SURABAYA (Suaramuslim.net) – Sebagai negara dengan mayoritas beragama Islam, tradisi berbuka puasa dengan hidangan yang beragam merupakan hal yang marak dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan tingkat konsumsi masyarakat cenderung meningkat pada bulan Ramadhan. Kebiasaan ini telah membiaskan makna sebenarnya dari ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Muhammad Nafik Hadi Ryandono, SE., M.Si selaku Kepala BPBRIN UNAIR Surabaya dalam talkshow Ranah Publik Suara Muslim Radio Network pada Jumat (14/03/25), bahwasanya bulan Ramadhan ini seharusnya dimaknai sebagai bulan yang menguntungkan, baik dari aspek keimanan, kesehatan, maupun segi materi.
“Puasa dapat menjadi sarana terbaik untuk menghemat perekonomian masyarakat Indonesia,” ujar Nafik.
“Kita sehari biasanya makan tiga kali sehari, nah sekarang saat berpuasa tinggal dua kali kan? Berarti yang sepertiga itu mustinya dapat menjadi tabungan kita. Bayangkan, kalau jumlah umat muslim ini sekitar 230 juta di Indonesia lalu katakanlah yang berpuasa penuh 100 juta saja. Kalau rata-rata sekali makan 20 ribu, kali seratus juta, berarti berapa itu? Kan 2 triliun ya? Tidak main-main itu perhari, dikalikan 30 hari kita berpuasa, menjadi 60 triliun. Nah inikan sebuah sumber daya ekonomi yang sangat luar biasa.” Ujar Nafik.
Menurutnya, rotasi pola konsumsi masyarakat Indonesia yang biasanya terdapat makan siang setiap harinya, kini dapat berkurang karena adanya ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Hal inilah yang digaris bawahi dapat menjadi peluang yang menguntungkan untuk umat Islam, khususnya muslim di Indonesia dalam mengelola keuangan menjadi lebih baik.
Lebih lanjut, ia mengkritisi adanya fenomena mengekspos kegiatan berbuka puasa yang berlebihan di kalangan generasi muda. Hal ini bertentangan dengan semangat kesederhanaan yang diajarkan dalam agama Islam. Puasa Bulan Ramadhan diperintahkan kepada Umat Muslim tidak lain bertujuan agar setiap manusia dapat merasakan keterbatasan yang dialami fakir dan miskin.
“Puasa mengajarkan kita untuk berempati terhadap orang lain. Ketika kita merasakan lapar, kita bisa memahami bagaimana rasanya menjadi orang yang kekurangan makanan setiap hari. Ini mengasah kepekaan sosial dan mengurangi sikap egois.” Jelas guru besar Ekonomi Islam UNAIR tersebut.
Di samping itu, dampak meningkatnya konsumsi masyarakat ini juga menjadi keuntungan tersendiri bagi para pedagang makanan. Hidangan untuk berbuka puasa yang akrab disebut dengan takjil, laris di pasaran selama bulan ramadhan.
Dengan demikian agar tercapainya manfaat ekonomi dari kedua belah pihak, diperlukan keseimbangan, sehingga bulan Suci Ramadhan dapat lebih bermakna dan berkualitas.
Pewarta: Aisyah Nurjulita
Editor: Muhammad Nashir