“Sakaratul Maut Itu Berat”

“Sakaratul Maut Itu Berat”

foto: kaligrafidesain.blogspot.co.id

“Rindu itu berat, kamu takkan kuat, biar aku saja.”

Kutipan dari Film Dilan 1990 ini sangat sangat populer hari-hari ini. Kutipan ini menjadi viral di banyak media sosial dan media daring. Lalu banyak kalangan membuat plesetan kutipan yang aslinya diambil dari novel dengan judul yang sama dengan filmnya. Misalnya, jangan ngerjakan skripsi, itu berat kamu tak akan sanggup; jangan utang, itu berat, kamu tak akan kuat melunasinya; dst.

Kemudian ada pengguna media sosial mengaitkan kutipan ini dengan perkataan Rasulullah Muhammad saw. Karena tentu saja,ucapan manusia teladan ini jauh lebih layak diingat daripada ucapan manusia manapun di dunia ini.

Jika ucapan sosok Dilan di atas tadi terdengar romantis ala cinta monyet. Maka perkataan Rasulullah ini jauh lebih mengharukan karena besarnya cinta beliau terhadap umatnya. Bagi yang memiliki iman dalam hati, pasti ucapan ini akan menggetarkan jiwa dan mata tak akan kuasa menahan air mata keharuan.

“Ya Allah, berat sekali sakatul maut ini. Timpakan saja semua ini kepadaku, jangan pada umatku.” Itulah ucapan Rasulullah saw. ketika Malaikat Maut sedang mengambil ruh beliau menjelang wafatnya.

Fathimah bercerita tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata, “Alangkah berat penderitaanmu ayahku.” Nabi saw. menjawab, “Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini” (HR. Bukhari). Dalam riwayat Tirmidzi, ‘Aisyah menceritakan, “Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan kematian(nya), sesudah aku melihat kepedihan kematian pada Rasulullah.”

Dan penderitaan yang terjadi selama pencabutan nyawa akan dialami setiap makhluk. Firman Allah, “Setiap jiwa akan merasakan mati” (QS. Ali Imran 185). Dan sabda Nabi, “Sesungguhnya kematian ada kepedihannya.” Namun tingkat kepedihan setiap orang berbeda-beda.

Nabi juga berpesan Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum ‘peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu”

“Ummatii, ummatii, ummatiii!” –

“Umatku, umatku, umatku”

Saat itu, Rasulullah saw. berada di pangkuan Aisyah. Aisyah bercerita, “Sebuah kenikmatan bagiku karena Rasulullah wafat di rumahku, pada saat hari dan giliran menginap di rumahku dan wafat di atas pangkuanku. Ketika itu masuklah Abdurrahman bin Abu Bakar yang sedang membawa siwak yang masih basah, Rasulullah memandangnya seolah-olah menginginkannya, maka aku ambil siwak tersebut kemudian aku kunyah dan aku bersihkan kemudian aku hendak membersihkan gigi beliau saw. namun beliau menolaknya.”

“Kemudian,” lanjut Aisyah, “Nabi saw. membersihkan giginya dengan cara yang sangat baik yang aku belum melihat sekalipun yang lebih baik dari yang beliau kerjakan saat itu. Selanjutnya beliau mengarahkan pandangannya kepadaku dan meletakkan kedua tangannya sedangkan aku turut mendoakan beliau sebagaimana doa Jibril untuk beliau, begitupula Nabi berdoa dengan doa tersebut tatkala sakit.”

Akan tetapi beliau tidak berdoa dengan doa tersebut. Pandangan beliau kembali mengarah ke langit kemudian berucap, “Ar-Rafiiqul A’la ‘Ya Allah, pada teman yang berada di tempat tertinggi’. Aisyah melanjutkan, “Maka kalimat terakhir yang diucapkan beliau adalah Allahumma, arrafiiq al a’laa (teman yang berada di tempat tertinggi). (HR. Bukhari).

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment