Pelemahan KPK Secara Kasat Mata

Pelemahan KPK Secara Kasat Mata

KPK Tolak Revisi UU KPK: Lembaga Ini Di Ujung Tanduk
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (Foto: Istimewa)

Suaramuslim.net – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengalami ujian berat. Satu sisi banyak digaungkan untuk semakin kuat dan garang dalam rangka melawan praktik korupsi. Namun di sisi lain, realitasnya justru mengalami pembusukan atau pelemahan sistematis.

Dikatakan mengalami pembusukan dan pelemahan sistematis, karena adanya tiga pihak yang menyokongnya. Pertama, pernyataan Megawati sebagai petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) marah terhadap kinerja KPK yang dianggap hanya menyasar kader-kadernya. Kedua, polisi yang berhasil melindungi Hasto Kristiyanto dengan menahan tim KPK yang tengah mengejar Hasto karena terkait suap. Ketiga, pihak istana yang tak mereaksi atas pelemahan institusi yang di bawah tanggung jawabnya.

Tindakan Arogansi terhadap KPK

Tindakan penolakan orang-orang PDI-P terhadap tim KPK yang akan menggeledah merupakan bentuk arogansi. Sebagaimana diketahui bahwa tim KPK akan mengeledah kantor PDI-P terkait dengan kasus suap yang dilakukan oleh Harun Masiku terhadap Wahyu Setiawan, mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tindakan KPK menggeledah kantor PDI-P wajar karena Harun Masiku, yang menyuap Wahyu, atas sepengetahuan dua petinggi PDI-P. Dua petinggi itu Megawati dan Hasto yang memberi surat rekomendasi kepada Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW). Alasan penolakan penggeledahan dari orang-orang PDI-P dilakukan karena KPK tak membawa dokumen seperti surat tugas.

Reaksi negatif Megawati yang marah terhadap tindakan KPK merupakan bentuk arogansi dan pembodohan publik. Alasan mengobok-obok kadernya guna menghancurkan partainya jelas sebagai upaya melemahkan KPK. Dia merasa marah karena KPK dianggap tebang pilih dalam mengejar pelaku korupsi, dengan mengejar kader partainya.

Arogansi kedua ditunjukkan ketika tim KPK hendak mengejar Hasto Kristiyanto. Selaku Sekjen PDIP yang terkait dengan suap yang dilakukan terhadap WS menerima suap dari Harun. Harun Masiku tidak melakukan suap secara langsung tetapi melalui Saeful Bahri. Saeful Bahri adalah staf Hasto Kristiyanto. Oleh karena itu, pantas tim KPK mengejarnya yang kebetulan terlacak sedang berada di kampus Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Uniknya, tim KPK dihadang oleh pihak keamanan dan ditahan serta dipaksa untuk melakukan tes urin. Proses pemeriksaan tim KPK itu dilakukan polisi hingga pagi hari. Apa yang direncanakan KPK untuk menangkap Hasto tidak memperoleh hasil tetapi justru ditangkap polisi.

Demikian pula yang dilakukan oleh pihak istana juga menunjukkan harapan tipis pada KPK untuk tetap eksis. Ketika dua kali mengalami kegagalan, menggeledah kantor PDI-P dan mengejar Hasto, belum ada respon resmi dari presiden. Setidaknya perlu ada sikap resmi dari presiden dalam menyikapi kegagalan KPK. Bahkan yang muncul pergantian penyidik yang memeriksa kasus suap ini sehingga terkesan di mata publik bahwa memang sedang terjadi pelemahan KPK.

Menunggu Nasib Buruk KPK

Apa yang ditunjukkan Megawati ketika menyampaikan amarahnya ketika KPK melaksanakan kinerjanya menunjukkan ketidakseriusannya dalam memberantas korupsi. Selaku ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati seharusnya mengapresiasi ketika KPK melakukan kinerjanya bukan justru marah-marah dan menuduh sedang mengobok-obok partainya. Akan lebih mulia, di usianya yang sudah udzur ini,  Megawati membuat gebrakan untuk menangkap siapa saja yang melakukan korupsi, meskipun menimpa kadernya sendiri. Bukannya defensif dan menyalahkan KPK dengan berbagai tuduhan yang kontra produktif dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.

Ketika KPK mengalami pelemahan dan tiga institusi di atas ikut-ikutan diam, dan bahan ikut memojokkan, maka ini jelas sebagai upaya pelemahan terhadap KPK secara sistematis. Akan lebih arif bijaksana bila pemberantasan korupsi tidak terbatas pada wacana dan digaungkan ketika masa kampanye, namun redup ketika di pusat kekuasaan.                                                                                                                                                                                                             Drama yang dimainkan oleh tiga institusi ini merupakan jawaban sekaligus sikap mereka terhadap KPK. Kalau PDIP jelas sikapnya dan terlihat menginginkan KPK hanya sebagai alat politik untuk kepentingannya. KPK hanya untuk menangkap lawan politiknya dan lunak terhadap partainya dan tak perlu menangkap kadernya yang terlibat kasus korupsi.

Demikian pula kepolisian harus meminta maaf atas kesalaahan yang dilakukan anak buahnya ketika menghadap KPK, dan berjanji akan memproses hukum atas oknum di institusinya yang telah melakukan kesalahan karena menghalang-halangi tugas KPK. Hal ini sejalan dengan janji Kapolri yang baru, Idham Aziz, yang pernah berjanji akan memperkuat KPK.

Presiden sebagai atasan langsung dari KPK seharusnya mengambil sikap agar segera menetralisir dan mempertegas tugas KPK. Sebagai lembaga negara yang berada di bawahnya,  presiden selayaknya menindak tegas siapapun yang menghalangi tugas KPK. Membiarkan pihak-pihak tertentu untuk membully atau melemahkan KPK sama saja melemahkan dan meremehkan presiden.

Gagalnya tim KPK melakukan penggeledahan kantor PDI-P dan lepasnya Hasto dari kejarannya, merupakan tragedi besar. Betapa tidak, baru kali ini lembaga otonom yang berada di bawah komando langsung presiden gagal menjalankan tugasnya. Gagalnya menggeledah dan menangkap pihak-pihak yang diduga melakukan korupsi merupakan tamparan keras. Terlebih lagi kegagalan tim KPK dalam menjalankan tugas bukannya dibela oleh atasan langsung tetapi justru mengalami pembiaran, di tengah pembullyan terhadap dirinya.

Kalau nasib KPK hingga saat ini tidak mengalami perubahan, maka pelemahan terhadap KPK memang benar-benar sedang berlangsung. Hal ini sesuai dengan berbagai kekhawatiran masyarakat yang mana telah ada rencana untuk melemahkan KPK. Lemahnya KPK menunjukkan kuatnya pelaku korupsi dan putusnya harapan masyarakat untuk menciptakan pemeritahan yang bersih (clean government).

Surabaya, 21 Januari 2020  

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment