Politisasi Pembebasan Abu Bakar Ba’asyir  

Politisasi Pembebasan Abu Bakar Ba’asyir  

Keluarga: Hentikan Fitnah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir Terlibat Teror Bom
Abu Bakar Ba'asyir (Foto: bbc.com)

Suaramuslim.net – Pembebasan Abu Bakar Ba’asyir menjadi polemik sekaligus krusial di mata publik. Satu sisi bahwa pembebasan tokoh yang divonis karena kasus terorisme ini, dianggap murni karena alasan kemanusiaan, dan ini menunjukkan bahwa rezim ini cinta dengan  ulama. Di sisi lain, pembebasan ini dianggap sebagai pemanfaatan momentum untuk pencitraan dan upaya meningkatkan elektabilitas petahana. Pemberitaan yang demikian gencar dan massif dari tim pendukungnya di berbagai media dianggap publik sebagai bukti empirik bahwa pembebasan Ba’asyir ini telah dipolitisasi.

Pembebasan Ba’asyir Kemanusiaan atau Politik 

Pembebasan Ba’asyir merupakan kabar gembira bagi publik, khususnya umat Islam. Sudah lama dorongan untuk membebaskan tahanan politik ini diupayakan. Di usianya yang sudah lanjut dan kecil kemungkinan untuk melakukan gerakan-gerakan yang membahayakan negara, maka muncul dorongan untuk membebaskannya. Atas usulan pembebasan itu, ada beberapa pihak yang mengaku memiliki kontribusi dalam pembebasan ulama ini. Satu di antaranya Yusril Ihza Mahendra, pengacara sekaligus penasihat hukum pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Yusril dianggap berhasil meyakinkan presiden untuk memberi kebebasan kepada Abu Bakar Ba’asyir karena telah memasuki usia lanjut.

Ba’asyir sudah menjalani tahanan 9 tahun dari vonis penjara 15 tahun, sementara usianya yang lebih dari 80 tahun dan menderita sakit sehingga membutuhkan perhatian khusus dari keluarga, maka pembebasan itu dianggap murni kemanusian. Bahkan Presiden Jokowi menyatakan bahwa Ba’asyir dibebaskan karena alasan kemanusiaan, karena kesehatannya yang terus menurun. Jokowi meminta kepada Yusril untuk menelaah, berdialog, dan bertemu dalam upaya pembebasan Ba’asyir ini. Yusril juga beralasan agar ulama tidak berlama-lama di lembaga pemasyarakatan.

Yusril juga mengaku bahwa dirinya sebagai penasihat hukum dan tidak berada di bawah komando Erick Thohir (Tim TKN Jokowi-Ma’ruf). Yusril juga menyatakan bahwa pembebasan Ba’asyir ini tidak terkait dengan pemilihan presiden 17 April 2019. Apa yang dilakukan Yusril, murni kapasitas sebagai advokat. Sehingga pembebasan Ba’asyir ini  murni kemanusiaan dan tidak terkait politik.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Tim Kampanye Nasional (TKN) Paslon no 1 yang menolak tudingan sebagian kalangan bahwa presiden sengaja memutuskan membebaskan Ba’asyir menjelang pemilu demi meningkatkan elektabilitasnya. Namun, pernyataan yang agak janggal ketika Razman Arif Nasution, juru bicara TKN Jokowi-Ma’ruf, yang menyesalkan tindakan Yusril yang tidak berkoordinasi dengan TKN saat mengusulkan pembebasan narapidana terorisme itu kepada presiden.

Hal ini menunjukkan bahwa di satu sisi bahwa pembebasan Ba’asyir dianggap murni kemanusiaan, tetapi di sisi lain pernyataan juru bicara tim TKN menunjukkan ada kepentingan lain sebagaimana yang dikhawatirkan publik, yakni untuk memanfaatkan momentum politik ini. Kalau memang pembebasan itu murni kemanusiaan, maka tidak seharusnya ada persoalan apakah perlu koordinasi dengan TKN atau tidak. Di sinilah tidak bisa menutupi adanya aroma politik di balik pembebasan Ba’asyir ini.

Politisasi terhadap kasus pembebasan Ba’asyir ini disampaikan oleh mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai. Dia menuding pembebasan Ba’asyir dipolitisir oleh tim pemenangan Capres Jokowi-Ma’ruf Amin. Waktu pemutusan pembebasan sengaja didekatkan menjelang Pemilu. Padahal narapidana kasus terorisme tersebut sesungguhnya sudah berhak bebas bersyarat pada Desember 2018.

Pigai menuturkan bahwa tahun 2016, Komnas HAM berinisiatif  memohon pembebasan Abu Bakar Ba’asyir kepada presiden. Sebab berdasarkan penyelidikan  internal komisi ditemukan fakta bahwa Ba’asyir  seolah diisolasi dari lingkungan lembaga kemasyarakatan Nusa Lambangan, Cilacap, Jawa tengah, seperti dilarang shalat Jum’at berjemaah di masjid. Di samping itu, kondisi fisik Ba’asyir sudah renta dan sakit-sakitan sehingga Ba’asyir di pindah ke Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat agar bisa dirawat lebih baik.

Tahun 2017 Komnas sudah berkirim surat kepada presiden agar Kepala Negara mengakhiri masa hukuman Ba’asyir demi kemanusiaan, namun terus mengalami penundaan. Begitu mendekati masa Pemilu untuk memilih presiden, pembebasan Ba’asyir mulai diblow-up sehingga ada kesan bahwa pembebasan tahanan politik ini berkat jasa besar Petahana. TKN memanfaatkan momentum ini untuk menaikkan dan menggaet suara. 

Upaya untuk Menghilangkan Sejarah Buruk dengan Ulama

Pembebasan Ba’asyir murni alasan kemanusiaan sudah seharusnya dikedepankan tanpa harus memanfaatkan momentum untuk meningkatkan elektabilitas paslon tertentu. Andaikata pembebasan itu dilakukan jauh-jauh hari, maka publik tidak memiliki prasangka buruk sebagaimana yang berkembang. Sebaliknya, ketika pembebasan Ba’asyir dilakukan jelang pemilu, akan wajar bila masyarakat memiliki pandangan yang demikian. Blow up yang demikian besar dari TKN Jokowi-Ma’ruf menunjukkan bahwa pembebasan Ba’asyir tidak murni alasan kemanusiaan semata.

Meskipun dipungkiri oleh TKN Petahana, namun publik tidak bisa dikelabuhi bahwa pembebasan itu sangat kentara muatan politisnya. Pernyataan yang menyesalkan tindakan Yusril karena pembebasan Abu Bakar Ba’asyir tidak berkoordinasi dengan TKN, menunjukkan bahwa politisasi pembebasan Ba’asyir sangat kental aroma politisnya.

Bagi Petahana, pembebasan Abu Bakar Ba’syir ini untuk menunjukkan bahwa negara tidak ada problem dengan ulama. Artinya, di era kepemimpinan nasional ini, ulama tidak lagi dikriminalisasi atau distigma buruk. Hal ini sekaligus sebagai jawaban bahwa rezim ini sangat ramah dan mencintai ulama. Di sisi lain bahwa pembebasan Ba’asyir ini merupakan kredit poin bagi  Yusril, yang telah memiliki andil dan kiprah positif terhadap umat Islam, yakni berhasil mendekati pemerintah dan langkah politiknya menguntungkan bagi umat Islam.*

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment