Peaceful Media: Silaturahmi Virtual untuk Hubungan yang Harmonis

Peaceful Media: Silaturahmi Virtual untuk Hubungan yang Harmonis

Peaceful Media: Silaturahmi Virtual untuk Hubungan yang Harmonis
Ilustrasi silahturahmi virtual dengan keluarga. (Ils: Kompas.com)

Suaramuslim.net – Manusia sejatinya adalah makhluk sosial. Tidak ada satupun manusia yang dapat hidup tanpa berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Interaksi dengan orang lain adalah cara seseorang membangun “kedirian” nya sehingga dirinya merasa eksis dan ada dalam kehidupan.

Penggunaan istilah social distancing sebagai solusi penanggulangan wabah corona, sejatinya adalah istilah yang kurang tepat karena bagaimana mungkin manusia dapat dibatasi dalam melakukan hubungan sosial, sementara manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup dalam kebersamaan interaksi sosial? Sehingga istilah yang lebih tepat dalam upaya pencegahan penyebaran corona adalah physical distancing, yaitu menjaga jarak sosial. Artinya interaksi tetap bisa dilakukan namun dalam batasan menjaga jarak fisik antar mereka.

Apabila dicermati selama masa pandemi hingga menuju masa new normal, tampak berbagai cara terus diupayakan oleh setiap orang agar tetap bisa berinteraksi dengan yang lainnya. Namun karena pertemuan fisik tidak mungkin dilakukan karena dianjurkan untuk stay at home maka cara berinteraksi yang paling mungkin dilakukan adalah dengan bermedia.

Diskusi-diskusi dengan cara daring dengan menggunakan berbagai macam platform dan juga dengan menggunakan media sosial yang selama ini ada, telah dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan satu maksud yang sama yaitu agar interaksi dan hubungan sosial masih tetap bisa dilakukan dengan baik.

Semenjak awal, media sosial dimaksudkan untuk dapat menjalin hubungan baik dengan siapa saja, dengan mereka yang mungkin selama ini sempat terputus dari perjalanan waktu. Berbagai platform media sosial telah dipergunakan untuk membangun silaturahim di antara mereka. Sekalipun mungkin tidak jarang banyak pula dijumpai berbagai konflik terjadi akibat komunikasi di media sosial.

Islam sebagai suatu ajaran memiliki segudang keistimewaan yang tak terbatas. Berbagai konsep yang dimilikinya sangat cocok bagi umat manusia dalam segala kondisi apapun. Salah satunya adalah konsep silaturahmi.

Secara epistimologis silaturahmi sejatinya adalah menyambung hubungan baik dengan orang lain dan mereka yang berhak dengan maksud menebarkan kebaikan kepada mereka sehingga hubungan semakin baik dan memberikan manfaat bagi orang lain.

Silaturahmi/silaturahim berasal dari dua kata, shilah (صلة) artinya menyambung dan ar rahim (الرحيم) artinya rahim yang merujuk pada rahim seorang wanita, sebagai konotasi kerabat atau keluarga.

Jadi silaturahmi adalah menyambungkan hubungan antar kerabat. Artinya jika interaksi bermedia dimaksudkan membangun silaturrahmi secara virtual maka tentu semangatnya adalah dalam kerangka membangun hubungan baik. Namun sayangnya, sering kali niat awal ini dilupakan dalam proses interaksi sehingga tidak jarang media sosial menjadi sumber pemicu berbagai konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Keniscayaan peaceful media

Islam telah meletakkan hubungan baik sebagai tujuan utama dalam semua proses interaksi kemanusiaan yang harus lebih didahulukan dari segala apapun.

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat Allah, menjadilah kamu orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali Imran: 10).

Prinsip bermedia sosial dalam perspektif Islam haruslah dibangun atas prinsip silaturahmi yang mengedepankan persaudaraan, persahabatan, saling pengertian dan menebar kebaikan. Apabila hal ini benar-benar dapat diwujudkan dalam realitas maka inilah yang disebut dengan “peaceful media” (media yang damai).

Untuk maksud demikian maka setiap individu dalam bermedsos haruslah mengedepankan nilai-nilai kebenaran dan kejujuran dalam memproduksi dan menyebarkan pesan. Serta pesan tersebut harus didasarkan pada maksud nilai kemanfaatan dan dapat memberikan inspirasi kebaikan kepada orang lain. Sehingga dengan demikian tentu akan mendapatkan jariyah kebaikan, yaitu pahala yang akan terus mengalir kepada mereka yang menjadi inspirator dan para pelakunya.

Sebagaimana disampaikan Rasulullah bahwa inspirator kebaikan akan mendapatkan nilai kebaikan yang serupa.

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا …

“Barangsiapa yang menyeru kepada sebuah petunjuk maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi akan pahala-pahala mereka sedikitpun.” (Muslim).

Untuk itu yang harus diperhatikan dalam bermedia sosial cerdas adalah lebih selektif dalam menyebarkan setiap pesan yang ada seraya mengedepankan kesabaran dalam bermedia, yaitu kesediaan menahan diri untuk tidak mudah menyebarkan berita sebelum sudah dipastikan kebenaran (validitas) atas berita yang akan disebar. Kata kuncinya adalah: saring sebelum sharing.

Bahkan dalam membangun kedewasaan dalam bermedia adalah membangun budaya menulis sendiri pikiran-pikirannya sekalipun hanya sekadar beberapa baris kalimat ungkapan (quotes) namun hasil eksplorasi pemikiran sendiri, daripada hanya menjadi konsumen berita dari pihak lain atau hanya menjadi tenaga copast.

Media damai (peaceful media) yang diharapkan tersebut tidak akan terwujud apabila nilai-nilai positif sebagaimana yang disebutkan di atas minus dalam realitas. Untuk itu beberapa hal yang harus dijauhi agar terwujud media yang damai adalah menjauhkan dari berbagai berita bohong (hoax), cacian, bullying, pornografi dan berbagai keburukan lainnya.

Keterlibatan dalam berbagai perilaku negatif ini hanya akan menjadi jariyah keburukan dan dosa yang akan terus mengalir.

وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Dan barangsiapa yang menyeru kepada sebuah kesesatan maka atasnya dosa seperti dosa-dosa yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.” (Muslim).

Bermedia yang sehat itu mendamaikan dan bermedia yang damai itu menyehatkan. Peaceful media adalah keniscayaan masa depan.

18 Juni 2020
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment