JAKARTA (Suaramuslim.net) – Lembaga Riset Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) memperkirakan potensi zakat fitrah secara nasional pada tahun 2025 berada di kisaran 476,3 hingga 536,8 ribu ton beras yang setara dengan Rp 6,8 sampai 7,5 triliun. Estimasi ini dihitung dengan mengikuti harga rata-rata beras di setiap Kabupaten/Kota.
Potensi zakat fitrah ini dihitung berdasarkan estimasi jumlah penduduk muslim di Indonesia sebanyak 238,7 juta orang, dengan perkiraan jumlah muzaki antara 190,5 – 214,7 juta orang atau sekitar 80,0 – 90,0 persen dari total penduduk muslim.
Peneliti IDEAS, Tira Mutiara, mengungkapkan bahwa distribusi zakat fitrah secara tepat sasaran berpotensi meningkatkan konsumsi beras per kapita penerima manfaat (mustahik).
“Dengan estimasi mustahik sebagai penduduk di desil satu, yaitu 10 persen penduduk dengan kesejahteraan terendah sebanyak 24,03 juta orang, konsumsi beras per kapita mereka berpotensi meningkat dari 0,200 kg per hari menjadi 0,255-0,262 kg per hari jika menerima zakat fitrah dalam bentuk beras,” ujar Tira dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (19/03/2025).
Menurut Tira, jika zakat fitrah ditunaikan dalam bentuk uang yang potensinya berkisar antara Rp 6,8 sampai 7,5 triliun. Dengan jumlah tersebut, setiap mustahik berpotensi menerima Rp 285 – 314 ribu yang dapat digunakan untuk konsumsi makanan dan minuman selama sekitar satu minggu.
Zakat fitrah dapat menjadi tambahan bantuan sosial informal bagi mustahik.
“Potensi distribusi zakat fitrah ini sebanding dengan total anggaran bantuan pangan beras yang digulirkan Pemerintah pada Januari hingga Juni 2024 sebesar Rp 7,52 triliun kepada 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM),” ungkap Tira.
Tira juga menegaskan bahwa zakat fitrah dapat menjadi bantalan ekonomi bagi masyarakat miskin.
“Dari sisi masyarakat berpenghasilan rendah, zakat fitrah dapat membantu mereka melewati masa sulit seperti saat ini dan menjaga daya beli. Dari sisi ekonomi makro, zakat fitrah dapat menekan angka inflasi secara tidak langsung karena adanya distribusi kekayaan dari kelompok kaya ke kelompok miskin,” kata Tira.
Selain itu, zakat fitrah juga dinilai mampu menjaga stabilitas permintaan barang dan jasa tanpa meningkatkan jumlah uang beredar secara berlebihan.
“Jika zakat fitrah digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti pangan, permintaan terhadap barang-barang ini menjadi lebih merata dan tidak melonjak tiba-tiba, yang dapat mengurangi tekanan inflasi pada sektor-sektor tertentu,” tutur Tira.
Strategi mengoptimalkan penerimaan dan pendistribusian zakat
Namun terdapat tantangan untuk mengoptimalkan potensi tersebut, pertama perlu adanya peningkatan literasi mengenai zakat fitrah ke penduduk muslim di Indonesia. Termasuk literasi bahwa pemberian zakat fitrah dapat menguatkan ekonomi umat.
“Zakat fitrah yang ditunaikan setiap tahun memiliki peran strategis sebagai bantalan ekonomi mustahik untuk mengatasi kerawanan pangan, menjaga daya beli, menstabilkan inflasi, dan memberdayakan sektor pertanian jika dikelola dengan baik,” ucap Tira.
Kedua, saat ini, belum semua masyarakat tersosialisasikan bahwa membayar zakat, termasuk zakat fitrah dapat dilakukan melalui uang dan ditunaikan secara digital (online). Sebagian masyarakat juga menganggap bahwa pembayaran zakat fitrah secara langsung lebih sakral dan bermakna.
“Untuk mengoptimalisasikan pengumpulan zakat fitrah, strategi layanan ‘Jemput Zakat’ dapat menjadi solusi dengan menjemput langsung zakat dari muzaki ke rumah mereka. Strategi ini akan memberikan kemudahan dan efisiensi waktu bagi muzaki. Sosialisasi metode pembayaran seperti ini perlu digencarkan agar masyarakat lebih mudah menunaikan zakat fitrahnya di tengah kesibukan menjelang Idul Fitri, seperti berbelanja atau mudik,” papar Tira.
Dari sisi distribusi, Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), seperti Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), perlu bersinergi dengan simpul keagamaan seperti masjid dan pesantren. Berdasarkan survei IDEAS, sebanyak 69,2 persen dari 1.233 responden membayar zakat fitrah melalui masjid dan pesantren di sekitar mereka.
“Sinergi dengan instansi administrasi daerah seperti Desa/Kelurahan yang memiliki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) juga diperlukan agar distribusi zakat tepat sasaran dan tidak tumpang tindih,” tutup Tira.
Pewarta: Mutia Arifin
Editor: Muhammad Nashir