Suaramuslim.net – Pandemi global wabah corona virus (Covid-19) turut memengaruhi laju pemanasan global dan perubahan iklim.
Jurnal Nature belum lama ini mengungkap fakta mengejutkan mengenai lubang ozon bumi mulai pulih akibat berkurangnya efek pemanasan global.
Seperti diketahui, lubang ozon bumi merupakan perlindungan di bagian statosfer bumi. Lapisan ini berfungsi untuk menyerap sebagian besar radiasi ultraviolet yang dipancarkan dari matahari.
Tertutupnya lubang ozon bumi ini tentu adalah kabar baik. Hal ini menandakan bahwa bumi sedang memperbaiki diri. Fakta bahwa lubang ozon bumi sempat rusak tentu membahayakan kehidupan manusia.
Suka atau tidak suka wabah corona pulihkan kondisi bumi. Bumi jadi bisa “bernapas” lagi
Dikutip dari hipwee, wabah virus corona telah berdampak pada banyak sekali aspek dalam kehidupan manusia; ekonomi, bisnis, transportasi, sosial, hingga kesehatan mental. Tapi dari semua efek corona itu, kebanyakan yang dibahas cuma yang negatif-negatif saja, seolah-olah corona yang secara tidak langsung sudah membuat perekonomian dunia lumpuh, bisnis-bisnis merugi, karyawan banyak yang tidak digaji, bahkan sampai di-PHK.
Menjamurnya pemberitaan soal corona sejak awal tahun ini juga diam-diam telah memengaruhi kesehatan mental banyak orang. Akhirnya, tidak sedikit yang jadi benci dengan corona, acuh tak acuh, dan yang terparah, sampai tak peduli sama imbauan pemerintah.
Selalu ada hikmah di balik setiap musibah
Di tengah physical distancing besar-besaran akibat virus corona ini, bumi, tempat kita berpijak saat ini, bisa jadi perlahan mulai bisa bernapas lagi. Polusi berkurang, seiring berkurangnya jumlah kendaraan yang lalu-lalang, pesawat yang beroperasi, hingga aktivitas di pabrik-pabrik. Karena menurut ilmuwan, kegiatan-kegiatan tersebut telah menyumbang kerusakan bumi yang cukup besar.
Menurut Kimberly Nicholas peneliti dari pusat Studi Keberlanjutan Lund University Swedia, ada tiga aktivitas manusia yang menyumbang emisi karbon terbesar di bumi yaitu naik pesawat, naik mobil, dan mengonsumsi produk hewani.
Naik pesawat dan naik mobil jadi aktivitas yang jarang dilakukan manusia di tengah masa-masa isolasi seperti sekarang ini. Banyak orang akhirnya membatalkan jadwal terbangnya setelah melihat situasi memang lagi tak mendukung, apalagi tidak sedikit negara yang sudah memberlakukan lockdown.
Kondisi lalu lintas di jalur darat juga relatif lebih sepi dari biasanya. Sejumlah titik yang hampir selalu macet, menjadi lengang. Tentu saja situasi ini menjadi kabar baik bagi bumi, karena polusi dan emisi gas rumah kaca menjadi berkurang.
Di Cina, konsentrasi nitrogen dioksida –polutan yang dilepaskan dari pembakaran fosil– dilaporkan menurun sekitar 40% semenjak negara itu mengumumkan lockdown di beberapa wilayah.
Kemungkinan hal yang sama juga terjadi di wilayah-wilayah yang menyerukan kebijakan serupa. Di Jakarta misalnya, walaupun tidak ada lockdown, tapi masyarakat mulai aware sama imbauan buat tetap di rumah aja. Banyak juga perusahaan yang memberlakukan work from home. Dari sektor bisnis, permintaan jadi berkurang, membuat mereka jadi mengurangi produksinya. Ada juga yang sampai menghentikan operasionalnya karena situasi yang terombang-ambing.
Tapi memang belum bisa dipastikan apakah bumi benar-benar kembali bisa “bernapas” lagi
Sejauh ini belum ada penelitian yang menjawabnya secara pasti. Karena dengan kita berada di rumah dalam waktu yang lebih lama, bisa jadi konsumsi listrik kita bertambah. Durasi kita menyalakan AC dan perlengkapan lain ikut meningkat juga.
Menurut Christopher M. Jones, lead developer di CoolClimate Network, penduduk yang tinggal di negara dingin akan lebih banyak menyalakan pemanas ruangan saat mereka dipaksa berada lebih lama di dalam rumah. Padahal aktivitas itu bahkan lebih tidak ramah lingkungan dibanding mengemudikan kendaraan.
Jadi, apakah bumi saat ini membaik atau tidak?
Sebenarnya jawabannya belum bisa dipastikan. Ilmuwan pun masih berselisih pendapat. Kalau pun memang kondisi bumi membaik, sepertinya itu hanya akan berlangsung sementara, karena jika wabah sudah berakhir, bisa jadi orang di seluruh dunia akan “balas dendam” dengan bepergian secara serentak, booking tiket pesawat buat liburan, dan pabrik-pabrik kembali menggenjot produksi untuk mengejar ketertinggalan.