Serangan Personal dan “Perang Total”

Serangan Personal dan “Perang Total”

Akhiri Debat, Prabowo: Kami Punya Strategi Lain Dalam Mengelola Negara
Calon Presiden no urut 02 Prabowo Subianto (Foto: istimewa)

Suaramuslim.net – Dalam debat Calon Presiden (Capres) kedua, Prabowo Subianto memperoleh serangan pribadi tentang penguasaan lahan. Tujuan untuk menyerang pribadi tidak lain hanya untuk menjatuhkan personanya sebagai calon presiden. Dan ini bisa dikatakan sebagai penjelasan adanya “Perang total” dari kubu Petahana.

Kalau ini dianggap sebagai bagian dari perang total, maka implikasinya  sangat berbahaya bagi kehidupan demokrasi. Karena dalam aturan debat capres ada larangan untuk menyerang personal. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya dan menggunakan momentum ini untuk menyerang pribadi lawan debat.

Namun di balik serangan pribadi itu, justru ada blessing in disguise dalam bentuk munculnya empati kolektif terhadap Prabowo, dan munculnya tuntutan  publik untuk membuka kotak Pandora dan membeberkan siapa saja yang menguasai lebih banyak lahan di Indonesia. Disinyalir bahwa para Taipan, orang-orang di belakang kubu Petahana, justru memiliki lahan jauh lebih besar daripada yang disasarkan pada Prabowo.  

Penguasaan Lahan di Atas Kepentingan Negara

Apa yang disampaikan Prabowo tentang lahan yang dikelolanya adalah milik negara, yang dia sebut sebagai Hak Guna Usaha (HGU). Sebagaimana diketahui bahwa HGU adalah tanah milik negara, dan setiap saat negara bisa ambil kembali. Pernyataan Prabowo ketika mengatakan “Saya rela mengembalikan itu semua, tapi daripada dikelola oleh orang asing, lebih baik saya yang kelola karena saya nasionalis dan patriot.”

Prabowo dinilai telah menyalahi komitmennya terhadap berbagai pernyataannya terhadap sumber daya alam Indonesia. Kubu Petahana mempertanyakan komitmen Prabowo dalam merealisasikan pasal 33 ayat 2 dan 3 yang berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. “Bumi dan air  dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” namun dalam kenyataannya, Prabowo justru menguasai ratusan lahan hutan

Namun, dalam penjelasannya bahwa lahan yang dikelola Prabowo memang HGU, dan pengelolaannya atas ijin negara. Bahkan setiap saat negara bisa mengambilnya bila membutuhkannya. Wakil presiden Jusuf Kalla menilai wajar bahwa jika ada sekelompok orang menguasai pengelolaan ratusan ribu hektar lahan di Indonesia. Dikatakan biasa karena perusahaan yang menguasai lahan jutaan hektar membutuhkan bahan baku untuk menyuplai dan menjaga keberlangsungan industri guna menopang kepentingan ekspor. Persoalannya, ketika yang menguasai asing dan kepentingannya lebih banyak untuk mereka, sementara rakyat Indonesia tidak banyak menikmati hasil itu.

Sementara pada saat yang sama, penguasaan sumber daya alam yang dimiliki asing lebih banyak dikelola dan dinikmati oleh orang asing, sehingga wajar apabila ada kritik tajam terhadap kelompok minoritas (asing) yang menguasai lahan secara mayoritas. Sehingga persoalan yang mengemuka, ketika Prabowo mengakui kepemilikan lahan, maka langsung dianggap sebagai orang yang tidak memperhatikan kepentingan masyarakat banyak.

Di sisi lain, orang asing yang jumlahnya kecil dan menguasai lahan yang luas tidak pernah tersentuh. Padahal apa yang dilakukan Prabowo adalah menyelamatkan lahan dari kepemilikan asing. Oleh karena itu, daripada tanah dikuasai asing maka lebih baik bila anak negeri (pribumi) yang mengelola tanah itu.

Namun, di balik serangan yang bersifat personal itu, ternyata berbalik mengarah kepada sang penyerang, dan tuduhan balik justru mengarah pada kubu Petahana. Para Taipan yang sangat jelas kepemilikan atas lahan yang jauh lebih luas, langsung terkena bola panas ini. Sehingga terjadi blessing in disguise bahwa di balik serangan kepada Prabowo, publik justru meminta berbagai pihak untuk membongkar siapa saja yang memiliki lahan dan menguasai hutan saat ini. Agar bisa diketahui secara gamblang siapa yang sebenarnya memiliki lahan untuk kepentingan negara, dan siapa yang memiliki lahan untuk kepentingan pribadi.

Maka disini ada problem mendasar, ketika lahan dimiliki oleh Prabowo, sebagai pribumi justru dipersoalkan. Sementara lahan yang jauh lebih luas dan dikelola oleh para taipan (orang asing) justru tersenyap. Apa yang dimiliki oleh Grup Sinarmas, grup Salim, grup Jardine Matheson, grup Wilmar, dan grup Surya Dumai dengan kepemilikan yang sangat luas jelas banyak dimaksimalkan untuk kepentingan mereka dan kelompoknya. Bahkan selama ini tidak ada yang berani menyentuh atau mempersoalkan.

Sudah saatnya lembaga resmi negara bekerja maksimal untuk mengumumkan siapa saja yang memiliki lahan yang demikian luas, dan sejauh mana komitmen mereka untuk membangun negeri ini. Namun kenyataan yang terjadi justru mereka menghisap kekayaan alam Indonesia tanpa batas, dan membiarkan rakyat Indonesia hidup dalam keterbatasan dan eksploitasi tanpa henti.

Kalau memang benar bahwa serangan terhadap personal Prabowo yang dianggap telah mengekploitasi lahan untuk kepentingan pribadi, padahal kubu merekalah yang paling melakukan eksploitasi. Maka ini bisa disebut sebagai “perang total” guna memenangkan pertarungan dan dengan menghancurkan persona Prabowo, diharapkan bisa mempengaruhi publik untuk menjadikan Petahana bertengger dua periode. Namun publik banyak yang sadar bahwa perang total dengan mengerahkan segala daya dan upaya justru menjadi senjata makan tuan, karena publik justru ingin  membongkar kepemilikan para Taipan terhadap kekayaan alam Indonesia.*

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment