Rapat Tahunan MUI: Bahas Bencana Hingga Masalah Uyghur

Rapat Tahunan MUI: Bahas Bencana Hingga Masalah Uyghur

Rapat Tahunan MUI: Bahas Bencana Hingga Masalah Uyghur
Rapat Tahunan MUI membahas Bencana Tsunami Hingga Masalah Uyghur (Foto: MUI)

JAKARTA (Suaramuslim.net) – Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) menyampaikan tiga pesan kepada umat dalam Rapat Pleno Ke-33, Rabu (26/12) di Aula Buya Hamka, Gedung MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat.

Ketua Wantim MUI, Prof. Dr. Din Syamsuddin, memaparkan ada tiga tema penting yang dibahas pada Pleno Ke-33 yang bertemakan Muhasabah Kehidupan Umat Akhir Tahun Miladiyah.

Pertama, Wantim MUI merasa prihatin akan musibah dan bencana alam selama fase 2018 ini, antara lain, Gempa Lombok, Tsunami Palu dan Donggala, dan Tsunami Banten dan Lampung.

“Wantim MUI menyampaikan duka cita mendalam dan doa untuk para korban dan keluarganya semoga kuat dan mampu menghadapi ujian ini seraya bertawakal kepada Allah SWT. Kepada umat Islam yang lain diharapkan dapat menggalang dana bantuan untuk meringankan beban korban bencana,“ kata Prof Din.

Lebih lanjut, katanya, Wantim MUI mengajak khususnya umat muslim untuk meningkatkan hubungan dengan Penguasa alam semesta lewat doa dan istigfar agar negeri tercinta ini dibebaskan dari malapetaka dan marabahaya.

Kedua, lanjutnya, Wantim MUI merasa prihatin terhadap perkembangan yang terjadi di Provinsi Xinjiang, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), khususnya muslim Uyghur.

“Dari berbagai informasi yang dapat dipercaya telah terjadi pelanggaran HAM berat di sana,” terangnya.

Namun demikian, pihaknya juga menerima dan menghormati informasi yang disampaikan pemerintah Tiongkok yang disampaikan melalui duta besar RRT untuk Indonesia, Xian Qian, yang disampaikan lewat Kementerian Luar Negeri RI bahwa tidak terjadi hal yang demikian.

Kami berharap pemerintah RRT dapat memperlakukan etnis Uyghur sebagai warga negara yang baik dan menerima atau mengundang delegasi ormas Islam untuk melakukan klarifikasi langsung di RRT atau Xinjiang,” ucapnya.

Istilah re-education camp menurut hasil rapat Wantim, menimbulkan banyak persepsi pembinaan yang keras dan represif. Wantim MUI, lanjutnya, memiliki kemungkinan untuk bersurat ke pemerintah Indonesia atau langsung ke OKI atau Rabithah Alam Al-Islami untuk memberikan pernyataan terkait fenomena yang terjadi.

Sedangkan poin ketiga, kata Prof Din, Wantim MUI merasa prihatin dengan munculnya gejala-gejala pertentangan dan perpecahan, terutama dalam agenda demokrasi Pilpres atau Pileg yang menampilkan dua kubu pendukung yang secara berlebihan saling menjelekkan dan menghina.

Pola komunikasi dialektik ini, lanjutnya, memiliki potensial mengganggu ukhuwah Islamiyah dan wathaniyah, terlebih komunikasi via media sosial yang saling menjuluki dengan nama binatang.

“Wantim MUI menyerukan kepada masyarakat, khususnya umat Islam agar dapat menahan diri dan menjaga persatuan dan kesatuan. Wantim MUI juga mengajak masyarakat untuk tidak menciptakan pertentangan dalam menyampaikan aspirasi,” ungkap Prof Din.

Hadir dalam pleno tersebut, Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Fachir, Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Desra Percaya, dan Perwakilan Ormas Tingkat Pusat dan Tokoh Ulama Nasional.

Reporter: Ali Hasibuan
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment