Suaramuslim.net – Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) secara resmi menganjurkan untuk mengganti frasa social distancing menjadi physical distancing. Untuk mencegah penyebaran virus, WHO menggunakan frasa ini karena kita memang harus jaga jarak fisik tetapi itu sama sekali bukan berarti kita harus menjauhkan diri secara sosial.
Menjaga jarak fisik atau physical distancing antara diri sendiri dan orang lain, memainkan peran penting dalam membantu mencegah penyebaran virus karena Covid-19, menyebar dari orang ke orang ketika seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin.
Physical distancing untuk kesehatan fisik dan mental
Dikutip dari sehatq.com, sesaat setelah pandemi virus corona menyebar dari Tiongkok ke berbagai negara di dunia, social distancingmulai diterapkan untuk memperlambat penyebaran virus yang telah merenggut belasan ribu nyawa itu.
Social distancing adalah tindakan untuk berdiam diri di rumah, menjauh dari keramaian, hingga menjaga jarak 1,8 meter (6 kaki) dari orang lain. Menurut WHO, bukan berarti masyarakat harus “terputus” dari orang lain dan melupakan cara berkomunikasi.
Maka dari itu, diubahnya frasa social distancing menjadi physical distancing, diharapkan bisa menjadi pengingat bagi masyarakat untuk tetap bersosialisasi, demi menjaga kesehatan mental, tapi tetap menjaga jarak untuk mencegah penyebaran virus corona.
WHO menegaskan, bukan berarti komunikasi harus dilakukan secara langsung. Badan kesehatan yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) itu mengatakan, keberadaan teknologi seperti internet, dapat dijadikan “media” bagi masyarakat untuk tetap bertatap muka dan berbicara satu sama lain.
Kesimpulannya, jarak fisik harus tetap dijaga selama masa pandemi penyebaran virus corona, tapi bukan jarak komunikasi di antara Anda dengan keluarga ataupun kerabat. Ingat juga, kesehatan mental Anda tidak kalah penting dari kesehatan fisik. Inilah yang ingin disampaikan WHO dengan merubah kata-kata social distancing, menjadi physical distancing.
Virus corona yang secara resmi disebut SARS-CoV-2 ini, diindikasi menyebar paling banyak melalui respiratory droplets atau tetesan-tetesan dari saluran pernapasan saat kita batuk atau bersin. Tetesan ini bisa saja mengenai orang lain dalam jarak dekat atau menempel pada permukaan benda-benda sekitar. Makanya, imbauan utama yang selalu berulang kali digencarkan adalah rajin-rajin mencuci tangan dan jangan menyentuh muka dengan tangan kotor.
Jaga jarak fisik ini adalah metode sementara yang sangat penting untuk memperlambat penyebaran virus
Karena pada dasarnya kita dalah makhluk sosial, imbauan “jaga jarak” ini jelas sulit untuk dilakukan. Mereka yang berkomitmen melakukannya pun sering lupa, nggak sadar sendiri tiba-tiba sudah berbicara dalam jarak dekat dengan ibu atau orang rumah lainnya. Apalagi mereka yang mungkin skeptis dengan imbauan ini, pasti masih banyak yang beranggapan, tidak apa-apa lah toh nggak sakit atau bersin-bersin. Atau anak muda yang merasa lebih tidak berisiko karena usianya, nggak apa-apa lah ngafe sebentar toh kalau kena corona katanya kebanyakan gejalanya ringan (Sumber: Hipwee).
Permasalahannya perilaku ini tidak hanya akan berpengaruh pada diri sendiri, tetapi juga mungkin teman nongkrong di kafe yang kebetulan tinggal bersama eyangnya yang sudah sepuh atau kerabat lainnya yang punya imun rendah.
Berdasarkan apa yang kita tahu saat ini, tak ada salahnya kita semua menjaga jarak dan tetap di rumah supaya virus yang jelas-jelas sudah ada di luar sana bisa ‘lewat’ dengan sedikit mungkin jumlah korban.
Hal ini terutama penting supaya rumah sakit dan para tenaga medis yang jumlahnya terbatas, tidak kewalahan menghadapi gelombang pasien yang datang bersamaan. Makanya kita punya peran penting untuk memperlambat laju virus, supaya para tenaga medis dan rumah sakit bisa memiliki kapasitas dan waktu lebih.