Suaramuslim.net – Sesungguhnya Al-Qur`an telah memberikan nasihat yang indah dalam bertoleransi antar agama.
Satu-satunya kitab suci yang mengisahkan para Nabi secara apik, edukatif dan dengan menggunakan bahasa yang indah lagi penuh penghormatan.
Al-Qur`an justru menceritakan dan menyebut sosok Nabi Musa sebagai Nabinya orang Yahudi lebih banyak dibanding kisah dan penyebutan tentang Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم .
Contoh di surat Al Baqarah, hampir 1 juz (ayat 40-142) berbicara tentang Bani Israel dan Nabi Musa.
Belum lagi bagaimana Al-Qur`an mengisahkan tentang Nabi Isa dan ibunya dengan bahasa yang penuh penghormatan dan kemuliaan. Begitu pula banyak nabi lainnya yang dikisahkan secara indah. Inilah toleransi yang indah dari Al-Qur`an.
Bagaimana Nabi Muhammad mengajarkan toleransi dengan agama lainnya?
Perhatikan inspirasi dari Surat Al Kafirun ini;
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Orang zaman old (Quraisy), yang sebodoh-bodohnya mereka menganggap masing-masing agama itu berbeda-beda.
Tokoh Quraisy (Al Walid ibn al Mughirah, Aswad Ibn Abdul Muthollib, Umayyah ibn Khalaf) mengajak Rasululullah untuk beribadah kepada berhala mereka selama satu tahun, lalu mereka akan bergantian beribadah kepada sesembahan Rasulullah (yaitu Allah Ta’ala) selama setahun pula.
Sedang orang zaman now, yang pinter dengan berderet gelar itu menganggap semua agama itu sama, hanya beda cara dan bentuk. Subhanallah!!!
Surat di atas, dinamakan surat al Kafirun, yang berlaku sepanjang masa. Surat tersebut memliki makna yang indah bagaimana semestinya bertoleransi dengan agama lain.
Surat tersebut melahirkan teori yang indah dalam bertoleransi;
1. Teori pertama
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah”
La a’budu , ini kata kerja mudlori’, yang menunjukan; bahwa umat Islam tidak boleh melakukan aktifitas ibadah termasuk prosesnya dari agama lain. Bahwa umat Islam harus menoleransi proses ibadah agama lain dan tanpa mengganggunya.
Sebaliknya pun demikian, umat agama lain tidak boleh mengganggu aktivitas ibadah umat Islam.
2. Teori kedua
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah”
Pada ayat ini menggunakan kalimat isim (noun/ kata benda), ‘abidun, menunjukkan umat Islam tidak harus menggunakan benda atau atribut keagamaan lainnya. Demikian pula sebaliknya.
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah”
3. Teori ketiga
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” Maksudnya silakan masing-masing beribadah sesuai dengan agamanya, tidak boleh saling mencaci satu sama lainnya.
Sebagaimana firman Allah lainnya;
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al An’am: 108).
Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam I’lamul Muwaaqi’in menjelaskan ayat di atas, “Allah melarang kita mencela tuhan-tuhan orang musyrik dengan pencelaan yang keras atau sampai merendah-rendahkan (secara terang-terangan) karena hal ini akan membuat mereka akan membalas dengan mencela Allah. Tentu termasuk maslahat besar bila kita tidak mencela tuhan orang kafir agar tidak berdampak celaan bagi Allah (sesembahan kita). Jadi hal ini adalah peringatan tegas agar tidak berbuat seperti itu, supaya tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih parah.”
4. Teori keempat
Selain urusan ibadah, seperti sosial dan muamalat, silakan bersemangat untuk bersinergi dengan non muslim.
فِى كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
“Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (Al-Bukhari no. 2466 dan Muslim no. 2244).
Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai Abu Dzarr, jika engkau memasak masakan berkuah, maka perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah tetanggamu.” (Riwayat Muslim).
Intinya berbuat baik kepada non muslim atau orang kafir yang baik sama kita, selama tidak termasuk ranah ibadah, itu justru dianjurkan.
Allah berfirman;
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ . إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Mumtahanah: 8-9).
Wallohu A’lam
M Junaidi Sahal
Disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya
26 Desember 2024/ 25 Jumadil Akhir 1446