Saat Harus Memilih antara Hijrah atau Pindah Agama

Saat Harus Memilih antara Hijrah atau Pindah Agama

Hijrah atau Pindah Agama
Ilustrasi Hijrah. (Ilustrator: Ana Fantofani)

Tinggal selangkah lagi saya sudah pindah agama, semua teman-teman terdekat juga mendukung. Saya sudah membaca Alkitab, cari-cari informasi untuk pindah agama, namun Tuhan berkata lain, saya dipertemukan dengan komunitas Surabaya Hijrah,” Beby, 21 Tahun, Surabaya.

Suaramuslim.net – Lingkungan, teman, kerabat, keluarga, merupakan komponen penting sebagai pembentuk watak dan karakter diri. Filosofi lama tentang berkawan dengan penjual minyak wangi akan tertular wanginya agaknya masih relevan untuk membentuk ciri.

Beby –nama panggilan- 21 tahun asal Surabaya membagikan kisahnya saat dirinya memutuskan hijrah kepada khalayak ramai. Menceritakan saat dirinya berada di dalam dunia kebimbangan memilih antara pindah agama dan bisikan untuk mengikuti salah satu komunitas di Surabaya.

Hal itu dimulainya saat memasuki dunia kerja, menjadi marketing mobil di salah satu perusahaan, dan memiliki teman nakal semua, kehidupan hedonisme dan dunia malam. Kehidupan ini ia jalani hingga berlarut-larut.

Dalam dunia kerja inilah Beby mengenal teman-teman yang beragam, salah satunya teman dari non-muslim. Dari teman inilah Beby mengenal banyak tentang agama yang dianut temannya, sehingga menarik bagi Beby untuk mengikuti agamanya.

Bagi Beby, hal itu (pindah agama) bukanlah sesuatu yang berat, karena keluarganya juga banyak yang seagama dengan temannya, dan wajahnya juga cocok bila mengikuti agama temannya.

“Yang lebih parah saat aku ingin memutuskan pindah agama, semakin lama aku semakin berpikir kayaknya cocok untuk masuk Katholik karena juga kan banyak dari keluargaku non-muslim, jadi mungkin sudah jalannya. Temanku juga bayak yang mensupport, aku juga sudah diberi Alkitab,” ujarnya.

“Kemudian aku berdoa kepada Allah SWT bila memang jalan terbaik aku masuk agama baru maka masukkan. Kalau tidak, ya selamatkan,” tambahnya.

Beby sudah mantab dengan pilihannya memasuki agama baru, sudah mencari banyak informasi. Namun saat di tengah jalan mau pindah agama, tiba-tiba ada informasi di Instagram bahwa ada open recruitment Kahf. Sebuah komunitas pemuda hijrah asli Surabaya.

“Saya mencoba daftar, iseng, dan mengira tidak keterima, karena melihat akun Instagramnya teman-teman kok ya Islami, terus akunnya kok berbau Islami semua, sedangkan saya seperti ini. Dulu sempat kepikiran untuk mundur namun saya kemudian berani kan diri lagi,” kenangnya.

Setelah mendaftar, Beby mengira bahwa dirinya tidak mungkin diterima, mengingat semua yang daftar kebanyakan pemuda-pemudi Islami, akhirnya Beby menelpon gereja untuk pindah agama.

“Ndilalah saat itu dapat panggilan interview untuk masuk komunitas Surabaya Hijrah, dalam hati saya berdoa bila keterima maka saya tidak jadi pindah agama,” tegasnya.

Di ruang interview, perasaan Beby sudah tidak yakin, penyebabnya karena yang lain sudah sangat Islami sedangkan dirinya tidak, karena menurutnya Surabaya Hijrah tidak mungkin menerima dirinya yang keislamannya masih kurang.

Lama menunggu, hingga beberapa hari, perasannya sudah campur aduk, antara pindah agama dan menunggu interview masuk komunitas hijrah, hingga putus asa sudah menyemai dalam dirinya.

“Alhamdulillah!!” Ujarnya dengan nada bahagia saat dirinya mengetahui lolos interview. Tidak menyangka bila akhirnya Beby bisa diterima. Saat melihat postingan kelolosan di Instagram bertambah bingung karena banyak temannya yang sudah syar’i secara pakaian dan perilaku justru tidak lolos interview.

Sesaat dia menangis, meminta maaf kepada Allah SWT atas segala suuzon yang pernah dilakukannya, atas segala perilaku yang tercela. Dalam penuturannya, Beby semenjak kecil merupakan anak muda yang nakal, suka perilaku hedon, dan baru kali ini mau memilih hijrah.

Nakal Karena Kesalahan

“Sejak SMP saya mengenal kenakalan remaja, kenal merokok, minum-minuman keras, menjadi anak malam, hingga kenakalan-kenakalan lainnya,” ungkap Beby.

Beby sewaktu SD sebenarnya sekolah di sekolah yang berbasis Islam. Di sana, ya belajar ngaji, belajar keislaman, dan belajar tentang hal-hal kebaikannya lainnya.

Namun sewaku SMP, dia mengalami apa yang disebut culture shock, mengingat dulu dia masuk SD berbasis Islam namun SMP dan SMA nya merupakan sekolah negeri yang lebih bebas. Karena sekolah negeri inilah Beby mengenal kenakalan remaja.

“Saya sekolah negeri, yakni SMP dan SMA, sejak saat itu saya mengalami shock, di mana dulu saya sekolah Islam tetiba langsung sekolah negeri, sejak saat itu pula saya mengenal rokok, mesoh, minuman keras, istilahnya nakal banget SMP itu,” kenangnya.

Saat SMA mulai agak reda, kenakalan-kenakalan yang dulu ia lakukan tidak terjadi lagi. Lulus SMA inilah kenakalannya menjadi-jadi, saat dia berada dalam dunia kerja, apalagi kerja menjadi bagian marketing mobil di salah satu perusahaan.

“Saat inilah kenakalanku mencapai puncaknya, teman juga sealiran, pokoknya nakal sekali,” kenang Beby sesekali mengingat.

Jalan Berliku Menemukan Hijrah

“Ayahku kerja di dunia malam, ibuku seorang mualaf, keluargaku Islamnya tidak terlalu syar’i, dan keluarga ingin aku bisa mendidik kedua orangtuaku, makanya aku disekolahkan di sekolah Islam, tetapi aku salah jalan,” ungkap Beby.

Setiap orang tua selalu menginginkan yang terbaik bagi anaknya, begitu pula ayah Beby. Apa yang dilakukan anaknya adalah tanggung jawab orang tuanya.

Ayah Beby pernah merasa dalam ketakutan dengan alasan bahwa Beby belajar Islam dengan cara yang salah.

“Kamu tidak belajar Islam aliran keras?” Ucap Ayahnya kepada Beby suatu saat. Hal tersebut sangat beralasan karena dalam diri Beby mengalir perubahan yang mendasar. Perilaku dan pakaian Beby tidak seperti biasanya.

“Hati-hati kamu belajar Islam aliran keras,” ulang ayah Beby sekali lagi.

Saat awal Beby mengikuti Kahf, pernah sekali berdebat dengan orang tuanya karena ia memberikan pandangan baru kepada orang tuanya.

“Orang tuaku sempat ndak enak sama aku, dan itu salahku, namun setelah sharing bersama ustaz dan memberikan pemahaman baru kepada orang tua akhirnya mereka bisa menerima semua,” terang Beby

“Hingga sekarang bahkan orang tua mendukung. Kalau tidak ikut kajian malah ditanya,” tambahnya.

Salah presepsi dengan pemahaman Islam dan cara baru yang dibawa Beby mungkin menjadi salah satu pelajaran baru di keluarganya.

“Saat kecil orang tuaku tidak pernah menyuruh shalat atau lain sebagainya, makanya orang tua memasukkan anaknya saat SD di sekolah agama dan universitas berbasis agama, agar bisa ngajari anaknya,” ujar Beby yang kini kuliah di perguruan Tinggi Muhammadiyah di Surabaya.

Mahasiswi yang punya 3 saudara ini sangat mengidolakan Ustaz Yusuf Mansur, karena menurutnya bisa merangkul. Kalau menyampaikan enak, dan selalu di saat ceramahnya mengingatkan untuk meminta Allah SWT secara langsung. Beby sendiri sering melihat Ustaz Yusuf Mansur dari Instagramnya.

“Media sosial sangat berpengaruh dalam hijrahku, kalau ndak ikut kajian bisa lihat di YouTube, biasanya satu minggu dua kali, namun tetap sering ikut kajian,” pungkasnya.

Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment