SURABAYA (Suaramuslim.net) – Bicara tentang bencana, Indonesia termasuk negara yang rawan gempa dan tsunami. Hampir seluruh titik di Indonesia berwarna merah, artinya memiliki risiko bencana yang cukup tinggi. Salah satunya Kota Surabaya. Terdapat sesar yang berada di bawah Wiyung dan Wonokromo yaitu patahan Waru dan patahan Surabaya. Hal itu disampaikan oleh pakar Geologi Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Amien Widodo saat menjadi pembicara pada diskusi publik yang bertema “Peran Pemuda dalam Aktivitas Pengurangan Risiko Bencana di Surabaya” di Gedung Dakwah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Surabaya, Ahad (23/12/18).
Amien juga mengatakan bahwa pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang potensi bencana yang ada di sekitarnya itu sangat penting. Demi mengurangi risiko bencana yang akan terjadi.
Menurutnya, gempa itu tidak membunuh namun bangunan roboh yang kemudian menimpa tubuh manusia, itulah yang mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka. Tak hanya itu, lanjut Amien, kepanikan saat gempa yang mengakibatkan bencana baru muncul seperti kebakaran karena lupa mematikan listrik juga bisa menimbulkan korban.
Senada dengan hal tersebut, Arif Nur Kholis Sekretaris PP Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) selaku pembicara mengungkapkan bahwa kemampuan manusia untuk melihat dan mengenali risiko bencana yang ada di sekitarnya akan sangat membantu aktivitas pengurangan risiko bencana.
Arif mengilustrasikan ketika ada sebuah batu di atas bukit dan ada seseorang yang sedang berdiri di bawahnya.
“Batu ini sangat berisiko jatuh karena terletak di ujung atau pinggiran bukit,” ujarnya.
Kemudian ia melanjutkan, jika orang yang ada di bawah bukit itu sadar akan bahaya kejatuhan batu, maka ia bisa mempersiapkan diri seperti melakukan mitigasi atau siap siaga terhadap bencana.
“Bila orang itu lari maka ia sedang menjalankan kesiapsiagaan terhadap jatuhan batu, dan ketika dia melindungi diri atau menahan jatuhnya batu tersebut agar tidak berdampak langsung kepada tubuhnya maka itu termasuk dalam mitigasi bencana,” tutur pria kelahiran Kendal Jawa Tengah ini.
Kegiatan diskusi yang diselenggarakan oleh Komunitas Pelajar Mengajar Surabaya ini juga menghadirkan relawan Sekolah Cerdas yaitu Maitsa Putri Shafa dan Anna Desliani sebagai pembicara lainnya.
“Dalam penanggulangan bencana, tidak hanya orang dewasa atau remaja, tetapi anak-anak juga mesti mengetahui risiko dan belajar bagaimana cara menyelamatkan diri,” ujar Shafa dan Anna.
Menurut mereka, anak-anak harus punya bekal dan ambil bagian dalam aktivitas pengurangan risiko bencana. Sehingga kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana jadi meningkat.
Namun, dalam memberikan edukasi kepada anak-anak tidak akan mudah karena bentuk penerimaan mereka terhadap materi itu berbeda dengan orang dewasa.
“Untuk itu, Sekolah Cerdas hadir pada lima daerah di Indonesia yaitu Maluku, NTT, Cianjur, Yogyakarta, dan Surabaya. Kami fokus memberikan edukasi kebencanaan. Berupa bencana alam dan bencana sosial, kepada tiap sekolah yang didampingi dengan metode yang menyenangkan,” ucap Shafa.
“Salah satunya dengan boardgame bencana,” ujar relawan Sekolah Cerdas, Shafa dan Anna.
“Harapannya metode pengenalan bencana menggunakan boardgame ini mampu membuat anak-anak atau remaja “melek” terhadap risiko dan potensi bencana yang ada di lingkungannya, kemudian menyadari peran dan tugasnya masing-masing,” ungkap dua cewek ini.
Salah satu peserta, Endang M Putra berharap kegiatan diskusi semacam ini bisa memperkuat kolaborasi berbagai pihak masyarakat dalam aktivitas pengurangan risiko bencana di Surabaya.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir