Suaramuslim.net – Mencetak sebuah generasi idaman yang sarat dengan nilai mulia bukanlah hal biasa dan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Orang tua masa kini cenderung melakukan langkah instan untuk mencapai harapan pada putra-putrinya.
Cukup dimasukkan pada sekolah-sekolah Islam favorit yang full day schooll atau menambah jam belajar mengaji privat di rumah dan sebagainya, asal anaknya bisa menjadi seperti yang diharapkan, tanpa berusaha menjadikan dirinya terlebih dahulu shalih dan memberikan contoh bagi putra-putrinya sendiri.
Setumpuk alasan seakan sudah menjadi legalisasi bahwa mereka (para orang tua) tidak memiliki waktu yang luang untuk mendampingi pendidikan putra-putrinya di rumah, jangankan mengontrol jam nonton tv anak, menengok ke kamar anaknya untuk memastikan sudah tidur dan mematikan laptop atau fasilitas elektronik lainnya terkadang sudah tidak sempat.
Ini sebenarnya akan menjadi bumerang bagi orang tua, bagaimana tidak? Karena anak akan tumbuh tanpa kasih sayang mereka, tanpa pendampingan dan bimbingan. Se-elit apapun sekolah putra-putrinya, tidak akan maksimal harapannya, karena sumber pendidikan yang utama dalam keluarga tidak mereka dapatkan.
Jika sudah mendapat undangan dari sekolah tentang menurunnya prestasi dan munculnya masalah pada anak, barulah orang tua menyadari kelalaiannya. Na’udzubillah.
Kisah keteladanan keluarga dalam Al Quran
Banyak kisah keteladanan dalam Al Quran tentang keluarga-keluarga penuh inspirasi yang mengantar generasinya menjadi pemimpin umat, shalih, berakhlak mulia, memiliki keyakinan yang kuat, kesabaran dalam ujian serta ketaatan atas perintah Allah dan orang tuanya yang selalu diawali dengan kesiapan pendidikan dan keshalihan orang tuanya, terutama ayahnya. Salah satunya adalah dari keluarga Nabi Ibrahim As.
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (QS. Ali Imran: 33)
Beliau adalah adalah sosok seorang Rasul, pendidik, Ayah dan suami yang sukses mendidik keluarga dan ummat. Tak ada lagi yang meragukan kualitas keimanan, keshalihan dan kepemimpinannya sebagai seorang nabi, utusan Allah.
Demikian pula tentunya dengan perannya sebagai ayah dan pendidik. Namun memang tidak mudah untuk begitu saja memahami atau mencerna konsep-konsep pendidikannya dalam mendidik keluarga dan ummat. Mari kita coba mentadabburi firman Allah surat Ashaffat ayat 1 berikut,
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.
Dalam surat di atas poin-poin utama yang bisa dijadikan pelajaran dari konsep pendidikan nabi Ibrahim adalah:
- Ketauhidan menjadi pondasi utama yang ditancapkan:
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (QS. Al Baqarah: 132)
Pondasi tauhid menjadi yang utama, bukanlah prestasi akademik, deretan penuh piala atau penghargaan di almari yang menjadi kebanggaan. Hal ini sudah mulai dilupakan oleh kebanyakan orang tua masa sekarang, firman Allah:
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (QS. Al Baqarah: 133)
Nabi Ibrahim juga merupakan seorang ayah yang visioner, ini termaktub dalam doanya yang sering kita panjatkan, bagaimana beliau ingin isteri-isteri dan keturunannya menjadi penyenang hati dan imam bagi orang-orang yang bertaqwa. Tujuan besar yang tidak mudah, sejalan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً
“dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Furqan: 74)
Suatu tujuan yang luar biasa. Menjadi orang muttaqin sangatlah tidak mudah apalagi menjadi imam orang-orang muttaqin, ada beberapa tafsiran tentang kata imam diayat tersebut:
Ibnu Abbas, Al hasan, Qatadah, Asuddy, dan Ar robi’ bin anas berkata, “Maksud kata imam di ayat tersebut adalah imam yang jadi panutan dan teladan dalam kebaikan. Sebagian yang lain memberikan makna. Imam muttaqin adalah menjadi penunjuk jalan bagi orang orang yang dapat hidayah dan menjadi dai untuk menyeru kapada kebaikan, dengan harapan apa yang dilakukan, diserukan dan ibadah yang diprektekkan diteruskan oleh anak anak mereka juga siapa saja, sehingga menjadi amal yang bersambung tak henti memmberikan pahala yang melimpah meski sudah meninggal dunia pemilik amalnya”. (Salim, 2013)
2. Pendidikan keluarga menjadi prioritas pertama sebelum ke yang lain sebagaimana firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At Tahrim: 6)
“(ingatlah) ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “apakah yang kamu sembah itu? apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan berbohong? maka apakah anggapanmu terhadap Tuhan semesta alam?” (QS. AShoffat: 85-87)
Dari ayat di atas Nabi ibrahim mendahulukan kelurganya sebelum kemudian masyarakat dan ummatnya secara umum untuk didakwahi dan dilakukan proses penyadaran dan pendidikan.
Demikianlah konsep pendidikan Islam harus dimulai dari dalam rumah, rumah adalah“Madrasah ula” bagi anak-anak sebelum mendapatkan pendidikan dan bimbingan dari lingkungan masyarakat dan sekolah atau lembaga lembaga formal lainnya.
Kontributor: Ratna Yuliati, S.Psi.
Editor: Oki Aryono
*Daiyah Rumah Tahanan (Rutan) Perempuan Klas II A Surabaya