Permodalan Jadi Kendala Pertanian di Banyurasa Tasikmalaya

Permodalan Jadi Kendala Pertanian di Banyurasa Tasikmalaya

Terdapat puluhan hektare lahan sawah di kampung pasir angin dan ditanami padi serta tanaman holtikultura. (ACTNews/Eko Ramdani).

TASIKMALAYA (Suaramuslim.net) – Sepanjang mata memandang, hamparan sawah yang ditanami padi memenuhi sebagian besar wilayah Kampung Pasir Angin, Desa Banyurasa, Kecamatan Sukahening, Kabupaten Tasikmalaya, Senin (3/8).

Tanaman padi yang dibesarkan di atas hektaran lahan sawah merupakan milik warga Kampung Pasir Angin. Sektor pertanian selama ini menjadi penopang utama ekonomi warga setempat walau berbagai kendala selalu hadir.

Salah satu petani yang juga tokoh warga setempat, Yoyo, menuturkan, kendala utama pertanian di kampung yang ada di atas pegunungan ini ialah permodalan serta harga pupuk serta obat tanaman yang cukup mahal.

Untuk modal saja, ia mencontohkan, tanaman cabai perlu dana 6 ribu rupiah per pohon sejak ditanam. Namun, itu pun tak ada jaminan bahwa pohon akan menghasilkan buah yang maksimal. Serangan hama serta cuaca yang berubah tiba-tiba bisa menjadi kendala pertanian.

“Belum lagi harga di pasar yang anjlok, sangat berpengaruh pada petani. Tapi kalau harga lagi tinggi di pasaran juga tidak berpengaruh banyak sama petani, soalnya ada tengkulak yang memainkan harga,” jelas Yoyo, Senin (3/8).

Petani di Kampung Pasir Angin pun tak pernah lepas dari jeratan tengkulak. Kondisi ekonomi mereka yang masih prasejahtera dan tak memiliki modal saat musim tanam, memaksa petani harus meminjam modal ke tengkulak. Pinjaman di awal ini lah yang kemudian mengikat petani hingga panen tiba.

Petani tak bisa mengakses langsung pasar, melainkan terpaksa menjual hasil taninya ke tengkulak yang meminjamkan modal tanam walau harga rendah. Petani pun tak memiliki banyak pilihan.

Mahalnya obat tanaman untuk tanaman pun menjadi permasalahan yang cukup memberatkan bagi petani di Pasir Angin.

Dede, salah satu petani mengatakan, untuk ukuran botol kecil obat tanaman, harganya bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Obat tersebut seharusnya diberikan ke tanaman secara rutin.

Sayang, harga yang mahal membuat petani harus mengakalinya dengan penggunaan yang kurang maksimal. Dampaknya pun dirasakan kurang baik karena hasil pertanian nantinya bakal kurang maksimal.

“Kalau untuk pupuk sebenarnya harganya stabil, tapi harga obatnya yang lumayan mahal. Kalau kami kasih obat sesuai anjuran, modalnya bakal besar dikeluarkan petani. Kami kurang sanggup untuk itu. Tapi kalau pemberian obatnya tak sesuai anjuran, hasil panen nanti kurang bagus juga,” ungkap Dede di rumah sederhananya yang ada di tengah area sawah.

Berbagai permasalahan yang dihadapi petani di Banyurasa membawa mereka pada kondisi prasejahtera secara ekonomi. Mereka hidup dalam kondisi pasrah pada keadaan. Ketika musim kemarau, kekeringan seketika menyergap dan membuat lahan pertanian kurang produktif. Akan tetapi, saat musim penghujan dan pertanian bisa dimaksimalkan, petani pun tak bisa meraup untung banyak untuk menyejahterakan ekonomi mereka.

Adanya tengkulak yang membeli panen dengan harga rendah serta harga pupuk dan obat tanaman yang kurang terjangkau menjadi kendala. Belum lagi kurangnya kemampuan petani memaksimalkan potensi pertanian untuk bercocok tanam jenis tanaman lain yang mungkin saja bisa menguntungkan.

Namun, bagi Dede dan petani lainnya, pertanian di Kampung Pasir Angin akan bisa maksimal jika terdapat permodalan yang memadai. Hal ini diperlukan agar mereka tak bergantung pada tengkulak.

“Kalau ada bantuan permodalan serta pendampingan untuk petani, warga di sini sangat menyambut baik. Semua potensi pertanian akan kami maksimalkan,” tambah Dede.

Reporter: Chamdika Alif
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment