Tabung Uang di Bawah Kasur, Pedagang Pentol Jombang Kini Naik Haji

Tabung Uang di Bawah Kasur, Pedagang Pentol Jombang Kini Naik Haji

SURABAYA (Suaramuslim.net)Man jadda wajada, siapa bersungguh-sungguh dia akan mendapatkan apa yang diinginkan. Ungkapan Arab tersebut pantas disematkan pada Pak Kumis, panggilan akrab penjual pentol kaki lima di pertigaan SMPN 2 Kabupaten Jombang.

Sutrio, nama asli Pak Kumis sore kemarin, Selasa (23/7) tiba Asrama Haji Embarkasi Surabaya. Ia bersama istrinya, Nikmatul Qomariah tercatat sebagai Jemaah Calon Haji (JCH) kelompok terbang (kloter) 53 asal Kabupaten Jombang Jatim.

Pria kelahiran Jombang pada 52 tahun silam ini tak pernah memiliki cita-cita untuk menunaikan rukun Islam kelima. Pria humoris ini berpikir, ia tak mungkin bisa berangkat haji mengingat pekerjaannya hanyalah seorang pedagang pentol keliling kampung.

“Ya, dulu ga pernah kepikiran naik haji. Mosok iyo, masak bisa, wong cuma jualan pentol,” tuturnya mengenang masa lalunya.

Tahun 1994 silam, Sutrio mengawali usahanya berjualan pentol keliling desa hingga lima kilo meter dengan memakai sepeda anginnya.

Saat itu, pentol yang ia jual terbilang sedikit, yakni 3 kg adonan pentol. Setiap hari, ia mendapatkan penghasilan kotor sebesar lima puluh ribu rupiah.

Seiring berjalannya waktu, jualan pentol Pak Kumis mengalami kenaikan secara signifikan. Ia mulai memiliki banyak pelanggan karena rasa pentolnya yang terkenal enak dan murah. Ia mematok harga Rp250 perbiji pentol yang ia jual.

Kini, Pak Kumis tak lagi keliling desa untuk menjajakan pentolnya. Ia telah memiliki tempat mangkal gerobak pentolnya di perempatan SMPN 2 Jombang.

Ia memulai aktivitasnya berbelanja bahan ke pasar sejak usai melaksanakan salat Subuh. Sepulang dari pasar, ia dibantu istrinya mengolah adonan pentol. Ia lantas berjualan di tempat mangkalnya mulai pukul 09.00 hingga pukul 17.00 WIB.

Omset penjualan hariannya pun makin banyak. Setiap hari, bapak tiga anak ini mampu mengolah 25 kg daging untuk dijadikan pentol. Ia mampu mengantongi uang sebanyak Rp1.700.000 setiap kali pulang dari jualan pentol.

“Alhamdulillah, sekarang bisa membuat pentol dengan bahan dagingnya 25 kg. Dapat uangnya satu juta tujuh ratusan tiap hari,” tuturnya.

Ketika ditanya keuntungan yang ia peroleh, kakek 1 cucu ini malu menyebutkan nominalnya.

Satrio menuturkan, ia mulai menabung untuk daftar haji tahun 2007. Setiap hari, ia menyimpan uang lima puluh ribu rupiah di bawah kasur yang ia tempati. Tahun 2010, tabungan kasurnya terkumpul uang sebesar dua puluh juta rupiah.

“Saya ambil 13 juta rupiah. Saya daftarkan haji ke KBIH memakai dana talangan. Tiga belas juta itu untuk dua orang, saya dan istri saya,” ujarnya.

Karena ditinggal pergi berhaji, jualan pentolnya libur sementara.

Anak-anaknya tidak ada yang mau menggantikan profesi orang tuanya, jualan pentol.

Sepulang dari haji nanti, Sutrio akan kembali menekuni pekerjaannya berjualan pentol yang telah mampu mengantarkan ia dan istrinya pergi haji ke Baitullah serta membiayai pendidikan anak-anaknya hingga jenjang perguruan tinggi.

Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment