Wahai Ibu, Anda Adalah Cermin Anak

Wahai Ibu, Anda Adalah Cermin Anak

Ibu, Ke Mana Jilbab Lebarnya?
Ilustrasi ibu berjilbab dan anaknya. (Foto: daaruttauhiid.org)

Suaramuslim.net – Ibu bukan hanya memegang peran sentral bagi anaknya, tetapi menjadi cermin kesuksesan atau kegagalan anak.

Sukses besar para nabi dan rasul tidak lepas dari sentuhan dan didikan ibunya. Al-Qur’an banyak menarasikan dengan jelas bahwa agung dan hinanya seorang anak bergantung oleh peran sang ibu.

Ibu bisa menjadi cermin dan mewarnai sukses atau rusaknya anak. Tidak salah apabila surga di bawah kaki ibu.

Istri Fir’aun merupakan sosok yang memengaruhi kebesaran dan keagungan Nabi Musa sehingga menjadi tokoh sentral Bani Israil.

Nabi Isa menjadi nabi yang bersinar, hingga dituhankan oleh pengikut Nasrani, karena disentuh oleh sang ibu, Maryam.

Demikian pula Nabi Ismail menjadi nabi yang mulia karena sentuhan ibunya, Hajar.

Nabi Muhammad juga demikian, sehingga menjadi manusia yang menciptakan peradaban agung dan gemilang, karena pernah disentuh oleh seorang perempuan desa, Halimah As-Sa’diyah.

Sebaliknya, Kan’an merupakan sosok anak durhaka dan membangkang ajakan ayahnya, Nabi Nuh. Dia lebih mengikuti ajakan ibunya sehingga mati tenggelam saat banjir datang.

Ibu dan Peran Sentral Keluarga

Ibu merupakan “madrasatul ula” (pendidikan pertama/utama) bagi anak. Di samping pernah di dalam kandungan ibu, anak banyak berinteraksi dengan ibunya sejak bayi, usia anak-anak hingga remaja-dewasa.

Tidak heran apabila sang ibu sangat mendominasi karakter dan watak anaknya. Ibu banyak berinteraksi dan menempa anak untuk belajar atau bermain, serius atau bercanda.

Dengan kata lain, ibu sangat dominan dalam mewarnai kepribadian sang buah hati. Hal inilah yang nantinya akan membentuk sekaligus menentukan sukses-gemilang dan gagal-terlantarnya anak.

Sejarah agung Nabi Musa tidak lepas dari peran seorang ibu. Ibu yang membesarkan Nabi Musa saat kecil tidak lain adalah istri Fir’aun.

Nabi Musa dibesarkan di lingkungan istana hingga dewasa, dan tentu saja interaksi dengan ibunya (istri Fir’aun) turut membentuk jiwa yang agung.

Nabi Musa banyak disebut dalam Al-Qur’an berperan besar dalam membebaskan Bani Israil dari cengkeraman Fir’aun.

Keberhasilan Nabi Musa yang memegang peran penting pembebasan Bani Israil itu tidak bisa dilepaskan dari peran isteri Fir’aun.

Nabi Isa juga layak disebut sebagai nabi yang menyinari masyarakatnya, hingga dituhankan oleh pengikut Nasrani. Dia disentuh dan dibesarkan sang ibu, Maryam.

Maryam merupakan sosok perempuan yang taat beribadah dan tidak pernah berbuat maksiat. Sosok Maryam inilah yang mendidik Nabi Isa, sehingga kelak Nabi Isa menjadi nabi yang agung dan gemilang.

Demikian pula yang dialami Ismail. Dia menjadi nabi yang mulia karena sentuhan seorang ibu yang sabar dan taat pada suaminya.

Hajar dan Ismail tercatat dalam sejarah bangsa Arab karena penuh kesabaran hidup di tanah tandus yang dipenuhi padang pasir. Kesabaran dan pengorbanan yang demikian besar ini diganjar Allah dengan keluarnya sumur zam-zam.

Di tengah gurun pasir yang kering kerontang sang ibu gigih mendidik anaknya tanpa didampingi suami (Ibrahim).

Berkat kegigihan ibunya dalam mendidik anak itulah Allah menganugerahi Ismail sebagai pribadi agung yang berkhidmat bersama ayahnya membangun Ka’bah.

Sebaliknya, Kan’an merupakan sosok anak durhaka dan membangkang. Meskipun dia anak dari seorang Nabi (Nuh), namun tidak patuh terhadap ajaran yang dibawa ayahnya.

Kan’an lebih taat dan mengikuti ajakan ibunya untuk menentang ajakan ayahnya. Pembangkangan Kan’an tidak lepas dari peran ibu, sehingga tidak sejalan dengan perintah sang ayah.

Peran ibu yang demikian ini membuat akhir hayat Kan’an sangat tragis. Dia mati tenggelam saat air bah melanda.

Nabi Muhammad dan Peran Ibu

Peran dan kontribusi ibu yang demikian agung juga bisa dilacak pada diri Nabi Muhammad. Beliau setelah ditinggal mati oleh ibunya saat masih kecil, diasuh oleh seorang perempuan di pedalaman dengan kondisi ekonomi yang sangat sederhana.

Perempuan itu bernama Halimah As-Sa’diyah. Muhammad hidup dalam pengawasan dan asuhan perempuan desa yang penuh dengan kasih sayang dan perhatian.

Sentuhan ikhlas Halimah Sa’diyah inilah yang membentuk Muhammad kecil. Hal ini sebagai modal dasar atas lahirnya pemimpin agung yang nantinya menjadi nabi yang mulia dan berhasil membuat bangsa Arab terangkat menjadi bangsa yang beradab dan berperadaban tinggi.

Nabi Muhammad merupakan sosok agung dan mulia hingga bangsa Arab memuliakannya dan Allah mengangkat derajatnya setinggi-tingginya.

Muhammad dikenal memiliki akhlak yang mulia sejak sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Bangsa Arab menjulukinya dengan sebutan Al-Amin (terpercaya), hingga dipercaya menjadi penengah ketika terjadi konflik meletakkan Hajar Aswad di Ka’bah.

Bila menengok sejarah, keagungan sosok Nabi Muhammad hingga menjadi manusia terbaik, tidak lepas dari sentuhan seorang perempuan pedalaman.

Perempuan yang hidup dalam keterbatasan dan kekurangan ekonomi itu mendidik penuh perhatian dan kesungguhan.

Hal inilah yang membuat sosok Muhammad sangat peduli dengan orang miskin, dan para pengikut yang sangat gigih membela Nabi Muhammad adalah mereka yang hidup dalam keterbatasan dan kekurangan.

Orang-orang miskin inilah yang menjadi gigih memegang teguh ajaran Islam dan menjadi pengikut setia Nabi Muhammad.

Kebesaran sosok Nabi Muhammad tidak bisa dilepaskan dari sosok Halimatus Sa’diyah. Dia merupakan sosok ibu sederhana, yang sangat perhatian dan tulus dalam memelihara Muhammad saat masih kecil.

Perhatian yang tulus, peduli, dan santun dalam mendidik anak asuhnya inilah, membentuk sosok Nabi Muhammad menjadi pemimpin besar yang membela dan berjuang untuk kepentingan umatnya.

Surabaya, 16 Juni 2021

Dr. Slamet Muliono Redjosari
Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment