Suaramuslim.net – Setelah Rasulullah membangun masyarakat Islam di kota Yatsrib yang kemudian berganti nama menjadi Madinah Al Munawwarah, ada kekuatan yang ingin memadamkan api Islam di Madinah, yaitu kekuatan dari dalam dan dari luar. Kekuatan dari dalam ialah golongan orang Yahudi dan munafik, sedang kekuatan dari luar ialah kafir Quraisy dengan sekutunya.
1. Penggerogotan oleh Orang-Orang Yahudi
Orang Yahudi sejak sebelum Masehi sudah hidup di Yatsrib. Mereka terdiri atas tiga golongan: Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizah. Dengan ketiga golongan ini Rasulullah sudah mengikat perjanjian persahabatan, guna menjaga kesejahteraan dan keamanan kota Madinah.
Bangsa Yahudi memandang diri mereka sebagai putera dan kekasih Allah, dan kenabian itu hanyalah hak bagi orang Yahudi. Betapa sakitnya hati kaum Yahudi ketika melihat agama Islam dibawa oleh orang yang bukan Yahudi, kemudian agama itu berkembang demikian cepatnya.
Maka, dengan diam-diam mereka berusaha memadamkan agama Allah ini. Mula-mula mereka tempuh dengan jalan berdebat. Dengan melalui jalan berdebat ini mereka kira akan dapat menyusupkan rasa sangsi dan ragu ke dalam dada kaum Muslimin, sehingga kaum Muslimin akan meninggalkan Nabi Muhammad. Tipu muslihat mereka semacam ini dituturkan oleh Al-Quran dalam surat Al-Baqarah ayat 109:
“Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah kuasa atas segala sesuatu.”
Usaha-usaha mereka hendak menjatuhkan Nabi melalui perdebatan itu tidak berhasil. Bahkan kepalsuan mereka akhirnya dibongkar Allah. Mereka mengadakan perdebatan dengan Nabi bukan hendak mencari kebenaran, tapi hanya untuk menjatuhkan beliau. Kedudukan Nabi bertambah kuat, pengikutnya pun semakin banyak, karena dapat menunjukkan kebenaran risalah.
Kaum Yahudi kemudian menempuh jalan yang tidak sah, yaitu kekerasan. Mereka mengadakan keonaran, hasutan-hasutan serta provokasi di kalangan penduduk Madinah. Yang mula-mula merusak perjanjian dengan Nabi ialah Yahudi dan Quraisy.
Pada suatu hari seorang wanita Muslimah dianiaya dengan cara yang amat keji sewaktu dia masuk pasar Bani Qainuqa. Seorang Arab yang kebetulan lewat di tempat tersebut berusaha menolong wanita itu, tetapi ia di keroyok oleh orang-orang Yahudi sampai mati. Perbuatan mereka ini membangkitkan kemarahan kaum Muslimin. Oleh karena itu terjadilah perkelahian-perkelahian yang menumpahkan darah antara kedua belah pihak.
Nabi Muhammad datang ke tempat tersebut dan mengambil tindakan tegas terhadap Yahudi Banu Qainuqa’, karena mereka acap kali menunjukkan sikap permusuhan terhadap kaum Muslimin. Mereka tidak dapat dibiarkan lebih lama lagi tinggal di Madinah, karena amat membahayakan masyarakat Islam yang baru tumbuh itu. Nabi Muhammad segera menjatuhkan hukuman atas mereka dengan pengusiran dari Kota Madinah. Peristiwa ini terjadi sehabis perang Badar.
Kira-kira setahun kemudian sesudah peristiwa ini, Yahudi Bani Nadhir melakukan suatu pengkhianatan yang keji. Mereka mencoba melakukan pembunuhan atas Nabi, sewaktu beliau dengan beberapa orang sahabat berkunjung ke perkampungan mereka untuk suatu keperluan. Hanya berkat pertolongan Allah, Nabi selamat dari percobaan pembunuhan ini. Komplotan para pengkhianat ini akhirnya terbongkar.
Terhadap mereka, Nabi menjatuhkan hukuman yang serupa dengan saudara mereka yang terdahulu Bani Qainuqa’, yaitu pengusiran dari Kota Madinah. Hukuman ini sebenarnya adalah terlalu ringan dibandingkan dengan akibat yang mungkin terjadi dari perbuatan mereka itu. Allah menyebutkan kejadian ini sebagai suatu nikmat atas beliau dan sahabat-sahabatnya dalam surat Al-Maidah ayat 11:
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak memanjangkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal.”
3. Serangan Musyrikin Mekkah
Walaupun umat Islam sudah meninggalkan Mekkah, orang Quraisy masih tetap juga memusuhinya, dan bertekad menghancurkannya. Pendirian orang Quraisy ini disadari Rasulullah bahwa selama beliau menyebarkan Islam, selama itu pula orang Quraisy memusuhinya. Segala harta milik orang-orang Islam yang ditinggalkan di Mekkah, semuanya disita Quraisy dan mereka membagi-bagikannya sebagai harta rampasan.
Nabi Muhammad memiliki kewajiban pula membela masyarakat Madinah dari setiap rongrongan yang membahayakannya. Untuk tugas ini, Allah menurunkan ayat yang mengizinkan kepada nabi dan umatnya, mengangkat senjata guna membela diri. Firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 39-40:
“Diizinkan berperang kepada mereka yang diperangi, karena mereka sesungguhnya dianiaya dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa menolong mereka; yaitu orang-orang yang diusir keluar dari kampungnya tanpa suatu alasan yang patut, kecuali karena mereka berkata: Tuhan kami ialah Allah.”
Inilah ayat yang pertama kali mengenai peperangan. Dengan turunnya ayat tersebut di atas, Rasulullah lalu membentuk pasukan-pasukan tentara yang berkewajiban berjaga-jaga di luar kota Madinah terhadap serangan mendadak yang mungkin dilakukan oleh suku-suku Badui atau kaum Quraisy.
3. Perang Badar dan Uhud
Peperangan resmi pertama kali terjadi antara kaum Muslimin dengan kafir Quraisy di satu tempat bernama Badar pada tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H. Peperangan ini dalam sejarah dinamakan Perang Badar. Dalam Perang Badar ini kaum Muslimin memperoleh kemenangan yang besar, walaupun kekuatan mereka lebih kecil dari kaum Musyrikin Quraisy.
Al Quran menamakan perang ini dengan ‘Yaumul Furqan’ yang berarti hari memisahkan antara yang haq dengan yang batil. Perang inilah yang menentukan jalannya sejarah perkembangan Agama Islam. Sekiranya umat Islam kalah, maka lenyaplah Islam untuk selama-lamanya. Kedudukan umat Islam setelah peperangan ini menjadi kuat dan kokoh.
Kaum Yahudi sesudah mendengar kemenangan kaum Muslimin ini, merasa kecewa dan geram. Oleh sebab itu, mereka membuat huru-hara dan keonaran dalam kota Madinah dan berusaha menusuk umat Islam dari belakang, sebagaimana telah disebutkan waktu membicarakan tentang penggerogotan orang Yahudi.
Kafir Quraisy merasakan kekalahan perang Badar sebagai suatu pukulan yang besar. Karena itu mereka bertekad mengadakan pembalasan. Maka disiapkanlah perbekalan yang cukup dan tentara dengan senjata yang lengkap berjumlah sekitar 3.000 orang. Turut pula membantu orang-orang Quraisy ini beberapa kabilah Arab lain seperti Arab Kinanah dan Tihamah.
Pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 3 H pasukan kaum musyrikin ini menuju Madinah, sementara di pihak umat Islam dengan kekuatan 1.000 orang tentara untuk menyongsong musuh yang menyerang. Tetapi baru saja Nabi berangkat, golongan kaum munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay yang jumlahnya hampir sepertiga dari barisan membelot. Laskar yang masih setia kepada Nabi terus berangkat bersama Nabi.
Di kaki Gunung Uhud yang terletak di sebelah utara Madinah, kedua pasukan bertemu. Mula-mula kaum Muslimin menguasai jalannya pertempuran, akan tetapi karena ada di antara mereka yang tidak disiplin, maka keadaannya berubah, umat Islam terdesak dan menderita kerugian besar. Pahlawan Islam Hamzah, paman Nabi, gugur dalam pertempuran ini, sedang Nabi sendiri mendapat luka-luka, 70 orang muslimin syahid.
Peristiwa ini dalam sejarah Islam disebut Perang Uhud, karena terjadi di kaki Gunung Uhud pada bulan Sya’ban tahun 3 H. Kaum Muslimin mendapat pengalaman yang tidak sedikit dari peperangan Uhud ini, walaupun pada akhirnya mereka menderita kekalahan.
Sementara itu orang-orang di luar Islam, menggiatkan pula kerja sama untuk menyempurnakan kemenangan yang telah dicapai Quraisy dalam perang Uhud ini. Terutama sekali orang-orang Yahudi yang ada di Madinah. Yahudi Bani Nadhir, melakukan percobaan pembunuhan atas diri Nabi. Usaha mereka gagal, dan kemudian mereka diusir dari Madinah. Bahkan mereka bergabung dengan Quraisy untuk menggempur kaum Muslimin di Madinah.
4. Perang Ahzab
Pada bulan Syawal tahun 5 H, berhimpunlah laskar Al-Ahzab (persekutuan golongan-golongan) yang terdiri dari kaum Quraisy, Gathafan, Bani Salim, Bani Asad, Bani Murrah, Bani Asya’, dan Yahudi Bani Nadhir.
Pertama kali dalam sejarah Arabia menyaksikan laskar yang berjumlah lebih kurang 10.000 orang memanggul senjata dan menyerbu kota Madinah. Perang ini dalam sejarah disebut Perang Ahzab. Posisi kaum Muslimin waktu itu, mempertahankan dan membela diri, mereka membuat parit yang dalam dan lebar sebelah utara kota Madinah. Karena itu perang ini dinamakan pula Perang Khandaq (Perang Parit).
Bagian kota lainnya mereka jaga dengan rapi dan kuat. Rumah-rumah dihubungkan dan lorong-lorong ditutup. Sehingga kota Madinah menjadi sebuah benteng. Ketika tentara Al-Ahzab tiba di pinggir kota Madinah, mereka tak dapat menyeberangi parit karena selalu dihujani anak panah kaum Muslimin. Mereka berusaha menembus garis-garis pertahanan lainnya, tetapi selalu dapat digagalkan.
Lebih dari dua puluh hari lamanya pasukan Ahzab mengepung kota Madinah, sehingga kaum Muslimin menderita kekurangan makanan. Pada saat yang kritis inilah Yahudi Bani Quraizah yang masih menjadi warga kota Madinah, melakukan pengkhianatan kepada kaum Muslimin dari dalam.
Oleh suatu sebab, terjadi perselisihan paham di antara pasukan Ahzab yang menyebabkan keretakan di antara mereka. Memang wajar hal itu terjadi, karena mereka terdiri dari golongan-golongan yang tidak sama tujuan dan kepentingannya, dan lagi masing-masing ingin berebut pimpinan.
Pada waktu yang tepat ini, Allah menurunkan hujan lebat dan angin kencang di malam hari kepada pasukan Ahzab itu yang menyapu bersih kemah-kemah dan perbekalan mereka serta mencerai-beraikan pasukannya. Masing-masing dari golongan itu pulang ke tempatnya tanpa membawa apa-apa.
5. Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun keenam hijriah, Nabi Muhammad beserta pengikutnya amat rindu kepada Baitullah, kiblat mereka, dan mereka ingin ziarah ke Mekkah mengunjungi sanak saudara dan kampung halaman yang sudah lama ditinggalkan. Pada bulan Dzulqa’dah tahun itu, Nabi berangkat bersama sahabatnya yang berjumlah sekitar 1.000 orang menuju Mekkah, dengan niat semata-mata melakukan umrah dan haji.
Untuk menghilangkan prasangka buruk dari pihak Quraisy, maka kaum Muslimin menggunakan pakaian ihram dan membawa hewan-hewan untuk disembelih (hadyu) di Mina. Mereka tidak memanggul senjata, hanya membawa pedang dalam sarungnya sekadar menjaga diri dalam perjalanan.
Setelah sampai di suatu tempat yang bernama Hudaibiyah, Rasulullah berhenti bersama kaum Muslimin lainnya. Di sinilah Nabi bermusyawarah bersama sahabat-sahabatnya untuk menentukan langkah selanjutnya. Akhirnya Nabi mengutus Utsman bin Affan kepada kaum Quraisy untuk mengadakan pembicaraan serta menjelaskan maksud kaum Muslimin ke Makkah.
Utsman ditahan oleh orang Quraisy dan kemudian terdengar desas-desus ia dibunuh. Mendengar berita itu, Rasulullah pun mengadakan “Bai’atur Ridwan” dengan para sahabatnya yaitu ba’iat untuk berperang mati-matian sampai tercapai kemenangan. Berita itu ternyata tidak benar, karena Ustman kembali dan berhasil melunakkan hati kaum Quraisy.
Sesudah itu datanglah utusan Quraisy, Suhail bin Amru Amiri menjumpai Nabi untuk mengadakan perundingan. Dalam perundingan ini tercapai persetujuan damai yang dalam sejarah dikenal sebagai “Shulhul Hudaibiyah” (Perdamaian Hudaibiyah). Di antara isinya ialah kaum Muslimin membatalkan rencana ke Mekkah tahun ini dan dibolehkan ke Mekkah tahun berikutnya, dan perjanjian damai selama sepuluh tahun antara kedua belah pihak.
6. Perang Mu’tah
Dengan adanya perjanjian damai ini kaum Muslimin berkesempatan mengonsolidasikan masyarakat mereka. Nabi Muhammad mulai menyebarkan Islam kepada kabilah-kabilah Arab lainnya dan banyak pula di antara mereka memeluk agama Islam. Kemudian beliau mengirim surat yang dibawa utusan-utusannya kepada kaisar-kaisar dan raja-raja, antara lain Khusru Parviz, Kisra-Parsia, dan kepada Heraclius, Kaisar Romawi, agar kaisar dan raja-raja tersebut masuk agama Islam.
Seorang utusan lain telah dikirim kepada Amir Ghassan, pangeran di bawah Heraclius, bertempat tinggal di Busra dekat Damaskus. Utusan Nabi Muhammad ditolak secara kasar oleh raja itu dan kemudian dibunuh oleh kepala suku orang Ghasan yang lain.
Perbuatan melanggar adat internasional ini, menyebabkan timbulnya peperangan dan konflik antara pasukan Islam dengan pasukan Romawi. Nabi Muhammad mengirim pasukan yang terdiri dari 3.000 orang, dipimpin oleh Zaid bin Haritsah.
Tentara Romawi yang berada di Syria yang jumlahnya mencapai 100.000 orang segera menyongsong pasukan umat Islam. Di suatu tempat yang bernama Mu’tah kedua pasukan bertemu. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-8 H, yang dalam sejarah disebut “Perang Mu’tah.” Karena kekuatan musuh terlalu besar, maka tentara Islam mengundurkan diri dari medan perang.
Gugur dalam peperangan ini Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah. Tentara yang masih tinggal dipimpin oleh Khalid bin Walid dan kembali ke Madinah.
7. Penaklukkan Mekkah
Pada tahun itu juga (8 H) Quraisy menyerang Bani Khuza’ah sekutu kaum Muslimin. Menurut perjanjian antara kedua belah pihak tidak boleh ada penyerangan termasuk terhadap sekutu masing-masing. Maka tindakan Quraisy menyerang Bani Khuza’ah itu adalah pembatalan terhadap perjanjian yang sudah disepakati. Memerangi sekutu kaum Muslimin sama dengan memerangi kaum Muslimin sendiri.
