Peran Ayah dalam Perspektif Pendidikan Islam

Peran Ayah dalam Perspektif Pendidikan Islam

Peran Ayah dalam Perspektif Pendidikan Islam

Suaramuslim.net – Dalam Islam, peran ayah begitu penting. Ia tidak hanya seorang imam tetapi juga pendidik. Yang namanya pendidik berarti bisa mencakup segala hal, baik pikiran, emosi, maupun perilakunya. Jadi, baik dan buruknya keluarga, terutama anaknya, itu tergantung kepala keluarganya, yang tak lain adalah sang ayah. Oleh sebab itu, seorang ayah punya tanggung jawab besar bagi anaknya.

  1. Mempersiapkan Anak sebagai hamba (Abdan) dan Khalifah

Ada dua kata kunci dalam Islam yang menyatakan bahwa manusia dibebankan sebagai hamba dan khalifah dalam hidupnya. Dua amanat ini mesti dipikul oleh manusia di sepanjang hidupnya. Ayah punya tugas untuk membimbing anaknya sejak kecil, agar menjadi hamba sekaligus khalifah yang baik. Allah subhanahu wa ta’ala sudah mewanti-wanti hal ini agar seorang ayah mempersiapkan anak-anaknya agar betul-betul menjadi hamba sekaligus khalifah yang baik. Hamba dan khalifah yang baik itu yang bagaimana? Jawabannya adalah dalam ayat sebagai berikut:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An Nisa: 9)

Rasa takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala itulah yang mesti dipunyai seorang ayah, karena dengan punya rasa takut itu akan menjaga anak-anaknya dengan serius. Ketakutan itu diisi dengan takwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan berucap benar. Takwa artinya melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Hal ini berarti mengajarkan anaknya untuk melaksanakan segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhi segala larangan-Nya.

Sedang, perkataan yang benar artinya mengajarkan kejujuran kepada anaknya. Jika tidak, sang anak akan terbiasa dengan kebohongan. Perkataan jujur dan benar adalah hal dasar yang menentukan kepada segala hal. Hamka menafsirkan kata qaulan sadida bermakna ucapan yang tepat yang timbul dari hati yang bersih, sebab ucapan adalah gambaran dari apa yang ada di dalam hati. Orang yang mengucapkan kata-kata yang dapat menyakiti orang lain menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki jiwa yang tidak jujur. Melihat dari pesan moral kisah di atas, betapa kejujuran menjadi nilai pertama yang dilihat. Apabila kejujuran tidak dilaksanakan sejak kecil maka akan merambat kepada perilaku pada saat remaja dan dewasa. Fenomena rusaknya moral remaja dan dewasa tidak bisa dilepaskan pada saat masa kanak-kanaknya.

  1. Ayah sebagai Pemimpin (Leader)

Islam menempatkan ayah sebagai pemimpin dalam keluarga, seperti  disebutkan dalam hadits berikut ini.

Dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa dia mendengar Rasulullah telah bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam (kepala negara) adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya dan akan diminta pertanggungjawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya dan akan diminta pertanggungjawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” Dia (Abdullah bin Umar r.a.) berkata, “Aku mendengar semua itu dari Rasulullah Saw. dan aku menduga Nabi juga bersabda”, “Dan seorang laki-laki pemimpin atas harta bapaknya dan akan diminta pertanggungjawaban atasnya dan setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.”  (HR Bukhari)

Dalam hadits di atas begitu gamblang perihal tanggung jawab seorang suami yang mencakup berbagai sisi dalam keluarga. Ia tidak hanya bertanggung jawab mencari nafkah tetapi juga dalam hal lainnya, seperti mengasuh anak, mengasihi anak dan istrinya, serta mendidiknya. Segalanya ada di dalam tanggung jawab seorang suami.

Dalam Islam, kepemimpinan seorang suami begitu penting. Arah angin keluarga tergantung nakhodanya, yaitu suami. Ia berkewajiban membina perilaku dan karakter para awaknya yaitu istri dan anaknya. Yang dibina tidak hanya soal moral tetapi juga iman. Tidak hanya sosial dan emosional, tetapi juga spiritual. Itulah kelebihan dalam Islam.

Seorang suami harus bisa membekali keluarganya yang tidak hanya bekal untuk di dunia tetapi juga di akhirat. Dalam arti bahwa seorang suami harus visioner, menatap jauh ke depan pada saat membimbing anggota keluarganya. Ia mengajarkan anaknya bukan saja keterampilan (skill), tetapi juga moral dan spiritual.

Seorang pemimpin keluarga harus bertanggung jawab dan bijaksana untuk membawa dan mengarahkan keluarganya ke jalan yang lebih baik. Ia harus menjadi suri teladan yang tidak hanya memerintah dan membimbing anaknya tetapi juga memberi contoh konkret.

Jika menginginkan anaknya salih, berbuat baik pada siapa pun, berkata-kata sopan, dan rajin beribadah, maka ayahnya harus terlebih melakukan hal demikian. Tantangan masa kini sungguh tidak mudah bagi seorang ayah. Era internet ibarat dua sisi mata uang, ia bisa mencelakai tetapi juga bisa memberikan manfaatnya. Di sinilah peran seorang pemimpin harus mampu bersikap apa yang mesti dilakukan terhadap anaknya.

Dalam Islam, hal yang paling ditekankan adalah keimanan dan akhlak. Oleh karena itu, betapa pentingnya seorang ayah menanamkan keimanan dan akhlak kepada anaknya. Karena bagaimanapun anak adalah penerus ayahnya dalam hal keimanan kepada Allah. Estafet Islam terus dilakukan turun temurun, sehingga ajaran Islam terus terpelihara di dunia ini.

Jadi keimanan dalam diri anak tidak muncul begitu saja. Ia harus dipupuk sejak dini. Hal itu bisa dilakukan dengan cara, misalnya, memberikan kisah-kisah tentang para nabi, para sahabat, dan orang-orang salih, yang beriman dan bertakwa kepada Allah.

  1. Ayah sebagai Pendidik (Educator)

Dalam QS Luqman ayat 13-19 menyiratkan bahwa seorang ayah juga pemimpin sekaligus pendidik bagi anaknya. Ia tidak dapat melepaskan masalah pendidikan anak-anaknya hanya kepada ibu dan sekolahnya. Anak memerlukan ayah dalam perkembangannya, yang tidak dapat digantikan.

Dalam beberapa hadits sahih juga disebutkan antara lain riwayat At Thabrani bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Didiklah anak-anakmu dengan tiga perkara: mencintai Nabimu; mencintai ahlul baitnya; dan membaca AlQur’an, karena orang-orang yang memelihara Al-Qur’an itu berada dalam lingkungan singgasana Allah pada hari ketika tidak ada perlindungan selain dari pada perlindungan-Nya; mereka beserta para Nabi-Nya dan orang-orang suci.”

Menjalankan peran dan tanggungjawabnya sebagai pendidik atau edukator, seorang Ayah adalah guru bagi anak-anaknya, baik di dalam maupun di luar rumah. Cakupan pendidikan yang bisa diberikan pada anaknya begitu luas. Tidak hanya masalah kognitif tetapi juga afektif, bahkan spiritual. Bukan hanya pendidik dalam hal akademik saja tetapi juga sosial dan nilai-nilai agama.

Bagaimanapun, seorang ayah, menurut Bloir, dapat berperan penting bagi perkembangan pribadi anak, baik sosial, emosional maupun intelektualnya. Pada diri anak akan tumbuh motivasi, kesadaran dirinya, dan identitas skill serta kekuatan/ kemampuan-kemampuannya sehingga memberi peluang untuk sukses belajarnya, identitas gender yang sehat, perkembangan moral dengan nilainya dan sukses lebih primer dalam keluarga dan kerja/kariernya kelak. Terhadap semua itu pengaruh peran ayah yang paling kuat adalah terhadap prestasi belajar anak dan hubungan sosial yang harmonis.

Rasulullah telah membuatkan metode yang jelas dalam rangka mencegah kesalahan-kesalahan pada anak serta meluruskan ketimpangan perilaku mereka. Orangtua yang berperan sebagai pendidik semestinya menempuh metode yang diberikan Rasulullah dan memilih metode yang paling patut dipakai dalam mendidik dan mengasuh anak ,sehingga para orangtua sampai pada apa yang mereka cita-citakan yaitu mendapatkan anak yang disiplin, beriman dan bertakwa.

Di antara metode Rasulullah dalam mencegah atau mengatasi kesalahan ialah pengarahan langsung. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis dari Abu Salamah, ia berkata, “Aku pernah di bawah asuhan Rasul, dan waktu itu tanganku menggamak ke sana – sini di dalam baskom besar, maka Rasul berkata kepadaku,”Wahau anakku, bacalah bismillah kemudian makanlah dengan tangan kananmu, dan makan makanlah yang dekat denganmu”.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment