Suaramuslim.net – Dalam surat Al Mulk ayat 21 dijelaskan bahwa seolah Allah bertanya kepadamu, memang perusahaanmu yang memberi rezeki kepadamu? Sehingga engkau takut dipecat meski harus melanggar syariat. Padahal, Allah-lah pemberi rezeki kepada kita. Karena itu Dia punya nama Ar Razzaq, ‘Sang Maha Pemberi (rizqi)’.
Allah berfirman dalam surat Al Mulk ayat 21
أَمَّنْ هَٰذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ ۚ بَلْ لَجُّوا فِي عُتُوٍّ وَنُفُورٍ
“Atau siapakah dia yang memberi kamu rezeki jika Allah menahan rezeki-Nya? Sebenarnya mereka terus menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri.”
Ar-Rizqu (rezeki) secara bahasa berasal dari akar kata razaqa–yarzuqu–razq[an] wa rizq[an]. Razq[an] adalah mashdar yang hakiki, sedangkan rizq[an] adalah ism yang diposisikan sebagai mashdar. Kata rizq[an] maknanya adalah marzûq[an] (apa yang direzekikan), menggunakan redaksi fi’l[an] dalam makna maf’ûl (obyek) .
Secara bahasa razaqa artinya a’thâ (memberi) dan ar-rizqu artinya al-‘atha’ (pemberian).
Rezeki itu berupa apa ya?
Di dalam ayat-ayat Al Quran, kalimat rizq selalu berkonotasi dengan harta. Karena itu ada ayat-ayat yang mengaitkan rezeki dengan konsumsi dan infak (pembelanjaan), sedangkan konsumsi dan infak hanya terkait dengan harta, inilah rezeki yang hakiki.
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Dan menafkahkan (mengeluarkan) sebagian rezeki yang dinafkahkan untuk mereka”. (QS. Al-Baqarah: 3)
Namun demikian, ada rezeki yang bersifat pemaknaan (maknawy), seperti kesehatan, ilmu, anak yang shaleh dan lainnya. Yang semuanya masih terkait dengan harta.
Rezeki Berbeda dengan Kepemilikan
Rezeki adalah pemberian Allah, sedang kepemilikan adalah satu obyek yang diperoleh dan dimiliki dengan berbagai macam usaha. Seperti memiliki uang dari hasil kerja, hibah dan sebagainya. Namun tidak semua yang kita miliki adalah rezeki. So.. Hakekat rezeki adalah sebagai berikut;
1. Rezeki itu apa yang dimakan, digunakan dan disedekahkan, dan yang masih berada dalam tangan kita belum tentu rezeki bagi kita. Riwayat dari Abdullah bin Sikhir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِى مَالِى – قَالَ – وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلاَّ مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ
“Manusia selalu mengatakan, “Hartaku… hartaku…” Padahal hakikat dari hartamu –wahai manusia– hanyalah apa yang kamu makan sampai habis, apa yang kamu gunakan sampai rusak, dan apa yang kamu sedekahkan, sehingga tersisa di hari kiamat”. (HR. Ahmad nomor 16305, Muslim nomor 7609).
Karena itu sebanyak apapun hartanya di tabungan, sekaya apapun seseorang di dunia ini, dia tidak akan mampu melampaui jatah rezekinya.
2. Allah telah menjamin rezeki semua makhluknya. Tidak akan luput seseorang dari rezeki yang telah diberikan Allah.
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“Tidak ada satupun yang bergerak di muka bumi ini kecuali Allah yang menanggung rezekinya”. (QS. Hud: 6)
So.. Siapapun anggota keluarga yang nafkahnya ditanggung kepala keluarga, hakikatnya yang memberi rezeki mereka adalah Allah dan bukan kepala keluarga tersebut. Kepala keluarga yang bekerja hanya perantara rezeki yang Allah berikan bagi anggota keluarganya.
Sebaliknya, jika ada orang mencuri, menilap atau merampas harta orang lain, tidak dikatakan ia mengambil rezeki orang itu. Namun, ia mengambil rezekinya dari orang itu. Tidak ada seorang pun yang mengambil rezeki orang lain, melainkan seseorang mengambil rezekinya dari pihak lain (sebagai perantara).
Ibnu Katsir menceritakan ada seseorang yang mengadu kepada Ibrhim bin Adham –ulama generasi tabi’ tabi’in– karena anaknya yang banyak. Kemudian beliau menyampaikan kepada orang ini,
اِبعَثْ إِلَيَّ مِنهُمْ مَنْ لَيْسَ رِزْقُهُ عَلَى اللهِ، فَسَكَتَ الرَّجُل
“Anakmu yang rezekinya tidak ditanggung oleh Allah, silahkan kirim ke sini.” Orang inipun terdiam. (al-Bidayah wa an-Nihayah, 13/510).
3. Rezeki lah yang mendatangi seseorang, dan ia tahu benar keberadaan orang itu.
Bukan manusia yang mendatangi rezeki, tapi rezeki yang mendatanginya, bahkan lebih cepat daripada ajal mendatangi seseorang itu.
“عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أن الرزق ليطلب العبد كما يطلبه أجله
“Sesungguhnya rezeki akan mencari seorang hamba sebagaimana ajal yang akan mencarinya”. (H.R. Ibn Hibban)
Artinya, selama seseorang hidup, rezekinya terus mengalir. Dalam riwayat lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَنْ يَمُوتَ حَتَّى يَسْتَكْمِلَ رِزْقَهُ ، فَلا تَسْتَبْطِئُوا الرِّزْقَ ، اتَّقُوا اللَّهَ أَيُّهَا النَّاسُ ، وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ ، خُذُوا مَا حَلَّ ، وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian tidak akan mati sampai sempurna jatah rezekinya, karena itu, jangan kalian merasa rezeki kalian terhambat dan bertakwalah kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki dengan baik, ambil yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Baihaqi dalam Sunan al-Kubro nomor 9640, dishahihkan Hakim dalam Al-Mustadrak nomor 2070 dan disepakati Adz-Dzahabi).
Dari hakikat rezeki di atas, janganlah kita gagal paham, dengan hanya berpangku tangan. Tetaplah kita berikhtiar sebagai kewajiban syar’i yang diperintah Allah untuk menjemput rezeki-Nya.
Cara Menjemput Rezeki
1. Kerja keras dan cerdas lagi halal. Sejak pagi sudah mengais rezeki-Nya.
اللهم بارك أمتي في بكورها
“Ya Allah, berkahilah untuk umatku waktu pagi mereka”. (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah)
2. Takwa (Mengikuti Perintah-Nya dan Larangan-Nya).
ومن يتق الله يجعل له مخرجا . ويرزقه من حيث لا يحتسب
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
3. Tawakkal kepada Allah. Dari Umar bin Khathab bahwa Rasulullah bersabda:
لو أنكم كنتم توكلون على الله حق توكله لرزقتم كما ترزق الطير تغدو خماصا وتروح بطانا
“Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang”.
4. Sabar dan bersyukur.
5. Berinfak.
وما أنفقتم من شيء فهو يخلفه وهو خير الرازقين
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya Dia akan menggantinya”. (QS. Saba’: 39)
Dari Abu Hurairah, Nabi memberitahukan kepadanya:
قال الله تبارك وتعالى: يا ابن آدم ! أنفق أنفق عليك
“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Wahai anak Adam, berinfaklah, niscaya Aku berinfak (memberi rezeki) kepadamu”. (HR Muslim)
6. Silaturrahim. Dari Abu Hurairah, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah bersabda:
من سره أن يبسط له في رزقه، وأن ينسأ له في أثره فليصل رحمه
“Siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaknyalah ia menyambung (tali) silaturrahim”. (HR. Al-Bukhari)
7. Berdoa dan beristighfar. Dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah bersabda
من لزم الإستغفار جعل الله له من كل ضِيْق مخرجا ومن كل همًّ فرجا ورزقه من حيث لا يحتسب
“Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka”.
Dan masih banyak cara bagaimana kita bisa menjemput rezeki yang memang menjadi hak kita lewat pintu yang diatur Allah. Wallohu Alam
*Disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya 93.8 FM dalam program Dialog Motivasi Alquran, Kamis 26 April pukul 05:00-06:30 WIB.