Pada tanggal 10 bulan Ramadhan tahun 8 H, berangkatlah Rasulullah bersama 10.000 orang laki-laki menuju Mekkah. Kafir Quraisy mendengar berita pasukan besar yang dipimpin Nabi Muhammad, menjadi gemetar ketakutan dan putus asa. Akhirnya Abu Sofyan, pemimpin Quraisy, pergi menemui Nabi di luar Kota Mekkah untuk menyerah dan menyatakan keislamannya.
Rasulullah kemudian memerintahkan pasukannya memasuki kota Mekkah dari empat jurusan. Dengan demikian Mekkah jatuh ke dalam kekuasaan kaum Muslimin tanpa perlawanan sama sekali. Patung-patung dan berhala di sekitar Ka’bah, mereka hancurkan seraya melantangkan ayat 81 surat Al-Isra.
“Telah datang kebenaran dan telah lenyap kebatilan, sesungguhnya kebatilan itu pasti lenyap.”
Kafir Quraisy yang dulu mengejar-ngejar dan menyakiti Nabi dan sahabat-sahabatnya dan terus menerus memusuhi mereka, sekarang berkerumun di sekeliling beliau laksana sekumpulan tawanan yang sedang menunggu putusan terakhir.
Nabi Muhammad berkata kepada bekas musuh-musuhnya itu: “Tindakan apakah menurut perkiraanmu yang akan kuambil terhadap kamu sekalian?”
Mereka menjawab: “Engkau, wahai Muhammad adalah saudara kami yang mulia, dan putera dari saudara kami yang mulia.”
Rasulullah menyahut: “Ya, pergilah! Sekarang kalian bebas semuanya.”
Dengan demikian padamlah api permusuhan selama bertahun-tahun antara Quraisy dan kaum Muslimin pada hari yang bersejarah itu. Sesudah selesai penaklukan Mekkah ini, Nabi Muhammad menghadapi lagi kabilah-kabilah Arab yang masih membangkang dan memusuhi kaum Muslimin. Dua kabilah Arab yang terkenal berani dan kuat yaitu Hawazin dan Tsaqif berhimpun untuk menyerang kaum Muslimin.
8. Perang Hunain
Berita ini sampai kepada Nabi, beliau pun segera menyusun kekuatan tentara yang terdiri dari 12.000 orang, setelah itu berangkat menuju tempat musuh. Kabilah Hawazin dan Tsaqif memilih tempat pertempuran yang strategis yaitu tanah pegunungan yang berbukit-bukit dan berliku-liku. Mereka bersembunyi di balik bukit-bukit menunggu tentara kaum Muslimin lewat di jalan sempit di bawahnya.
Ketika kaum Muslimin tiba di tempat tersebut yaitu Lembah Hunain datanglah serbuan yang mendadak dari musuh. Tentara kaum Muslimin menjadi panik dan lari bercerai-berai. Peristiwa ini diceritakan dalam Al-Quran surat At Taubah ayat 25.
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukmin) di medan peperangan yang banyak. Tetapi di peperangan Hunain di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun. Dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai.”
Berkat ketenangan dan keterampilan Nabi Muhammad beliau menghimpun kembali pasukan kaum Muslimin yang kacau balau itu. Serangan pembalasan kemudian dilancarkan sampai musuh dapat dikalahkan.
Sisa pasukan musuh yang kalah, melarikan diri ke Thaif. Dalam benteng Thaif inilah musuh mempertahankan diri. Beberapa waktu lamanya kaum Muslimin mengepung benteng ini, namun tak berhasil juga menundukkannya. Akhirnya Nabi pulang ke Ja’ranah, tempat tawanan dan rampasan, meninggalkan benteng itu, tapi juga memblokir daerah di sekitarnya.
Di Ja’ranah Nabi didatangi oleh delegasi Hawazin. Mereka menyatakan taubat dan masuk Islam. Hawazin memohon kepada Nabi Muhammad supaya harta benda dan keluarga mereka yang ditawan agar dibebaskan dan dikembalikan kepada mereka. Rasulullah dan kaum Muslimin tidak keberatan mengabulkan permohonan mereka. Semua tawanan dan rampasan dari Hawazin dikembalikan kepada mereka seluruhnya.
Sedangkan penduduk Thaif karena tak tahan menderita akibat blokade kaum Muslimin akhirnya mereka mengirimkan delegasi kepada Rasulullah untuk menyampaikan keinginan mereka menganut agama Islam. Dengan demikian berakhirlah peperangan dengan kabilah Tsaqif.
9. Perang Tabuk
Pada tahun ke-9 H, Nabi Muhammad mempersiapkan pasukan untuk menghadapi tentara Romawi di sebelah utara.
Banyak kesulitan yang dihadapi ketika menyusun tentara ini, karena mulai datangnya musim panas dan di Madinah waktu itu sedang musim panen, medan perang yang dituju amat jauh, lawan yang bakal dihadapi pun bukan sembarangan yaitu tentara Romawi yang terkenal kuat dan terlatih. Di samping itu ada segolongan umat Islam (orang munafik) yang tidak mau mematuhi perintah Rasul sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Quran surat At-Taubah antara lain ayat 38, 42, 81-83.
Orang-orang munafik mendapat kesempatan untuk melemahkan iman umat Islam. Akan tetapi pahlawan-pahlawan Islam yang jiwa mereka sudah pasrah kepada Tuhannya, senantiasa siap sedia memanggul senjata menaati perintah Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah berhasil membentuk tentara yang dinamakan “Jaisyul Usrah” (laskar saat kesulitan). Pasukan Islam ini kemudian meninggalkan Madinah menuju ke Utara. Pasukan Romawi yang semula mau menyerang amat terkejut menyaksikan bala tentara Islam dalam jumlah yang besar dan dipimpin Nabi sendiri dan pahlawan-pahlawan padang pasir yang tak kenal mundur.
Pasukan Romawi mundur ke negerinya untuk membela diri. Laskar Islam tidak mengejar mereka tetapi berkemah di suatu tempat yang bernama Tabuk, karenanya peperangan ini dinamakan Perang Tabuk. Dari tempat inilah Nabi mengirim pasukan-pasukannya kepada kabilah-kabilah Arab yang tinggal di tapal batas tanah Arabia dengan Syam, untuk mengadakan perjanjian-perjanjian dengan kaum Muslimin.
Sesudah 10 malam lebih berkemah di Tabuk, Nabi beserta pasukannya kembali pulang ke Madinah. Dengan demikian selesailah peperangan Tabuk dan peperangan inilah yang paling terakhir diikuti oleh Rasulullah.
Jatuhnya Mekkah dan Baitullah ke dalam kekuasaan Islam serta masuknya orang Quraisy ke dalam agama Islam, memengaruhi pendirian dan sikap orang Badui terhadap agama Islam. Menurut anggapan mereka tidak ada yang dapat menguasai Baitullah yang suci itu, kecuali dengan pertolongan Allah Maha Kuasa yang mereka sembah. Oleh sebab itu mereka yakin, bahwa bersama kaum Muslimin ada kekuatan yang menolongnya.
Begitulah, agama Islam dapat tersebar seluruh jazirah Arab. Nabi Muhammad dapat menyaksikan buah perjuangan yang dilakukannya selama lebih dari dua puluh tahun. Bangsa Arab yang tadinya hidup berpecah belah dan saling bermusuhan, kini hidup bersatu di bawah satu pimpinan dan bernaung di bawah satu panji, Panji Islam.
Artikel ini disadur dari Al Quran dan Terjemah Departemen Agama RI tahun 1992 cetakan Semarang.