Teman Sejatimu adalah Penolongmu di Akhirat, Jangan Kau Lepas!

Teman Sejatimu adalah Penolongmu di Akhirat, Jangan Kau Lepas!

Caption: Dari kiri, Pevi Permana saat games bersama salah satu peserta untuk main skateboard bareng Foto: SUaramuslim.net

Suaramuslim.net – Manusia dalam hidupnya membutuhkan teman, karena memang ia adalah mahluk sosial. Namun demikian, kalau salah dalam memilih teman akan berdampak buruk di kehidupan akhirat nanti.

Allah ta’ala berfirman

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Pada hari itu -hari kiamat- orang-orang yang berteman dekat akan berubah menjadi musuh satu dengan yang lainnya kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67).

Pertemanan yang mesra tanpa dasar ketakwaan, nanti di akhirat akan berubah menjadi permusuhan yang penuh penyesalan.

Suami istri yang nampak romantis, mesra, nampak seolah dunia hanya menjadi miliknya, namun dalam berkeluarga tidak dilandasi ketakwaan kepada Allah, maka kelak di akhirat romantismenya itu hanya akan menjadi legenda roman sejarah saja.

Demikian pula dengan pertemanan di luar suami istri. Karena persahabatan dan kecintaan yang dibangun di atas kekafiran dan kemaksiatan maka pada hari kiamat nanti akan berubah menjadi permusuhan. Maka orang yang akan selamat darinya hanyalah orang-orang yang bertakwa yaitu yang benar-benar mentauhidkan Allah ta’ala (lihat Zaadul Masir karya Ibnul Jauzi tafsir surat Az-Zukhruf ayat 67, as-Syamilah).

Ketakwaan sebagai dasar pertemanan berada pada dua poin penting;

1. Standar halal haram dalam pertemanan atau dalam ikatan suami istri harus menjadi standar utama dalam hidup.

Kalau dalam konteks persahabatan, maka menghindari kezaliman seperti fanatisme komunitas sehingga mengganggu komunitas lainnya, adalah bentuk ketakwaan dalam berteman.

Atau dalam konteks suami istri membangun nilai keluarga yang dekat dengan Al Quran dan sunnah, adalah contoh dasar ketakwaan dalam ikatan suami istri.

2. Saling menasehati satu sama lain dalam kebaikan dan ibadah.

Menolong teman untuk tidak menzalimi orang lain dan menolong teman dari kezaliman orang lain adalah dasar ketakwaan dalam berteman.

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالَ تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ. رواه البخاري

“Tolonglah saudaramu yang berlaku zalim atau yang menzalimi. Sahabat berkata: Ya Rasulullah, kami menolong orang yang dizalimi, tetapi bagaimana kami menolong orang yang zalim. Rasullullah menjawab: Halangilah kezaliman yang dilakukan oleh mereka.” (H.R. Al-Bukhari, 2444).

So.. Kalau pertemanan benar benar dilandasi oleh ketakwaan, maka;

a. Allah akan mempersilakan kita semua beserta pasangan untuk memasuki surga.

ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنتُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ تُحْبَرُونَ

“Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan”. (QS Az-Zukhruf 70).

b. Temanmu itu cerminan dirimu, jika temanmu baik maka itulah dirimu. Jika temanmu orang orang saleh, maka jiwamu akan tergambar kesalehan pula.

الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ (أخيه) الْمُؤْمِنِ

“Seorang mukmin cerminan dari saudaranya yang mukmin” (HR al-Bukhari dalam al-Adab Al-Mufrad No. 239 dan Abu Dawud No. 4918)

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman.” (HR Abu Dâwud No. 4833 dan at-Tirmizi No. 2378).

Karena teman yang baik itu adalah seperti ungkapan;

ﺻﺪﻳﻘﻚ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ ﻻ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ

“Sahabat sejatimu adalah yang senantiasa jujur (kalau salah diingatkan), bukan yang senantiasa membenarkanmu.”

c. Temanmu kelak yang dapat menolong dengan syafaatnya di akhirat nanti.

Rasulullah bersabda tentang syafaat seorang teman di hari kiamat

حتى إذا خلص المؤمنون من النار، فوالذي نفسي بيده، ما منكم من أحد بأشد مناشدة لله في استقصاء الحق من المؤمنين لله يوم القيامة لإخوانهم الذين في النار، يقولون: ربنا كانوا يصومون معنا ويصلون ويحجون، فيقال لهم: أخرجوا من عرفتم، فتحرم صورهم على النار، فيخرجون خلقا كثيرا قد أخذت النار إلى نصف ساقيه، وإلى ركبتيه، ثم يقولون: ربنا ما بقي فيها أحد ممن أمرتنا به، فيقول: ارجعوا فمن وجدتم في قلبه مثقال دينار من خير فأخرجوه، فيخرجون خلقا كثيرا، ثم يقولون: ربنا لم نذر فيها أحدا ممن أمرتنا

“Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon: Wahai Tuhan kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji.

Dijawab: ”Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka.

Para mukminin ini pun mengeluarkan banyak saudaranya yang telah dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya.

Kemudian orang mukmin itu lapor kepada Allah, ”Ya Tuhan kami, orang yang Engkau perintahkan untuk dientaskan dari neraka, sudah tidak tersisa.”

Allah berfirman, ”Kembali lagi, keluarkanlah yang masih memiliki iman seberat dinar.”

Maka dikeluarkanlah orang mukmin banyak sekali yang disiksa di neraka. Kemudian mereka melapor, ”Wahai Tuhan kami, kami tidak meninggalkan seorang pun orang yang Engkau perintahkan untuk dientas…” (HR. Muslim no. 183).

Karena itu Imam Hasan Al Bashri pernah mengungkapkan;

استكثروا من الأصدقاء المؤمنين فإن لهم شفاعة يوم القيامة

”Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka memiliki syafaat pada hari klamat.” (Ma’alimut Tanzil 4/268).

Karena itu Ibnu Al Jauzy pernah berwasiat kepada murid murid nya.

إن لم تجدوني في الجنة بينكم فاسألوا عني وقولوا : يا ربنا عبدك فلان كان يذكرنا بك

”Jika kalian tidak menemukan aku di surga, maka tanyakanlah tentang aku kepada Allah. Ucapkan: ’Wahai Rabb kami, hamba-Mu fulan, dulu dia pernah mengingatkan kami untuk mengingat Engkau.”
Kemudian beliau menangis.

Wallahu A’lam.

*Disampaikan oleh Ust M Junaidi Sahal dalam program talkshow Dialog Motivasi Al Qur’an di radio Suara Muslim Surabaya 93.8 FM. Kamis, 27 Desember 2018 pukul 05.30-06.30 WIB.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment