Nafkah Bagi Muslimah Berkarier

Nafkah Bagi Muslimah Berkarier

Nafkah Bagi Muslimah Berkarier
Perempuan muslim memegang kamera. (Foto: Ummid.com)

Suaramuslim.net – Seiring dengan pesatnya gerakan feminisme yang seringkali bersinggungan dengan ajaran Islam, yang mengusung kesetaraan gender. Banyak juga perempuan turut andil mengikuti arus dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan tidak mendapat penolakan dari suami.

Kebanyakan para suami mengizinkan istrinya untuk bekerja atau berkarier bahkan tidak jarang istri justru menjadi pemenuh utama kebutuhan rumah tangga.

Nah, bagaimana hak nafkah wanita yang berkarier? Apakah kemudian suami sudah lepas dari tanggung jawab memberikan nafkah bagi istri?

  1. Berkarier dengan izin suami

Sebagai seorang wanita atau istri itu bukan tidak boleh berkarier, selama mendapatkan izin dari suami. Namun, jika suami tidak memberikan izin, jangan memaksa. Apalagi jika suami mampu memenuhi kebutuhan. Karena mungkin suami telah memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu bagi kebaikan istri dan rumah tangga.

Kemudian, jika memutuskan untuk berkarier, muslimah atau istri harus mempertimbangkan keinginan atau passion dan hal yang dipilihnya sebagai karier. Termasuk keamananan akses menuju tempat berkarir. Misalnya: jika harus bekerja di luar kota maka konsekuensinya adalah harus berjauhan dengan suami. Hal ini harus dikomunikasikan dengan sangat serius.

Dalam kondisi istri berkarier dan memiliki penghasilan sendiri, bukan berarti kewajiban suami untuk menafkahi telah gugur atau justru suami memaksa meminta sebagian uang darinya.

  1. Kewajiban suami memberi nafkah tetap ada

Jika istri tidak setuju memberikan penghasilannya, jangan dipaksa. Secara kepemilikan, harta tersebut tidak boleh dirampas.

Harta istri adalah sepenuhnya milik istri. Tidak ada hak suami untuk mengatur harta tersebut, kecuali jika ingin mengarahkan ke hal yang bermanfaat. Misalnya untuk mengingatkan menyisihkan sebagian uang atau harta untuk tabungan, untuk pergi haji, atau sedekah.

Dan yang perlu diluruskan adalah harta suami bukan pula harta istri. Melainkan hanya sebagian harta suami ada kewajiban yang dikeluarkan untuk keluarga, dan tidak ada nilai mutlak dari sebagian harta tersebut. Intinya memang untuk mencukupi kebutuhan pokok rumah tangga.

Jika ada pinjam meminjam dalam rumah tangga –antara suami istri, orang tua anak- maka akadnya harus diperjelas meski nilainya sangat kecil.

Disampaikan oleh Ustazah Choliliyah Thoha, Lc. dalam Konsultasi Fikih Muslimah di Radio Suara Muslim Surabaya 93.8 FM. Jumat, 7 Februari 2020 (16.00-17.00 WIB).

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment