Suaramuslim.net – Semua agama, baik Islam, Kristen, Hindu, Budha telah mempunyai pengalaman dalam peristiwa radikalisasi pemikiran keimanan yang menghasilkan perilaku memberontak dengan dasar pemikiran dan cara-cara tidak nalar.
Dalam pengalaman kesejarahan agama Islam, yang terjadi saat ini, sebenarnya juga bukan barang baru dan telah terekam dalam khazanah pergulatan pemikiran Islam. Peristiwa radikalisasi dan teror telah ada jawabannya dalam pengalaman sejarah dan literatur pemikiran Islam.
Oleh karena itu, Islam tidak akan tersudutkan dengan peristiwa-peristiwa radikalisasi, terorisme atau apa pun istilahnya jika kita mencermati peristiwa dan sejarah pemikiran Islam.
Misal kita mencermati:
- Situasi yang menyebabkan kemunculan Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah sehingga memunculkan paham yang fatalis
- Situasi hegemonistik kekuasaan yang memunculkan aliran Murji`ah yang meminimaliskan pemikiran keimanan
- Situasi pertentangan antar aliran yang memunculkan aliran yang sangat akomodatif yaitu Aswaja Asy’ariyah dan Maturidiyah. Karena sangat akomodatifnya apabila berada atau masuk dalam situasi kebebasan berfikir, jika tidak hati-hati justru dapat muncul dalam bentuk penggunaan metode Machiavelistik yang mengesampingkan hal-hal prinsip.
Dalam era modern, tersedia banyak metode dan sarana brainwashing yang mempercepat proses radikalisasi secara masif. Lalu bagaimana melakukan deradikalisasi itu? Mengapa tidak dibuka saja, siapa yang telah melakukan radikalisasi dan untuk tujuan apa?
Membuka hal itu penting untuk proses pencerdasan masyarakat, karena musuh utama radikalisasi adalah daya kritis yang memunculkan kerjasama masyarakat. Daya kritis itu muncul jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup tentang radikalisasi dan tujuan radikalisasi.
Jika hal itu tidak dibuka, maka patut untuk dipertanyakan bahwa ada yang disembunyikan atau karena telah terjadi situasi ketidak berdayaan.
Bukan rahasia lagi bahwa radikalisasi dilakukan oleh negara superpower yang berebut hegemoni kekuasaan untuk menguasai sumber daya.
Ekses radikalisasi yang menyebar ke berbagai negara yang terdampak diantisipasi hanya dengan bantuan dana, informasi dan keahlian teknis dalam mengatasi teror. Namun bantuan itu justru juga dimanfaatkan untuk menguasai sumber daya dari negeri yang terkena ekses karena ketidak berdayaan negeri bersangkutan.
Penulis: Agus Mualif Rohadi
Editor: Muhammad Nashir