Teguran Allah ketika manusia istimewa melanggar

Teguran Allah ketika manusia istimewa melanggar

Antara Pemimpin dan Diksi Perpecahan

Suaramuslim.net – Allah menghukum orang istimewa yang melakukan pelanggaran dengan hukuman yang berlipat. Hal ini sebagai konsekuensi orang yang dipilih, seharusnya berperilaku yang bernilai dan lurus.

Ketika seorang pilihan melakukan pelanggaran syariat, maka sama saja dia melakukan pengkhianatan dari Yang mengutusnya.

Apa yang dilakukan Nabi Yunus ketika pergi meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah. Allah pun menegurnya dengan memasukkannya ke dalam perut ikan. Dia pun menyadari kesalahannya dan taubat, sehingga Allah menyelamatkan dan mengeluarkannya dari perut ikan.

Ancaman Allah juga tunjukkan kepada para istri nabi, jika melakukan pelanggaran akan mendapatkan hukuman yang berlipat. Maka layak bagi Allah ketika melipatgandakan hukuman terhadap manusia yang terpilih. Mereka seharusnya menjadi pelopor dan percontohan tindakan mulia, tetapi justru melakukan pelanggaran.

Nabi Yunus dan kemarahannya

Nabi Yunus meninggalkan kaumnya diiringi rasa marah. Kaumnya melakukan pelanggaran dan tidak mematuhi anjuran Nabi Yunus untuk kembali ke jalan yang benar.

Nabi Yunus sudah berdakwah kepada kaumnya untuk mengikuti jalan keselamatan dengan sabar. Alih-alih patuh dan tunduk pada ajakannya, mereka justru bersikap sombong dan angkuh.

Nabi Yunus pun marah dan mengancam akan datang azab Allah bila tidak mengikuti jalannya. Al-Qur’an mengabadikan kisah kemarahan Nabi Yunus dan pelariannya, hingga mendapatkan kesulitan sebagai hukuman Allah padanya.

وَ ذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَا ضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّـقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَا دٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّاۤ اِلٰهَ اِلَّاۤ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, “Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.” (Al-Anbiya: 87).

Allah memberi hukuman yang sangat berat ketika Nabi Yunus lari dari tanggung jawab, Allah pun memasukkan dalam perut ikan. Di dalam perut ikan, penuh dengan kegelapan. Oleh ikan dibawa masuk ke dalam laut dan gulungan ombak yang sangat besar. Hukuman Allah ini membuat Nabi Yunus sadar atas tindakannya yang salah.

Setidaknya ada dua kesalahannya. Meninggalkan kaumnya, dan dalam keadaan marah.

Sebagai Nabi seharusnya mendampingi umatnya dengan sabar meskipun menghadapi ancaman dan pembangkangan. Namun Nabi Yunus tidak melakukan keduanya sehingga Allah pun menegurnya. Namun karena penyesalahan hingga berzikir secara sungguh-sungguh serta bertaubat, maka Allah pun mengeluarkannya dari perut ikan.

Allah menyelamatkan Nabi Yunus karena pengakuan atas dosa dan pengagungan yang tinggi kepada Allah.

فَلَوْلَاۤ اَنَّهٗ كَا نَ مِنَ الْمُسَبِّحِيْنَ

“Maka sekiranya dia tidak termasuk orang yang banyak berzikir (bertasbih) kepada Allah.” (As-Saffat: 143).

Pelanggaran sebesar apapun yang dilakukan seorang hamba, maka Allah akan meresponsnya dengan cepat. Tingkat kesungguhan Nabi Yunus untuk mengakui kesalahannya dengan merendahkan dirinya, dan mengagungkan Allah, maka Allah pun menyelamatkan dan mengeluarkan kesulitan yang dialaminya.

Teguran Allah kepada istri nabi

Allah pun memberikan rambu-rambu khusus kepada para istri nabi untuk taat dan tunduk pada aturan Allah. Mereka istri pilihan untuk mendampingi nabi-Nya. Sebagai wanita istimewa, mereka bukan hanya mendampingi nabi, tetapi sebagai contoh istri yang akan dijadikan panutan untuk para wanita. Oleh karena sebagai panutan, maka wajar mereka mendapat hukuman berlipat bila melakukan kesalahan.

Kedudukan sebagai istri nabi memiliki bobot yang kuat dan istimewa di mata umat. Maka Allah mengancam bila berbuat keji akan mendapatkan hukuman berlipat, sebagaimana sebagaimana firman-Nya:

يٰنِسَآءَ النَّبِيِّ مَنْ يَّأْتِ مِنْكُنَّ بِفَا حِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ يُّضٰعَفْ لَهَا الْعَذَا بُ ضِعْفَيْنِ ۗ وَكَا نَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا

“Wahai istri-istri Nabi! Barang siapa di antara kamu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya azab-Nya akan dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya. Dan yang demikian itu, mudah bagi Allah.” (Al-Ahzab: 30).

Ketika istri nabi melakukan pelanggaran, maka yang tercoreng bukan hanya dirinya, tetapi suami mereka yang berposisi sebagai nabi. Sorot mata publik akan tajam kepada pribadi nabi bila istrinya berbuat menyimpang.

Penyimpangan itu dinilai sebagai kesalahan nabi dalam memiliki pasangan. Konsekuensinya, syariat yang dibawa pun dipandang cacat dan tak bernilai bagi pengikutnya, ketika istri nabi melakukan penyimpangan.

Di sinilah pentingnya kesadaran seseorang yang memiliki posisi tinggi dan dimuliakan wajib menjaga kehormatan dirinya. Ketika istri nabi berbuat menyimpang, maka sanksi sosial bukan hanya pada nabi sebagai suami, tetapi merendahkan nabi sebagai pembawa risalah ilahiyah.

Pemimpin merupakan cermin bagi rakyatnya, sehingga ketika melakukan pelanggaran, layak untuk mendapat hukuman berlipat. Sebagai orang pilihan, pemimpin harus hati-hati agar terhindar dari pelanggaran.

Ketika seorang presiden melakukan korupsi, maka layak mendapatkan hukuman yang lebih berat daripada pelanggaran yang dilakukan oleh rakyat biasa. Sejak awal seorang presiden mengetahui bahwa korupsi sangat merusak tatanan, sehingga dibuatlah undang-undang anti korupsi untuk menciptakan tatanan masyarakat yang bebas korupsi.

Ketika pemimpin tersangkut skandal korupsi, maka kerusakan tatanan jauh lebih dahsyat dan cepat, sangat pantas bila memperoleh hukuman lebih berat.

Surabaya, 1 Mei 2022
Dr. Slamet Muliono R.
Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya (2018-2022)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment