Tinggal Bersama Orang Tua Setelah Nikah, Berkah atau Masalah?

Tinggal Bersama Orang Tua Setelah Nikah, Berkah atau Masalah?

BUNDA HARNI RAJAB KONSELOR SPEMMA (SMP MUHAMMADIYAH 5 SURABAYA). Foto: suaramuslim.net

Suaramuslim.net – Tinggal bersama orang tua atau mertua ketika sudah berumah tangga mungkin menjadi harapan tersendiri apalagi ketika kita belum bisa berdiri sendiri secara ekonomi. Namun di sisi lain ini menjadi momok tersendiri bagi para menantu, terutama menantu perempuan.

Tentunya banyak sekali cerita, banyak sekali persoalan, tetapi yang saya ikuti, yang saya sempat hadapi bermacam-macam. Ada yang pada akhirnya menuai kebahagiaan. Walaupun persoalannya itu luar biasa. Ada juga yang persoalannya layaknya di sinetron. Episode demi episode, dimulai sejak awal pernikahan, mempunyai anak, sampai anak berikutnya, dan seterusnya, sampai punya rumah, dan sampai kembali lagi ke rumah mertua.

Ada sesuatu yang luar biasa yang saya dapatkan dari semua ini. Banyak sekali.

Saya akan memberikan satu apresiasi untuk yang sudah menikah tapi tinggal dengan orang tua, apalagi dengan niatan bahwa memang dia tetap ingin bersama orang tuanya, ingin membantu orang tuanya, itu luar biasa. Dan itu memang suatu hal yang diajarkan oleh agama kita. Hanya persoalannya adalah kalau kita lihat di dalam kehidupan nyata memang menimbulkan berbagai macam persoalan.

Kalau misalnya ada yang serumah karena belum bisa berdiri sendiri secara ekonomi sehingga dia harus ikut bersama orang tua, itu nanti akan banyak sekali kasusnya. Terutama kalau kita ikut orang tua dan kebetulan banyak sekali persoalan, yang saya maksud adalah menantu putri.

Adakalanya persoalan-persoalan tersebut sederhana sekali, tetapi itu bisa menjadi persoalan ketika kita menyikapinya tidak dengan satu pandangan yang positif. Sehingga hal-hal kecil bisa menjadi persoalan.

Hal-hal apa yang membuat tidak nyaman ketika harus tinggal dengan orang tua/mertua?

Saya coba contohkan ada berbagai macam sikap mertua terutama sekali terhadap menantu putri.

Ada Ibu mertua yang dominan sekali terhadap anaknya, sehingga kalau si anak pulang kerja harus menyapa ibunya terlebih dahulu, mendapat gaji pun amplopnya harus diberikan terlebih dahulu ke ibundanya. Nah, seperti ini kan menjadi persoalan luar biasa untuk sang istri yang punya andil juga untuk mengurus keuangan.

Sehingga di sini saya melihat bahwa ketika mertua itu dominan sekali maka yang tertekan adalah menantu wanitanya. Bagaimana suaminya menghadapi ibundanya? Bagaimana dia seharusnya bersikap kepada istrinya? Ada satu ilmu tersendiri yang harus dimiliki oleh seorang suami.

Secara gamblang Allah menyebutkan dalam firman-Nya bahwa kedudukan orang tua sangat mulia. Bahkan karena begitu mulianya, Allah langsung memandu umat Islam jangan sampai salah dalam bergaul untuk memuliakan orang tua, lebih-lebih di usia mereka yang sudah lanjut. Berkata “ah” saja kepada mereka, Allah sangat melarangnya.

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al- Isra: 23).

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa kata qadhaa dalam ayat ini berarti perintah. Sementara itu Mujahid berkata artinya adalah berwasiat.

Berarti ayat ini sangat penting dan utama untuk diperhatikan dan diamalkan oleh seluruh umat Islam agar benar-benar bersemangat dalam memuliakan orang tua. Apalagi, perintah ini Allah tegaskan setelah perintah untuk ikhlas beribadah dengan tidak menyekutukan-Nya.

Dengan kata lain, siapa pun dari umat Islam yang tidak memuliakan orang tuanya berarti dia tidak berhak atas kemuliaan. Sebaliknya, kehinaan demi kehinaan akan selalu menghampiri perjalan hidupnya di dunia maupun akhirat.

Dalam banyak ayat, Allah mengingatkan agar manusia berbuat baik pada kedua orang tuanya.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Luqman: 14).

Sebuah hadis menyebutkan, “Sungguh hina, sungguh hina, kemudian sungguh hina, orang yang mendapatkan salah seorang atau kedua orang tuanya lanjut usia di sisinya (semasa hidupnya), namun ia (orang tuanya) tidak memasukkannya ke surga.” (HR Ahmad).

Narasumber: Bunda Harni Rajab – Konselor SPEMMA (SMP MUHAMMADIYAH 5 Surabaya)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment