Negara Ini Semua untuk Semua Berdasarkan Pancasila Bukan Liberalisme Kapitalisme

Negara Ini Semua untuk Semua Berdasarkan Pancasila Bukan Liberalisme Kapitalisme

Negara Ini Semua untuk Semua Berdasarkan Pancasila Bukan Liberalisme Kapitalisme
Ilustrasi gedung MPR, DPR, DPD. (Ils: Dribbble/Royyan Wijaya)

Suaramuslim.net – Daya rusak Demokrasi Liberal terhadap ikatan persatuan bangsa sudah mulai bergejolak, contohnya peristiwa Papua yang sangat anarkis akibat dipicu ketersinggungan yang rasis.

Demokrasi Liberal yang mengubur negara berdasarkan Pancasila mulai menuai dampak pada rontoknya ikatan persatuan setelah sekian dekade sejak pendiri negeri ini meletakkan dasar Indonesia merdeka. Sebab negara ini multi etnis dan multi agama, tidak mungkin memilih sistem Individualisme, Liberalisme dan Kapitalisme.

Coba kita simak kembali Pidato Bung Karno yang dinyatakan dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945, sebagai berikut:

Saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan.

 Kita hendak mendirikan suatu negara semua buat semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi semua buat semua.

 Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!

 Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua.

Sistem Presidensial Menggusur Tata Nilai Negara Berdasarkan Pancasila

Isi pidato yang menjadi salah satu bahan penyusunan dasar ideologi Indonesia itu perlu dijadikan ingatan bersama sampai kapan pun, karena isi pidato itu senantiasa relevan sepanjang ancaman intoleransi mengincar keutuhan Indonesia.

Dengan diamandemennya UUD 1945 kemudian sistem negara diganti dengan Presidensial yang basisnya Individualisme maka kekuasaan diperebutkan dengan banyak-banyakan suara.

Perubahan sistem ini mempunyai implikasi yang sangat mengkhawatirkan bagi bangsa, karena tanpa sadar sistem Presidensial menggusur tata nilai negara berdasarkan Pancasila.

Negara berdasarkan Pancasila tentu bukan kekuasaan diperebutkan banyak-banyakan suara yang membuat bangsa ini terbelah antara yang menang mayoritas yang kalah minoritas. Dengan sistem ini juga menggusur ide pendiri negeri bahwa negara semua buat semua berdasarkan Pancasila bersistem MPR bukan Presidensial.

Sistem MPR keanggotaannya bhineka tunggal ika, maka sistemnya bukan keterpilihan kalah menang tetapi keterwakilan; besar kecil terwakili. Keanggotaan MPR disebut utusan golongan, dengan demikian seluruh elemen bangsa terwakili duduk sebagai anggota MPR.

Amandemen justru merusak sistem ini, keterwakilan diganti dengan keterpilihan banyak-banyakan suara dan di dalam negara Republik Indonesia tidak mengenal senator. Istilah DPD ini penyimpangan atau memang negara ini akan menuju negara serikat? Rupanya sejarah akan terulang kembali.

Sesungguhnya gejolak yang terjadi di Papua adalah akibat dari amandemen UUD 1945 yang menjadikan negara tidak lagi semua untuk semua dan permusyawaratan perwakilan menjadi Individualisme Liberalisme.

Bung Karno mengatakan, “Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua.”

Tentu saja jika kita bicara Pancasila adalah sebagai sistem ketatanegaraan sebab Pancasila yang ada di alinea keempat itu adalah desain dari negara Indonesia yang kemudian oleh pendiri negeri ini negara berdasarkan Pancasila diurai dalam batang tubuh UUD 1945.

Pernyataan Presiden Jokowi yang akan menentang sistem MPR adalah pernyataan yang tidak mengerti apa itu negara Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.

Presiden Jokowi menyatakan ketidaksetujuannya terhadap wacana agar pemilihan presiden dan wakil presiden dikembalikan lagi sebagai kewenangan MPR RI, bukan dipilih langsung oleh rakyat.

Wacana itu tengah membahana seiring adanya usulan amandemen UUD 1945 agar MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara, dan pengembalian pemberlakuan Garis-Garis Besar Haluan Negara alias GBHN.

Menurut Jokowi, sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung yang telah diterapkan sejak tahun 2004 sudah tepat.

Hal tersebut diungkapkan Jokowi saat bertemu para pemimpin redaksi media massa nasional di Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2019).

Jika Presiden Jokowi tetap tidak setuju dengan kembalinya MPR sebagai lembaga tertinggi negara, artinya negara ini sudah tidak berideologi Pancasila. Jadi gembar-gembor akan membubarkan ormas yang tidak berideologi Pancasila, padahal praktiknya pemerintah sendiri tidak berideologi Pancasila.

Peran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) harusnya terdepan untuk mengembalikan negara berideologi Pancasila. Jika tidak mampu mengembalikan ideologi Pancasila maka BPIP tidak ada gunanya. Pernyataan Ibu Megawati dan Bapak Tri Soetrisno tentang ingin mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara harus mendapat apresiasi dan didorong oleh rakyat Indonesia.

Bangsa ini tidak ingin persoalan yang terjadi di Papua akan terulang di daerah lain akibat dampak dari Demokrasi Liberal.

Jika kita masih menginginkan Indonesia utuh dan menjadi negara semua untuk semua, maka akhirilah Demokrasi Liberal, kembali pada jati diri bangsa, kembali pada Pancasila dan UUD 1945 yang disahkan 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.*

Prihandoyo Kuswanto
Penggiat Rumah Pancasila

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment