Suaramuslim.net – Para nabi dan rasul merupakan contoh sekaligus teladan dalam menanamkan identitas agama dan nilai-nilainya kepada generasi penerusnya. Para utusan Allah itu secara konsisten berjuang dan mempertahankan keyakinannya dengan berbuat amal perbuatan.
Amal perbuatan mereka disaksikan anak-anak mereka, sehingga jejak-jejaknya bisa diikuti dan terwariskan. Tradisi mewariskan dan mewasiatkan Islam kepada generasi selanjutnya, merupakan bagian dari perjuangan mereka.
Para utusan Allah itu sangat percaya bahwa Islam memiliki nilai yang sangat agung dan mengokohkan kedudukan mereka di dunia maupun di akhirat. Dalam sejarah, akhir kehidupan para nabi sangat mulia dan membanggakan hingga anak keturunan mereka berjanji untuk berpegang teguh di atas jalannya.
Islam dan wasiat agung
Islam bukan sekadar sebagai identitas diri, tetapi jalan hidup yang harus dijalani dengan menaati perintah dan menjauhi larangan Allah. Jalan Islam ini untuk diwariskan kepada keluarga dan anak keturunannya. Berpegang teguh pada agama Islam dengan baik merupakan tradisi para nabi dan rasul. Mereka memberi contoh dalam kehidupan nyata, hingga keluarganya menyaksikan secara langsung.
Kalau Nabi Ya’kub sangat sabar dalam menerima cobaan dan musibah, ketika kehilangan putra tercintanya, yakni Nabi Yusuf. Nabi Yusuf diganggu hingga dibuang oleh saudara-saudaranya yang berkomplot untuk menghilangkan keberadaannya. Mereka berharap perhatian ayahnya berpaling dari Yusuf kepada mereka. Kesabaran Nabi Ya’kub itu disaksikan keluarganya sehingga bisa sebagai jalan hidup yang bisa diwarisi.
Kesabaran yang dilalui Nabi Zakaria juga dilihat oleh keluarganya. Kesabaran dalam menunggu generasi guna meneruskan risalah kenabiannya telah terbukti. Beliau sabar dalam menanti kedatangan putranya hingga usianya yang cukup panjang. Di usianya yang sangat senja tidak membuatnya putus asa dalam berdoa, sementara istrinya juga mandul. Atas kesabarannya, Allah memberi anugerah berupa kabar gembira akan kelahiran anaknya yang bernama Yahya.
Gambaran di atas menunjukkan kegigihan pada nabi dan rasul untuk mempertahankan identitas Islam dan mewariskan kepada anak-anaknya. Tradisi mewariskan agama Islam, untuk berpegang teguh atas dasar iman, kepada generasi berikutnya dinarasikan dengan baik oleh Al-Qur’an sebagai berikut:
قُولُوٓاْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡنَا وَمَآ أُنزِلَ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِـۧمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَ وَٱلۡأَسۡبَاطِ وَمَآ أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَآ أُوتِيَ ٱلنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمۡ لَا نُفَرِّقُ بَيۡنَ أَحَدٖ مِّنۡهُمۡ وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُون
Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami hanya berserah diri kepada-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah: 136).
Keteguhan dan kegigihan dalam memegang nilai Islam ditunjukkan dari generasi ke generasi. Mereka berpesan kepada anak cucu mereka untuk berpegang teguh dalam iman, dan hati-hati mereka tertundukkan untuk mau menjalani ajaran Islam. Identitas Islam yang mereka ikrarkan mendorongnya untuk berbuat baik secara maksimal, baik untuk dirinya dan komunitasnya, serta kepentingan dunia dan akhiratnya.
Kemuliaan generasi Islam
Para nabi dan rasul mengakhiri hidup mereka dengan mewariskan kemuliaan. Keturunan mereka menyaksikan keteguhan dan kekokohan orang tuanya dalam memegang amanah Allah. Akhir kehidupan mereka meninggalkan ketenangan dan kenyamanan. Ketenangan bukan sekadar karena telah terselesaikan tugas menyampaikan risalah, tetapi telah melahirkan generasi yang berpegang teguh dan siap melanjutkan risalah kenabiannya yang agung.
Keturunan nabi dan rasul mempertahankan Islam sebagai identitas, dan siap menerima warisan agung itu, guna diperjuangkan pada generasi berikutnya.
Mereka mempertahankan identitas Islam dengan gigih. Hinaan dan cacian hingga ancaman pembunuhan mereka terima dengan lapang dada. Puncak kesabaran itulah yang mendatangkan pertolongan Allah yang membinasakan eksistensi musuh-musuh dakwahnya. Para nabi dan rasul telah bersabar dalam berdakwah hingga Allah menyelesaikan perlawanan para musuh dakwahnya, sebagaimana sebagaimana firman-Nya:
وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ اَنْۢبَآءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهٖ فُؤَادَكَ ۚ وَجَآءَكَ فِيْ هٰذِهِ الْحَـقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَّذِكْرٰى لِلْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat, dan peringatan bagi orang yang beriman.” (Q.S. Hud: 120).
Pembinasaan kaum Nabi Luth karena melawan peringatan rasul-Nya untuk meninggalkan perbuatan homoseksual. Demikian pula kiriman petir terhadap kaum Nabi Shalih yang membunuh unta, serta tenggelamnya Fir’aun dan bala tentaranya. Semuanya merupakan contoh pertolongan Allah terhadap nabi dan rasul-Nya yang gigih mempertahankan identitas agamanya.
Babak akhir sejarah ini menunjukkan bahwa identitas Islam yang melekat pada diri para nabi dan rasul telah memperkokoh kedudukannya dan menjadikan mereka mulia di sisi Allah. Sementara yang mereka menentang dan ingin menghilangkan eksistensi Islam berujung tragis, terhina di dunia dan akhirat.
Surabaya, 7 November 2022