Suaramuslim.net – Sunan Kalijaga pernah diusir orang tuanya karena kelakuanya: berjudi, minum minuman keras, merampok. Hingga suatu ketika, berkat hidayah melalui dakwah Sunan Bonang, Sunan Kalijaga mengabdikan hidupnya untuk menyebarkan Islam di Nusantara.
Makam Sunan Kalijaga terletak di tengah kompleks pemakaman desa Kadilangu yang dilingkari dinding dengan pintu gerbang makam. Area makam Sunan Kalijaga masih di dalam kota Demak kira-kira berjarak sekitar 3 km dari masjid Agung Demak.
Tumbuh kembang Sunan Kalijaga
Raden Sahid yang kelak dikenal dengan sebutan Sunan Kalijaga adalah putra Temanggung Wilatikta, Bupati Tuban. Menurut Babad Tuban, kakek Sunan Kalijaga yang bernama Aria Teja, nama aslinya adalah Abdurrahman, orang keturunan Arab. Karena berhasil mengislamkan Adipati Tuban yang bernama Aria Dikara, Abdurrahman mengawini putri Aria Dikara.
Agus Sunyoto dalam Atlas Walisongo mengatakan masa muda Sunan Kalijaga seorang berandal: suka berjudi, minum minuman keras, mencuri sampai diusir oleh orang tuanya yang malu dengan kelakuan putranya.
Dengan kenakalan yang tidak lazim, yang berlanjut menjadi perampok yang tidak segan membunuh orang, hingga Sunan Kalijaga mendapat sebutan Lokajaya, berandal yang menguasai sebuah wilayah.
Suatu ketika, Sunan Kalijaga hendak merampok harta seorang yang lewat di hadapannya, namun orang tersebut bisa menunjukkan hal aneh: merubah buah aren menjadi emas.
Selain itu, kepribadian orang tersebut yang santun, akhirnya Sunan Kalijaga meminta dijadikan murid ke orang yang hendak dirampoknya tersebut. Orang itu bernama Sunan Bonang.
Siasat mengislamkan Orang
Widji Saksono dalam Mengislamkan Tanah Jawa mengatakan dakwah Walisongo menerapkan metode dakwah yang disebut dengan istilah maw’izhatul hasanah wa mujadalah billati hiya ahsan.
Metode ini mereka pergunakan dalam menghadapi tokoh khusus seperti pemimpin, orang terpandang dan terkemuka dalam masyarakat seperti bupati, adipati, raja-raja ataupun menghadapi para bangsawan lainnya.
Babad Demak menuturkan bahwa Sunan Kalijaga mengawali dakwah di Cirebon, tepatnya di desa Kalijaga, untuk mengislamkan penduduk Indramayu dan Pamanukan.
Dalam menjalankan dakwah Islam, Sunan Kalijaga dikenal suka menyamar bertindak menampilkan kelemahan diri untuk menyembunyikan kelebihan yang dimilikinya bahkan tak jarang Sunan Kalijaga sengaja menunjukkan tindakan yang seolah maksiat untuk menyembunyikan ketakwaannya yang tinggi.
Menurut Babad Cirebon ini, diketahui bahwa selama menjadi dalang berkeliling ke berbagai tempat, Sunan Kalijaga kadang menjadi dalang pantun dan dalang wayang. Sunan Kalijaga berkeliling dari wilayah Pajajaran hingga wilayah Majapahit.
Masyarakat yang ingin nanggap wayang bayarannya tidak mengubah uang melainkan cukup membaca dua kalimat syahadat, sehingga dengan cara itu Islam berkembang dengan cepat.
Di antara berbagai lakon wayang yang lazimnya diambil dari epos Ramayana dan Mahabharata, salah satu yang paling digemari masyarakat adalah lakon Dewaruci yaitu lakon wayang yang merupakan pengembangan naskah kuno Nawa Ruci.
Dakwah dari kota ke kota
Sunan Kalijaga berdakwah dengan cara berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain sebagai dalang, penggubah tembang, penari topeng, desainer pakaian, perancang alat-alat pertanian, penasihat sultan dan pelindung ruhani kepala-kepala daerah.
Sunan Kalijaga tidak sekadar menggarap bidang pendidikan anak-anak melalui tembang dan permainan, melainkan negara lewat pendidikan bagi orang dewasa melalui tembang-tembang Macapat dan berisi doa-doa, cerita wayang yang disesuaikan dengan ajaran Islam, pelatihan membuat alat-alat pertanian.
Selain itu, ia juga mengajar pelatihan membuat pakaian yang sesuai untuk masyarakat Islam di Jawa, pendidikan politik dan ketatanegaraan yang baik dan benar bagi penguasa.
Tidak ada satu pun catatan dari naskah-naskah historiografi yang menetapkan kapan Sunan Kalijaga wafat, kecuali bahwa wali termasyhur ini wafat dan dikebumikan di Kadilangu dekat Demak.
Sunan Kalijaga digambarkan sebagai wali berusia lanjut dan mengalami perubahan sejak zaman Majapahit akhir, Demak, Pajang, hingga awal masa Mataraman. Sunan Kalijaga dianggap sebagai pelindung kerajaan Mataram. Putra Sunan Kalijaga yang bernama Sunan Adi, menjadi penasehat ruhani penguasa Mataram awal Panembahan Senopati.
Teguh Imami
Alumni Ilmu Sejarah FIB Unair Surabaya