PSI, Anti Poligami, dan Blunder Politik

PSI, Anti Poligami, dan Blunder Politik

Survei CSIS: 9 Partai Tidak Lolos Parlimentary Treshold, PSI Salah Satunya
Ketua Umum PSI Grace Natalie dan Ketua DPP PSI Tsamara Amany (Foto: Istimewa)

Suaramuslim.net – Seolah menjadi satu kesatuan dalam komando, ritme dan langkah, satu persatu aktivis Partai Sosialis Indonesia (PSI), menyuarakan anti poligami. Mereka secara maraton menyampaikan satu hal yakni untuk mendegradasi poligami di Indonesia. Satu kader PSI menyatakan bahwa poligami menciptakan ketidakadilan, menyakiti perempuan, dan menyebabkan anak terlantar. Kader yang lain melawan poligami guna menunjukkan dirinya sebagai anak yang cinta pada ibu, suami yang mencintai istri, dan ayah yang mencintai anak. Sementara kader yang lain menegaskan bahwa poligami melahirkan kekerasan, dan bukan berasal dari ajaran Islam.

Tujuan sebenarnya bukan semata-mata menolak poligami, tetapi ujungnya adalah untuk meraih suara kaum perempuan di arena Pemilu yang akan datang. Pandangan menolak poligami bukan saja menunjukkan kualitas aktivis PSI yang lemah dalam memilih isu tetapi juga menunjukkan rendahnya pemahaman keagamaan mereka.

PSI dan Anti Poligami

Pernyataan terbaru dari Komisioner Komisi Nasional Perempuan Imam Nahe’I, yang turut mengomentari sikap PSI dalam melarang praktik poligami, semakin meramaikan opini publik. Menurutnya, poligami termasuk kekerasan terhadap perempuan. Dia menunjukkan data adanya kekerasan terhadap perempuan. Poligami atau nikah sirri itu tidak tercatat secara resmi dan rawan terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga. Dia menandaskan bahwa poligami bukan ajaran Islam, dan jauh sebelum Islam, praktik poligami sudah dilakukan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ketua Umum PSI, Grace Natalie yang mengatakan bahwa partainya menolak praktik poligami dan tidak akan merestui kader, pengurus, dan anggota legislatif dari PSI.

Anti poligami dari personal PSI berlanjut, sebagaimana merujuk pada apa yang dikatakan oleh Dara Adinda Nasution dalam diskusi di Gado-gado Boplo, Kuningan Jakarta Selatan (15/12/2018). Dia menyatakan bahwa poligami banyak mendatangkan mudharat daripada manfaat. Dia merujuk pada hasil riset LBH APIK yang menyimpulkan bahwa poligami menyebabkan ketidakadilan, menyakiti perempuan, dan anak terlantar. Bahkan dia akan memperjuangkan dan melarang poligami bagi perjabat publik, baik di legislatif, eksekutif, yudikatif dan ASN. Dengan kata lain, muara perjuangan orang PSI adalah memerangi poligami, dan dalam konteks politik, hal ini bertujuan untuk meraih suara perempuan yang memiliki jumlah yang cukup signifikan.

Apa yang disuarakan aktivis PSI tentu saja memantik pendapat sejumlah pihak, dan ini menunjukkan ideologi kelompok PSI yang anti agama. Beberapa waktu lalu, aktivis PSI juga menentang Perda Syariah, sehingga perlawanan terhadap poligami  menunjukkan hal yang kompatibel. Reaksi yang cukup keras atas penolakan poligami datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang secara spontan menyatakan bahwa pandangan PSI itu menyesatkan. Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas. Menyatakan bahwa Islam membolehkan poligami asal suami bisa berlaku adil  terhadap istri-istrinya, tapi kalau takut tidak bisa berbuat adil maka beristrilah satu saja. Ini menunjukkan bahwa Islam memberi ruang pada poligami dan tidak melarangnya, sebagaimana pandangan aktivis PSI.

Salah Memilih Isu dan Rendahnya Pemahaman Agama

Apa yang disuarakan oleh aktivis PSI, dalam melawan poligami, bukan saja menantang pandangan umum (mainstream) kaum muslimin, tetapi juga menentang keberadaan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah, yang telah dilakukan oleh para ulama dan kaum muslimin. Dalam melaksanakan poligami, para ulama merujuk pada apa yang diajarkan nabi dan dilakukan para sahabat sebagai generasi penerusnya. Hal ini seolah menunjukkan bahwa apa yang dikatakan oleh aktivis PSI merupakan salah satu di antara dua fenomena, yakni orang yang tidak tahu sejarah dan ajaran Islam, atau orang yang memang dengan sengaja menantang ajaran poligami.

Bisa jadi apa yang disuarakan aktivis PSI karena melihat praktik poligami yang dilakukan oleh orang-orang yang bermasalah dalam berpoligami. Artinya, data yang dirujuk adalah praktik poligami yang tidak adil, sehingga melahirkan ketidakadilan bagi perempuan atau penelantaran anak. Dengan kata lain, data yang dijadikan rujukan adalah praktik poligami dimana seorang suami tidak memerhatikan atau cenderung kepada salah satu istrinya, sehingga istri yang lain mengalami ketidakadilan.

Mengapa aktivis PSI tidak memfokuskan pada pembelaan terhadap perempuan yang mengalami ketidakadilan dalam praktik poligami, tanpa mengambil kesimpulan bahwa poligami harus diperangi. Sementara poligami sendiri memang dipraktikkan dan pernah berlangsung, serta menjadi budaya dalam komunitas Islam. Aktivis PSI seharusnya adil dalam melihat orang-orang yang berhasil dalam membangun rumah tangga ketika mempraktikkan poligami. Hal ini sungguh tidak adil ketika mengesampingkan praktik poligami yang berhasil dengan menonjolkan dan mem-blow-up praktik poligami yang keluar dari ketentuan syariat Islam.

Tentu saja masyarakat akan mempertanyakan mengapa PSI tidak mempersoalkan komunitas LGBT dan perzinaan yang demikian terbuka dan merusak sendi-sendi kehidupan sosial, dan kedua praktik itu (LGBT dan Perzinaan) jelas-jelas dilarang oleh Islam. Umat Islam akan simpati bila PSI memperjuangkan itu.

Dalam konteks Pemilu, apa yang dikampanyekan oleh PSI ketika melawan poligami,  justru kontrakproduktif. Alih-alih memperoleh simpati kaum muslimin tetapi justru memperoleh perlawanan dan bahkan menjadi blunder sehingga kaum muslimin bukannya simpati terhadap PSI tetapi antipati. Dalam pandangan kaum muslimin, PSI bukan saja salah dalam memilih isu politik dalam meraih suara umat Islam, tetapi juga menunjukkan rendahnya pemahaman keagamaan. Hal ini akan tertanam kuat dalam benak kaum muslimin dan akan melakukan perlawanan dengan tidak memilihnya dalam Pemilu mendatang.

*Ditulis di Surabaya, 17 Desember 2018

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment