Sikap Terbaik Kita untuk Palestina (1)

Sikap Terbaik Kita untuk Palestina (1)

sikap terbaik kita untuk palestina

Khutbah Jum’at Ustadz Fahmi Salim di Masjid Al-Azhar 15 Desember 2017.

Suaramuslim.net – Begitu banyak persoalan yang dihadapi kaum muslimin dewasa ini. Persoalan-persoalan besar yang dihadapi kaum muslimin dewasa ini, agaknya sudah termaktub di dalam kitab suci Al-Qur`an Al-Karim. Betapa tidak, karena Al-Qur`an itu adalah kalamullah, yang dalam riwayat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu wa ardhahu dinyatakan bahwa “fiihi naba`u man kana qablakum wa khabaru ma ba’dakum. Di dalam Al-Qur`an itu terdapat berita-berita tentang umat sebelum kalian dan bahkan terdapat informasi peristiwa yang akan terjadi di hadapan kalian nanti.

Seringkali orang melepaskan persoalan yang saat ini dihadapi oleh kaum muslimin dari kacamata akidah keimanan dan keislaman. Banyak yang menganggap persoalan Palestina dan Israel itu hanya semata-mata konflik politik. Pertanyaannya apakah mungkin begitu gigihnya dan berambisinya Israel sebagai pendatang yang illegal pada tahun 1948 mendeklarasikan berdirinya negara baru dan langsung diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Begitu gigih dan berambisi mereka dan mereka sudah rencanakan puluhan bahkan ratusan tahun sebelum itu, bahkan sudah berupaya untuk menyuap; memberikan iming-iming materi kepada Sultan Abdul Hamid II Khalifah imperium Turki Usmani yang memiliki hak otoritas untuk mengelola tiga tanah suci Makkah, Madinah dan Al-Quds Asy-Syarif (Palestina).

Dulu, kekhalifahan Islam itu tidak hanya mengurusi dua tanah suci sebagaimana sering kita dengar dengan istilah Khadimul Haramaini As-Syarifaini pelayan dua kota suci, tetapi khalifah umat Islam itu mengurusi juga bertanggung jawab dan memiliki otoritas penuh terhadap kota suci ketiga umat Islam yaitu Al-Quds Asy-Syarif yang menjadi kiblat pertama umat Islam dan menjadi tempat tujuan isra’ nya Rasulullah dan tempat bertolaknya Nabi kita Muhammad ke sidratil muntaha untuk mendapatkan perintah wajibnya shalat lima waktu.

Mengapa kaum muslimin harus berperang mempertahankan eksistensi Baitul Maqdis dari serangan tentara Salib, dan berupaya merebutnya kembali meskipun memakan waktu puluhan tahun, kalau memang itu permasalah politik semata.

Ketika dianeksasi dan diagresi oleh tentara Salib pada tahun 1099 M, umat Islam sedang dalam kondisi tidak siap. Begitu banyak perselisihan, begitu banyak konflik di antara kaum muslimin, begitu lemahnya semangat jihad para umara; para sultan; para raja; untuk menahan serangan tentara Salib pada waktu itu. Hal ini dikarenakan melemahnya dan turunnya semangat jihad fi sabilillah.

Lalu mengapa puluhan tahun setelah itu yang sebelumnya dimotori oleh gerakan keilmuwan, keislaman untuk membangkitkan kesadaran kaum muslimin tentang pentingnya jihad fi sabilillah merebut Baitul Maqdis yang diawali dengan gerakan ulama yang dimotori oleh al-Imam Abu Hamid Al-Gazali dengan menulis kitab Ihya Ulumiddin. Lalu kemudian setelah beliau wafat tahun 1111 M dilanjutkan oleh Syekh Abdul Qodir Al-Jailani. Kalau Abu Hamid Al-Gazali adalah pemuka, mujtahid dalam mazhab Imam Asy-Syafi’i, maka Syekh Abdul Qodir Al-Jailani adalah seorang pemuka ulama yang ulung dalam mazhab Hambali. Hal ini menunjukkan persatuan dan kesatuan umat Islam dari berbagai mazhab pada saat itu. Lalu kemudian melahirkan generasi pioner yang membebaskan Baitul Maqdis dengan kemunculan seorang panglima tangguh Nuruddin Zanki pada tahun 1149 M lalu diturunkan kepada keponakannya Salahuddin Al-Ayyubi yang pada tahun 1187 M dengan takdir kudrat iradat Allah dan dengan didorong oleh semangat jihad yang begitu menggelora dan luar biasa Salahuddin berhasil memimpin kaum muslimin merebut Baitul Maqdis.

Penulis: Muhammad Nashir
Editor: Oki Aryono

Baca atikel selanjutnya : https://suaramuslim.net/sikap-terbaik-kita-untuk-palestina-2

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment