Suaramuslim.net – Sebagai pengguna aktif media sosial, seringkali emosi kita terpancing untuk menanggapi suatu berita yang sedang viral. Terlebih lagi jika berita tersebut dibumbui isu SARA dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai tidak sesuai dengan harapan. Di saat emosi tersulut, jari-jemari gatal untuk mengetikkan luapan emosi yang memuncak. Namun kita harus ingat bahwa UU ITE sedang mengintai kita. Sebab komentar yang dikirimkan bersifat permanen dan dapat diakses oleh publik meskipun telah dihapus.
Akhir Bulan Februari lalu, Asma Dewi, dituntut 2 tahun penjara dan membayar denda 300 juta rupiah subsider 3 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum. Asma Dewi dinilai terbukti melanggar UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 terkait unggahannya di facebook yang mengomentari kanaikan harga daging yang dituding memojokkan rezim atau pemerintah.
Selain itu, Rini Sulistiawati binti Djoko Warsito, terancam terjerat kasus serupa setelah ia dilaporkan dan diciduk oleh tim cyber Polda Metro Jaya akibat mengunggah meme bertuliskan “PDIP Tidak Butuh Suara Umat Islam”.
Untuk menghindari hal-hal yang demikian, maka ada beberapa tips agar pengguna aktif media sosial tetap bisa mengutarakan pendapatnya namun juga tidak melanggar UU ITE yang telah berlaku di Indonesia.
Tidak menyebarkan berita hoax
Tidak menyebarkan berita hoax atau sudah melakukan tabayyun sebelum mengunggah atau menyebarkan suatu berita. Seringkali kita membagikan berbagai informasi tanpa diketahui jelas tidak sumber berita atau shahih tidaknya dalil yang digunakan. Sebab penyebaran berita hoax dapat dijerat Pasal 28 ayat 1 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008.
Mengunggah hal-hal yang berbau kritis dengan cara penyampaian yang baik dan tidak provokatif
Emosi yang meluap-luap seringkali membuat seseorang kalap dengan mengujarkan kata-kata yang tidak pantas. Bahkan terkadang muncul komentar bernada ancaman yang meresahkan pihak lain. Hal tersebut termasuk dalam ujaran kebencian yang terdapat pada pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Menimbang ulang bobot komentar atau isi unggahan sebelum diunggah pada halaman media sosial
Agar menjadi pengguna media sosial yang bijak, maka patut kita pertimbangkan apakah isi berita atau gambar atau video yang akan kita unggah menginspirasi dan bermanfaat bagi orang lain atau justru sebaliknya. Sehingga butuh berpikir dua kali sebelum memutuskan untung memposting sesuatu di media sosial.
Tidak menyerang individu atau kelompok atau pemerintah secara terang-terangan
Dua kasus penangkapan ibu-ibu yang telah disebutkan awal paragraf atas, keduanya didakwa melanggar UU ITE setelah memberikan komentar dan unggahan berupa kritik pedas kepada sebuah kelompok atau pemerintah secara terang-terangan.
Meskipun hal itu berarti sebuah kelompok atau pemerintah yang dituding dapat diasumsikan sebagai kelompok yang menolak kritik, namun sebaiknya kita lebih bijak lagi dalam menanggapi suatu berita. Apalagi meluapkan emosi dengan mengetikkan kata-kata yang kasar atau gambar/meme yang dianggap melecehkan.
Tetap fokus dengan tujuan utama
Tetap fokus dengan tujuan utama penggunaan media sosial dan waspada dengan emosi yang timbul akibat penggunaan media sosial.
Awal seseorang membuat media sosial tentulah punya maksud dan tujuan tertentu. Baik untuk menjalin silaturrahim, melakukan ‘amar ma’ruf nahi munkar, mempermudah mengakses informasi, menambah channel kenalan, hingga berjualan online. Maka fokuslah pada tujuan tersebut dan senantiasa ingat bahwa selain Allah yang mengetahui segala tindak-tanduk kita baik di dunia nyata maupun maya, tim cyber pun juga mengawasi tindak tanduk kita di dunia maya.
Demikianlah beberapa tips berkomentar cerdas di media sosial. Terlepas dari beberapa pasal UU ITE yang dianggap multitafsir, mengekang sikap kritis masyarakat dan menimbulkan kriminalisasi yang berlebihan, diharapkan agar pengguna media sosial dapat berkomentar cerdas dan bersosialisasi cerdas di dunia maya.
Kontributor: Dinda Sarihati Sutejo*
Editor: Oki Aryono
*Alumni Mahasiswi Institut Teknologi Sepuluh Nopember