Suaramuslim.net – Buah hati bisa menjadi karunia luar biasa dari Allah subhanahu wa ta’ala. Menjadi penyejuk pandangan dan kebanggan orangtua. Namun di waktu yang sama, anak juga berpotensi menjadi fitnah dan musibah yang menyengsarakan orangtua. Lalu bagaimana mendidik anak sesuai dengan ajaran Islam? Berikut ulasannya.
Salah satu tujuan pernikahan dalam Islam selain membangun rumah tangga yang sakinah adalah mendapatkan keturunan yang sholih. Anak adalah anugerah dari Allah subhanahu wa ta’ala dan merupakan amanat yang diberikan kepada orangtua. Setiap anak yang lahir ke dunia adalah dalam keadaan suci dan bersih sehingga orangtualah yang berkewajiban memberi pendidikan dan menanamkan karakter pada sang anak.
Seorang ayah atau suami, sebagai kepala keluarga tentu saja sangat berperan dalam mendidik putra-putri mereka. Begitu pula dengan istri atau ibu dari anak-anak bertanggung jawab atas anak-anak yang dilahirkannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, ”Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami adalah pemimpin keluarganya. Dan istri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
Pepatah mengatakan bahwa anak yang lahir ibarat kertas putih dan orangtua serta keluargalah yang menuliskan atau menggambarkan seperti apa karakter anak yang akan dibentuk. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan pertama bagi anak, tempat anak belajar dan mengetahui banyak hal. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah seorang bayi yang dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah, maka bapaknyalah yg menjadikannya Yahudi, atau Nasrani atau Musyrik. Lalu seseorang bertanya kepada beliau: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika bayi itu meninggal sebelum itu? Maka beliau bersabda, ‘Allah lebih tahu dgn apa yg mereka kerjakan.’” (HR Muslim)
Tahapan Pendidikan
Pendidikan anak dalam Islam, seperti dikutip dari eramuslim.com, menurut sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dapat dibagi menjadi 3 tahapan atau penggolongan usia.
Tahap bermain. Tahap ini disebut laa-‘ibuhum atau tahpan mengajak anak-anak bermain. Tahapan ini di usia dari lahir sampai kira-kira 7 tahun. Selanjutnya adalah tahap penanaman disiplin. Tahapan ini dinamakan addibuhum atau tahap mengajari anak-anak tentang adab. Usianya sekitar 7 tahun sampai 14 tahun. Dan tahap ketiga adalah tahap kemitraan atau roofiquhum, yakni tahap menjadikan anak-anak sebagai sahabat. Usianya, kira-kira mulai 14 tahun ke atas.
Ketiga tahapan pendidikan ini mempunyai karakteristik pendekatan yang berbeda sesuai dengan perkembangan kepribadian anak yang sehat. Begitulah kita coba memperlakukan mereka sesuai dengan sifat-sifatnya dan tahapan hidupnya.
Untuk metode pendidikan anak dalam Islam Setidaknya, dalam buku dua orang pemikir Islam, yaitu Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) dan Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam), ada lima metode pendidikan dalam Islam.
1. melalui keteladanan atau qudwah.
2. Pembiasaan atau ‘aadah.
3. Melalui pemberian nasihat atau mau’izhoh.
4. Melaksanakan mekanisme kontrol atau mulahazhoh.
5. Pengaman hasil pendidikan adalah metode pendidikan melalui sistem sanksi atau uqubah.
Sebagai insan pendidik, orangtua hendaknya memperhatikan aspek aspek pendidikan anak dalam Islam. Peran ibu sebagai sekolah pertama atau madrasatul ula sangat berperan penting dalam pendidikan dan perkembangan anak. Agar pertumbuhannya selaras dengan ajaran Islam. Meski demikian bukan berarti ayah tidak berperan. Peran ayah ketika fase yang dikenal dengan fase Freud atau fase kelamin ini lebih kepada pengenalan tanggung jawab, keberanian, ketegasan, kedisiplinan, dan lain sebagainya. Peran ayah dan ibu ini yang kemudian harus disinergikan dalam mendidik anak. (muf/smn)