kekuasaan Komunis Cina.”

Jadi, jika ada kaum muslimin yang mengatakan tidak ada pelanggaran HAM di sana, apalagi setelah diajak plesiran oleh pemerintah setempat, maka kemungkinannya dua; mereka tidak melek sejarah dan malas baca, atau memang sudah hilang rasa empatinya terhadap penderitaan umat Islam karena tertutup syahwat dunia. Wallahu a’lam.

Arta Abu Azzam
Wartawan Senior
Editor Pustaka Al-Kautsar

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment