Puasa Melahirkan Rasa Syukur

Puasa Melahirkan Rasa Syukur

Ibadah Puasa yang Melahirkan Rasa Syukur

Suaramuslim.net – Siang itu, sepasang suami istri tengah duduk di atas dermaga kecil yang ada di sudut sebuah danau. Mereka tak henti-hentinya mengagumi keindahan danau yang berair jernih dan berhawa sejuk itu.

“Subhanallah, indah sekali danau ini ya, Pak,” ucap sang istri.

“Alhamdulillah, kita diberi kesempatan untuk menikmati keindahan danau yang tiada duanya,” balas sang suami.

Sementara itu, di dalam danau sepasang ikan jantan dan betina juga sedang berduaan. Mereka mendengar dengan jelas pembicaraan pasangan suami istri yang sedang berwisata di tepi danau. Ikan betina merasa ngiri dengan pembicaraan dua orang manusia di atas air itu.

“Wah enak sekali ya dua orang manusia itu,” ucapan ikan betina.

“Memang kenapa?” tanya ikan jantan.

“Mereka bisa melihat danau yang indah,” jawab ikan betina. “Kapan kita bisa jalan-jalan melihat danau indah yang dibicarakan dua orang itu?”

Pembaca budiman, tentu saja kisah di atas tidak benar-benar terjadi. Tetapi pesan utama dari kisah di atas mungkin benar-benar sudah terjadi. Dalam kisah di atas ada dua orang manusia di atas danau yang menikmati indahnya danau, sementara dua ikan yang di dalam danau tidak pernah bisa menikmati keindahan danau itu sendiri.

Di dalam hidup ini, sering kali kita bisa merasakan sebuah kenikmatan manakala kenikmatan itu berjarak dengan diri kita. Sebuah keadaan terasa sebagai kenikmatan saat belum atau sudah tidak kita miliki. Saat belum punya mobil seseorang dengan mudah bisa mengatakan bahwa naik mobil itu sebuah kenikmatan. Namun bagi seseorang yang sudah bertahun-tahun memiliki mobil bepergian dengan mobil itu sering kali dirasakan sebagai sesuatu yang biasa saja. Kenikmatan naik mobil itu akan terasa lagi saat mobilnya hilang dan ia terpaksa bepergian dengan naik angkutan umum.

Puasa adalah mekanisme ritual yang hadir untuk memutus keakraban kita dengan berbagai kenikmatan. Harapannya, dengan berpuasa shaimun, orang yang berpuasa, akan menjadi hamba yang pandai bersyukur. Selama berpuasa setiap diri dipaksa untuk berjarak dengan kenikmatan-kenikamatan yang barangkali tidak lagi terasa sebagai kenikmatan.

Di siang hari selama bulan Ramadhan kita tidak boleh minum. Kerongkongan kita menjadi kering. Saat itu menjadi terasa betapa nikmat dan berharganya segelas air putih. Dan selanjutnya mari hitung berapa liter air putih yang telah Allah anugerahkan kepada kita selama ini. Beribu-ribu liter air putih telah kita minum. Sayangnya, kita tidak lagi merasakannya sebagai kenikmatan.

Begitu banyak anugerah Allah yang tidak lagi kita lihat sebagai kenikmatan. Sewaktu anugerah itu hilang barulah kita merasakannya betapa selama ini kita diberi kenikmatan yang banyak. Seorang kawan pernah kehilangan kenikmatan duduk selama beberapa bulan. Gara-gara salah urat, setiap kali duduk punggungnya terasa seperti ditusuk-tusuk dengan pisau. Lalu mengapa kita yang bisa duduk tanpa rasa sakit tidak mensyukurinya?

Makan, minum dan berhubungan suami istri adalah simbol-simbol kenikmatan. Semuanya tidak boleh lakukan. Kita dipaksa berjarak sejenak dengan simbol-simbol kenikmatan itu agar timbul kesadaran bahwa selama ini hidup kita telah bergelimang kenikmatan. Dalam kondisi selalu tenggelam dalam kenikmatan membuat kita tidak lagi bisa melihat sebuah anugerah sebagai kenikmatan. Persis seperti ikan  yang ingin melihat indahnya danau, padahal ia berada di dalam danau. Akibatnya kita menjadi hamba yang tidak pandai bersyukur.

Kemampuan untuk mensyukuri nikmat adalah sesuatu yang penting. Syukur adalah jalan untuk menggapai turunnya kenikmatan yang lain. Seseorang yang tidak pandai beryukur pasti akan kehilangan kenikmatan yang ada padanya dan pada gilirannya mendatangkan derita. Allah telah menyampaikan pentingnya syukur di dalam Al-Quran.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7)

Mari bersiap menyambut puasa Ramadhan. Mari bersiap berjarak dengan beberapa kenikmatan, agar kita menjadi hamba yang pandai bersyukur. Semoga dengan itu Allah menambahkan berbagai kenikmatan yang lain. Amin.

Kontributor: Awang Surya*
Editor: Oki Aryono

*Penulis dan motivator spiritual, tinggal di Bogor

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment