Seorang Muslim yang Terikat Cinta pada Rabb-nya

Seorang Muslim yang Terikat Cinta pada Rabb-nya

Ilustrasi Hijrah. (Ilustrator: Ana Fantofani)
Ilustrasi muslimah. (Ilustrator: Ana Fantofani)

Suaramuslim.net – Sebagai manusia, kita bisa saja “kekeuh” mendapatkan apa pun yang kita inginkan. Karena manusia memiliki harapan dan mimpi. Manusia juga dibekali dengan fitrah ambisi dan rasa ingin memiliki. Saat kita menyukainya, dan hal itu membuat kita bahagia, maka ada kecenderungan dan keinginan kuat “hal itu harus aku miliki”. Bahkan terkadang sebagian orang mendapatkannya dengan menghalalkan segala cara.

Namun, sebagai seorang muslim, kita harus sadar bahwa kita hanya hamba yang setelah tekun berdoa dan berusaha dalam rentetan ikhtiar, ketetapan Allah-lah yang akan kita terima dan kita miliki. Dan insyaallah itulah yang terbaik.

Di sini kita diberi Allah kesempatan untuk membuktikan penghambaan kita pada-Nya. Seberapa besar kesabaran, keikhlasan, tawakal kita, dan ketaatanya kita.

Allah mengajarkan kita untuk “legowo”, “nglenggono”. Bagaimana mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya atas apa yang kita harapkan dan impikan, bukan memaksakan supaya yang penting dapat (mungkin dengan segala cara). Juga bagaimana mendapatkan hal baik, tujuan atau impian kita dengan cara-cara yang baik.

Sebagai muslim, ada batas yang harus kita ikuti. Syariat Islam dengan kecintaan pada Illahi Rabbi. Melakukan apa yang Allah perintahkan, menjauhi apa yang Allah larang.

Dalam menjalani ketetapan-Nya, mukmin hanya memiliki dua pilihan. Bahagia atau bahagia sekali. Bahagia jika yang diinginkan dan diikhtiarkan adalah yang Allah tetapkan untuknya. Dan bahagia sekali ketika Allah memilihkan hal lain, yang ternyata tak pernah diikhtiarkan, tak pernah dipikirkan sekalipun, tapi ternyata itu adalah yang baik, bahkan yang lebih baik. Bahagia sekali karena itu yang Allah pilihkan. Karena dia yakin yang Allah takdirkan adalah pasti yang terbaik.

Seorang mukmin meyakini bahwa segala yang telah ditentukan, ditetapkan dan diperbuat oleh Allah memiliki hikmah dan segala usaha yang dilakukan manusia akan membawa hasil atas kehendak Allah.

Dengarlah sabda nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إحرص على ما ينفعك, واستعن بالله ولا تعجز, فإن أصا بك شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا وكذا لكن كذا وكذا, ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل, فإن (لو) تفتح عمل الشيطان

“Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan Allah dan janganlah sampai kamu lemah (semangat). Jika sesuatu menimpamu, janganlah engkau berkata ‘seandainya aku melakukan ini dan itu, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah ‘Qodarullah wa maa-syaa-a fa’ala (Allah telah mentakdirkan segalanya dan apa yang dikehendaki-Nya pasti dilakukan-Nya).’ Karena sesungguhnya (kata) ‘seandainya’ itu akan mengawali perbuatan syaithan.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2664))

Sahabat Nabi pun menyampaikan kalimat bijak yang menenangkan hati;

“Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku. Dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku.” (Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu)

Ketika kita yakin dengan setiap ketentuan Allah, bahwa itu takdir terbaik untuk kita jalani, tak ada pilihan bagi seorang muslim untuk resah dan gelisah. Alhamdulillah, aku seorang muslim.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment