Menjadi Muslim Negarawan: Sumbangsih Pemuda Islam dalam Kebangkitan Peradaban Islam pada Era Nation-State (2)

Menjadi Muslim Negarawan: Sumbangsih Pemuda Islam dalam Kebangkitan Peradaban Islam pada Era Nation-State (2)

Menjadi Muslim Negarawan Sumbangsih Pemuda Islam dalam Kebangkitan Peradaban Islam pada Era Nation-State (2)

Artikel lanjutan dari Menjadi Muslim Negarawan: Sumbangsih Pemuda Islam dalam Kebangkitan Peradaban Islam pada Era Nation-State (1)

Pemuda Islam dan Problematika Kebangsaan

Problematika kebangsaan merupakan keniscayaan bagi dinamika perjalanan sebuah bangsa. Indonesia sebagai bangsa besar tidak luput dari permasalahan. Konflik SARA, keadilan hukum, keadilan sosial, konflik politik, degradasi ekonomi, kualitas pendidikan, narkoba, korupsi, dan tindak amoral merupakan diantara pekerjaan rumah yang belum terselesaikan hingga hari ini. Dalam Islam usaha penyelesaian masalah-masalah tersebut adalah suatu kewajiban, terutama bagi angkatan produktif.

Misal, salah problematika mendasar hingga saat ini adalah banyaknya penggangguran. Sebagaimana dilansir www.Indonesia-Invesments.com bahwa pengangguran di Indonesia pada tahun 2016 mencapai -+7 juta jiwa. Angka ini masih menunjukkan masalah penggangguran belumlah usai. Idealnya dengan sumber daya alam dan pasar yang besar, ekonomi kreatif ataupun ekonomi berdasar sumber daya alam harusnya dapat mencukupi kebutuhan pekerjaan. Permasalahan lainnya seperti narkoba sangat memprihatinkan dengan pengguna sebanyak -+5,9 juta sebagaiman dilansir BNN tahun 2015.

Itulah sekelumit masalah yang menghampiri bangsa. Ironisnya, masalah ini hinggap di generasi muda, seperti penggangguran, narkoba, dan amoral. Tentu ini menjadi catatan penting tersendiri. Bagi pemuda Islam khususnya, jamak masalah tersebut bukan pula sesuatu yang clear dari kalangan mereka. Maka diantara nilai solutif yang mereka harus kerjakan adalah sikap religius sebagai bentuk pengamalan agama mereka. Singkatnya, pemuda Islam ini kembali kepada nilai-nilai. Jika dikatakan sangat terkesan apologetik, penulis tentu memahami. Namun setidaknya itulah saran terbaik yang terbetik di pikir penulis. Proses mereka kembali kepada nilai Islam itu sendiri, pada hakikatnya akan mengantarkan mereka kepada perkembangan mereka tahap selanjutnya, yaitu muslim negarawan.

Pemuda Muslim adalah Muslim Negarawan

Muslim negarawan sumbangsih terbesar bagi bangsa ini, sebab Islam sebagai domain terbesar (kaum beragama terbesar) di Indonesia memiliki potensi daya people power yang besar untuk kemajuan bangsa. Menjadi seorang muslim negarawan bagi pemuda Islam setidaknya perlu beberapa penekanan, baik dalam hakikatnya, tugasnya, dan kapasitasya.

Secara hakikat, muslim negarawan adalah Muslim yang Indonesianis. Artinya, muslim negarawan harus paham benar apa arti Islam dan Indonesia sebagai identitas dirinya. Ia harus menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Islaman dan nilai-nilai ke-Indonesiaan. Tidak sekedar ber-KTP Islam dan “menumpang lahir” tanpa peduli dengan nilai-nilai ke-Islaman dank e-Indonesian. Menghormati dan menghargai para ulama dan pahlawan terkait perjuangannya. Menghayati nilai-nilai perjuangan dan berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan mereka.

Diantara tugas istimewa dan terpenting muslim negarawan yang tidak dimiliki negarawan lainnya adalah haruslah mampu mengintegrasi nilai Islam dan Keindonesiaan. Sebagaimana dikatakan diawal bahwa Islam dan Indonesia adalah dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan saling terhubung serta melengkapi satu sama lain. Dewasa ini dapat kita temui golongan muda yang terjebak dalam diskursus Islam vis-a-vis Indonesia. Seakan terlihat hanya fokus pada nilai-nilai keislaman, namun melupakan nilai keIndonesiaan atau sebaliknnya. Sikap ini tentu sikap yang dikotomis yang keliru.

Anwar Harjono menjelaskan dalam bukunya, Indonesia Kita: Pemikiran Berwawasan Iman-Islam (1995) , bahwa membangun Negara ini yang perlu memadukan pemikiran Islam dan ke-Indonesiaan. Satu sama lain saling melengkapi karena konsep Negara ini adalah Negara agamis (Anwar Harjono, 1995).

Bahkan Muhammad Natsir dalam karya Islam Sebagai Dasar Negara, menyatakan dengan tegas bahwa Pancasila tanpa agama, adalah sekuler. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa Negara oleh Founding Fathers bukanlah teokrasi ataupun sekuler melainkan teistik-demokrasi (Muhammad Natsir, 1957-1959).

Seorang Muslim negarawan harus memiliki kemampuan leading sector yang baik. Tentu, untuk mencapai hal tersebut diperlukan profesionalitas, integritas diri, komitmen, semangat juang, tekad baja, serta daya dan sikap kritis serta Solutif sekaligus. Pemuda muslim yang diharapkan pada saatnya menjadi muslim negarawan haruslah memiliki syarat-syarat tersebut. Hal ini tentu dicapai dengan berorganisasi secara baik, disamping menjalankan studi secara serius dan bertanggungjawab.

Nilai suatu ketahanan mutlak dimiliki oleh sebuah bangsa dan negara. Nilai ketahanan ini merupakan akumulasi yang didapat dari elemen-elemen bangsa yang peduli terhadap eksistensi kebangsaaan dan kenegaraan. Kepedulian ini dimanifestasikan dalam berbagai aspek kehidupan setiap elemen bangsa tersebut. Namun kepedulian ini tentu tidak dapat dicapai dengan jalan mudah, melainkan butuh komitmen, tekad, dan kemauan yang tinggi. Dalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia, bentuk bentuk kepedulian ini telah dilakukan sejak dahulu. Usaha-usaha yang pendahulu lakukan telah memberikan nilai ketahanan tinggi terhadap bangsa ini, sehingga dapat melewati masa-masa krisis baik pra-kemerdekaan dan pasca kemerdekaan.

Epilog

Pemuda Islam adalah salah satu terbesar harapan bangsa. Proses evolusi pemuda Islam sebagai bentuk abdinya kepada Negara dan agamanya sekaligus adalah menjadi seorang muslim negarawan. Pada tahap ini ia akan menjadi problem solver, setidaknya dalam bidangnya. Tentu untuk pada sampai tahap ini tidaklah mudah.

Penulis berkeyakinan kembali nilai-nilai Islam adalah salah satu jalan terbaik untuk menjadi muslim negarawan. Kembali kepada nilai-nilai Islam bukanlah suatu yang bertentangan dengan ajaran ke-Indonesiaan, bahkan nilai-nilai yang terkandung dalam Ke-Indonesiaan juga ada pada nilai-nilai ke-Islaman. Nilai-nilai perjuangan, ketulusan, profesionalitas, saling menghargai, dan sebagainya terangkum Indah dalam nilai-nilai ke-Islaman. Sebab pada hakikatnya Islam dan Indonesia sudah menyatu dan menjadi suatu identitas yang tidak terpisahkan. Menjadi muslim negarawan adalah menjadi Muslim Indonesianis. Peduli pada agama merupakan bentuk kepedulian pada Negara. Peduli pada Islam, bukan berarti mendiskreditkan agama lainnya. Sebab Islam selalu mengahargai pluralitas dan hak-hak umat beragama.

Pemuda Islam hari ini tidak perlu malu menunjukkan identitasnya. Menjadi muslim adalah menjadi Indonesia. Islam adalah agama dan Indonesia adalah Negara. Maka menjadi dan mengambil peran sebagai muslim negarawan adalah menjalankan serta menjayakan Islam dan Indonesia. Lalu bagaimanakah Islam di dunia Internasional?. Bukankah muslim negarawan malah mengkotak-kotakkan perjuangan?.

Menurut hemat penulis justru muslim negarawan (pemuda muslim) di tiap-tiap daerah muslimlah kuncinya. Penegakkan nilai-nilai ke-Islam-an sekaligus nilai-nilai kebangsaaan oleh muslim negarawanlah yang nantinya akan menghidupkan persatuan ke-Islam-an sekaligus persatuan bangsa-bangsa di dunia International. Hal ini didasari kemampuan Islam yang mengakomodir berbagai suku, etnis, ras, dan bangsa dalam nafas ajarannya. Jadi peradaban Islam adalah persatuan Islam dan bangsa-bangsa International. Hidup muslim Negarawan. Wallahu ‘alaam.

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment