Persneling Ibadah Ramadan Kita

Persneling Ibadah Ramadan Kita

Amalan-Amalan di Bulan Syawal
Ilustrasi ibadah. (Ils: Dribbble/Ali Shah Designs)

Suaramuslim.net – Saat kita sedang mengemudikan kendaraan tentu terlebih dahulu perlu melakukan pemindahan gigi atau persneling khususnya pada kendaraan dengan transmisi manual.

Cara kerjanya sesuai dengan kecepatan saat melaju, sehingga bisa nyaman dan aman saat berada di jalan raya. Kesalahan dalam penggunaan gigi yang tidak sesuai dengan kecepatan tentu akan mempercepat aus dan rusaknya beberapa komponen kendaraan tersebut.

Posisi transmisi 1 dipakai pada kecepatan 0 sampai dengan 20 km/jam. Artinya, gigi 1 ini dipakai saat mobil masih di posisi diam hingga berjalan dengan kecepatan maksimal 20 km/jam.

Fungsi gigi 2 adalah untuk mengemudikan kendaraan pada kecepatan 15 km/jam sampai dengan 35 km/jam. Sedangkan gigi 3 pada kecepatan 30 sampai 60 km dan gigi 4 pada kecepatan 50 sampai 80 km sementara gigi 5 pada kecepatan di atas itu.

Ketidaksesuaian pemindahan gigi dengan kecepatan hanya akan membuat kendaraan tersebut cepat rusak. Sehingga posisi gigi harus disesuaikan dengan kecepatan yang seharusnya dijalankan.

Puasa Ramadan yang sedang kita lalui dapat diibaratkan dengan posisi gigi atau persneling kendaraan tersebut. Ramadan sebagaimana disebutkan melalui tiga tahapan yang dalam setiap tahapannya berlaku dalam 10 hari.

“Awal bulan Ramadan adalah rahmat, bagian pertengahannya adalah magfirah (ampunan) dan bagian akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.” (Ibnu Abi Ad-Dunyaa, al-Khatiib al-Baghdadiy dan Ibnu Asaakir).

Derajat hadis ini adalah dhoif namun dapat digunakan untuk kepentingan memotivasi kebaikan (fadhail amal). Jika berdasar riwayat tersebut, maka ibarat berpuasa di bulan Ramadan adalah sebuah perjalanan mengendara. Maka 10 hari di awal Ramadan adalah saat memulai mengendarai kendaraan kita. Mungkin saat itu persneling kendaraan berada di posisi gigi 1 dan 2 dengan kecepatan 10 hingga 35 km perjam.

Ibadah pada saat itu mungkin masih sebatas senang, salat tarawih yang dilakukan masih biasa-biasa saja, mungkin masih agak sulit bangun tidur untuk sahur, baca Al-Qur’an juga masih sedikit-sedikit sekalipun lebih banyak dibandingkan selain bulan Ramadan. Semua itu dapat dimaklumi karena masih tahap awal memulai puasa.

Namun saat masuk pada tahap 10 hari kedua, maka ibarat persneling kendaraan sudah mulai masuk gigi 3-4 dengan kecepatan 40 hingga 80 km/jam. Artinya harusnya pada tahap ini kekuatan ibadah semakin meningkat, semangat untuk melakukan kebaikan semakin bertambah, qiyamullail, bacaan Al-Qur’an, kualitas zikir dan sedekah semakin meningkat melebihi hari-hari sebelumnya dengan sebuah harapan besar agar dosa terampuni. Karena pada tahap ini Allah membuka pintu ampunan selebar-lebarnya.

Kemudian pada tahap ke-3 di 10 hari terakhir, ibarat persneling kendaraan telah masuk gigi 5 dan berada pada kecepatan maksimal.

Demikian pula power ibadah Ramadan pada tahap akhir ini harusnya berada pada puncak-puncaknya. Sehingga Rasulullah di 10 hari terakhir Ramadan menghabiskan waktunya untuk melakukan ibadah iktikaf di masjid. Karena pada 10 terakhir inilah terdapat suatu momentum penting yaitu lailatul qadar.

Barang siapa yang mendapatinya pada akhir Ramadan ini maka akan mendapatkan pahala yang luar biasa yaitu melebihi kebaikan dari seribu bulan.

Lailatul qadar ini tentu tidak akan didapatkan oleh seseorang kecuali dirinya sedang melaksanakan ibadah di masjid. Karena itulah bagi seorang yang cerdas (al kayyis) tentu akan memaksimalkan aktivitas ibadahnya di akhir Ramadan untuk banyak melakukan pendekatan kepada Allah agar dirinya mendapatkan hidup yang berkualitas. Yaitu sekalipun usia dirinya tidak lama hidup di dunia (usia normal umat Muhammad 60-70 tahun saja) namun mampu mendapatkan nilai kebaikan melebihi dari seribu bulan (83 tahun).

Bagi seorang yang cerdas (al kayyis) tentu akan menggunakan masa-masa akhir Ramadan dengan sangat maksimal dan optimal karena kualitas hidup seseorang di dunia ditentukan pada kualitas di akhir hayatnya. Sebagaimana sabda Nabi:

“Sesungguhnya amalan-amalan (seorang hamba) itu tergantung pada amalan-amalan penutupnya.”  (Al-Bukhari).

Kualitas seseorang dalam hidup dan ibadah dapat dilihat pada bagaimana mereka memaksimalkan diri pada saat mendekati titik finish. Mungkin seseorang bisa jadi terlupakan dan terlewatkan dalam menjalankan kebaikan di awal Ramadan karena banyaknya kesibukan yang menyita. Namun jangan kemudian sesi terakhir juga hilang tanpa makna. Sempurnakan kualitas ibadah saat berada di sesi akhir Ramadan. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah:

Yang menjadi patokan adalah kesempurnaan di akhir, bukan kekurangan di awal.

Berkaitan dengan optimalisasi sesi terakhir Ramadan ini, Ibnul Jauzi berkata:

Sesungguhnya, seekor kuda pacu saat mendekati garis finish, ia akan mengerahkan tenaganya semaksimal mungkin agar bisa memenangkan perlombaan.

Karena itu, jangan sampai seekor kuda pacu bisa lebih cerdas darimu!!. Karena sesungguhnya setiap amalan itu tergantung akhirnya. Dan sungguh apabila dirimu belum bisa melakukan yang terbaik saat penyambutan, maka masih ada peluang bagimu untuk melakukan yang terbaik saat perpisahan.

Sayangnya, tidak sedikit dari umat ini yang berlaku sebaliknya, Ramadan berlalu begitu saja. Setiap tahapan waktu yang dilalui dalam bulan Ramadan yang harusnya semakin menguatkan kualitas ibadah namun tidak teroptimalkan dengan baik.

Mall-mall dan pusat perbelanjaan telah menggantikan maraknya aktivitas ibadah di masjid pada akhir-akhir Ramadan. Inilah fenomena yang terjadi di tengah masyarakat kita. Akankah kuda telah menjadi lebih cerdas dari diri kita??!!

Wallahu a’lam

Akhmad Muwafik Saleh
Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Tanwir al Afkar Tlogomas Malang ; Dosen FISIP UB, Sekretaris KDK MUI Propinsi Jawa Timur, Motivator Nasional Bidang Komunikasi Pelayanan Publik, Penulis 16 Buku Best Seller.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment