Suaramuslim.net – Ah, berhitung itu tidak perlu diajarkan kepada balita. Benar, namun pada kenyataannya anak balita secara alami suka matematika. Coba cek, apa reaksi anak balita ketika ada dua pilihan kue, misalnya 2 biskuit dan 3 biskuit? Biasanya anak balita akan memilih yang 3 biskuit. Apa alasannya? Karena lebih banyak. Ini matematika, bukan?
Secara tak sadar mereka pun suka berhitung. Entah karena melihat orang lain melakukannya atau faktor yang lainnya. Ketika melihat gambar sesuatu di buku, anak balita suka menghitungnya, meski masih tidak urut bilangannya. Bahkan, ada lho anak balita yang bisa berkata seperti ini. Perhatikan!
“Lho kok kamu permennya 3, aku cuma 2. Aku kan kurang 1.”
Lantas anak balita itu pun meminta kepada ayahnya untuk membelikan 1 permen lagi untuknya. Matematika bisa sangat menyenangkan bagi anak balita. Matematika bukan soal hitungan belaka. Bagaimana caranya?
Kaitkan dengan Kehidupan Sehari-hari
Sempatkan anak berjalan-jalan di luar rumah. Bagaimanapun alam adalah ruang kelas yang tanpa batas. Termasuk belajar matematika. Misalnya, ketika berada di pesisir pantai. Terlihat ada perahu, pasir, orang, dsb.
“Bisakah engkau menghitung pasir?”
“Yuk, kita hitung perahu yang tampak!”
Selain itu apa yang dilakukan anak sehari-sehari juga bisa dikaitkan dengan matematika. Misalnya ketika anak sedang makan. Orang tua bisa menanyakan,”Wah anak sholeh, sudah berapa sendok tadi makannya?”
Atau ketika anak sedang mandi, orang tua bisa bertanya,”Sudah berapa kali mengambil air dengan gayung? Kalau banyak-banyak tapi dibuang-buang bagaimana?” Ehm, malah bisa dikaitkan dengan kecerdasan lainnya.
Ajak Mengelompokkan
Anak balita sejak usia 2 tahun sudah mampu mengelompokkan. Yang terkait dengan matematika, anak bisa diajak ke supermarket atau ke pasar. Benda-benda ditata berdasarkan jenisnya. Tantang anak untuk membantu orang tua mengambilkan 1-2 benda yang akan dibeli. Anak pasti menyukainya.
Kegiatan mengelompokkan juga bisa dilakukan ketika anak merapikan mainannya di rumah setelah selesai bermain. Orang tua sebisa mungkin memang menyediakan 1 tempat untuk 1 jenis mainan, sehingga ketika akan merapikan kembali anak akan mudah. Dan secara tidak langsung anak belajar menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Kenalkan Ukuran
Yang paling mudah adalah besar dan kecil, panjang dan pendek, serta tinggi dan rendah. Ajak anak amati daun-daunan. Ada yang panjang (seperti daun pohon kelapa, daun pisang, daun pandan, dan lainnya) dan ada yang pendek (daun bayam, daun kemangi, dan lainnya). Untuk besar dan kecil bisa dengan menggunakan bebatuan, piring, gelas, dan sebagainya. Percakapan sederhana dengan anak balita terkait anggota keluarga juga bisa mengajak anak mengenal ukuran.
“Ayo, Sayang, mana yang lebih tinggi, ayah atau bunda? Kakak atau adik?”
Serunya Pola
Ini tak kalah menariknya. Banyak di lingkungan menggunakan prinsip pola. Misalkan pola keramik di rumah atau baju yang motifnya garis-garis. Anak akan terpesona. Selanjutnya tantang anak untuk melanjutkan pola dengan menggunakan sesuatu yang sederhana. Orang tua bisa menggunakan bawang merah dan bawang putih. Hal ini sekaligus sebagai stimulus sensorik penciuman. Tata dulu seperti ini.
Bawang merah, bawang putih, bawang merah, bawang putih, ….
Lalu minta anak melanjutkan dengan meletakkan bawang yang benar sesuai pola.
Menyenangkan, bukan? Berinteraksi dengan matematika tidak selalu berhadapan dengan kertas, alat tulis, dan angka. Apalagi bagi anak balita. Apa yang ada di kesehariannya bisa menjadi sumber stimulus matematika yang tak ternilai harganya. Manfaatkan saja.
Kontributor: Henny Puspitarini *
Editor: Oki Aryono
*Pengelola Rumah Pelangi Daycare Depok