JAKARTA (Suaramuslim.net) – Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, meminta agar pemerintah segera melockdown beberapa wilayah yang menjadi zona merah persebaran virus corona. Hal ini bila dibiarkan potensi penyebaran akan semakin banyak.
“Jumlah pasien positif diduga kuat jauh lebih banyak, potensi angka dark number (perkiraan terburuk) yang sangat tinggi,” ungkap Tulus Abadi dalam siaran tertulis pada Sabtu (28/3).
Meski sebenarnya upaya pengendalian yang dilakukan pemerintah sudah benar, seperti bekerja di rumah, tetap tinggal di rumah, jaga jarak, jaga kesehatan, sering cuci tangan dan lainnya.
Namun faktanya kepatuhan masyarakat terhadap himbauan ini masih lemah. Akibatnya persebaran Covid-19 makin eskalatif.
Apalagi kini makin banyak warga kota, khususnya Jabodetabek, yang migrasi alias pulang kampung, dengan alasan di kota sudah tidak ada pekerjaan atau tidak ada penghasilan. Banyaknya migrasi ke kampung halaman berpotensi besar menyebarluaskan virus di daerahnya.
Merespons fenomena ini, banyak daerah memberlakukan Orang Dalam pengawasan (ODP) bagi pemudik, dan diisolasi selama 14 hari.
Bahkan beberapa kota, seperti Kota Tegal dan Provinsi Papua, melakukan lockdown untuk daerahnya.
“Ini langkah antisipatif yang sangat bagus untuk memutus mata rantai persebaran, agar tak mengokupasi daerahnya,” ungkap Tulus Abadi.
Oleh karena itu, lanjutnya, hal yang sangat mendesak adalah pemerintah pusat membebaskan setiap pimpinan daerah untuk melakukan karantina wilayah atau lockdown. Apalagi bagi wilayah DKI Jakarta dan Bodetabek, karantina wilayah menurutnya suatu keharusan.
Mengingat Jakarta dan Bodetabek adalah zona merah, terutama DKI Jakarta.
“Pemerintah Pusat seharusnya membebaskan dan bahkan mendorong agar Jabodetabek segera dikarantina,” ungkap Tulus Abadi.
“Jika tidak dikarantina, sebatas imbauan, bukan hanya warga Jakarta dan sekitarnya yang makin banyak terinfeksi, tetapi akan menyebar seluruh Indonesia. Mengingat akan makin banyak warga Jakarta bermigrasi ke daerah untuk mudik,” tambahnya.
Melonjaknya jumlah korban virus corona menyebabkan sistem kesehatan nasional akan semakin lemah, karena tak mampu menampung lonjakan pasien. Apalagi sudah banyak tenaga medis bertumbangan karena terinfeksi Covid-19, tercatat ada tujuh orang dokter wafat hingga Sabtu (28/3).
Berdampak Pelayanan Buruk
Pertimbangan lainnya dipaparkan Tulus, banyak kasus pasien virus corona meninggal dunia di tengah jalan, bahkan saat di ambulance.
Penyebabnya karena pasien ditolak rumah sakit dikarenakan rumah sakit rujukan tak mampu lagi menampung pasien virus corona.
Bahkan efeknya banyak pasien dan calon pasien non virus corona yang terbengkalai dan akhirnya meninggal dunia, karena tenaga medis di rumah sakit energinya terkuras untuk menangani pasien virus corona.
Bersamaan dengan problematika tersebut, tenaga medis semakin tersudutkan ketika dihadapkan minimnya ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD).
Padahal APD sangat penting bagi tenaga medis dalam merawat pasien virus corona.
Sebab, lanjutnya, apabila tenaga medis tertular karena tidak dilengkapi dengan APD, maka tenaga medis dapat berisiko menularkan virus corona ke pasien lain, menularkan ke keluarganya, dan tidak bisa menolong pasien.
“Dan akhirnya korban pasien Covid-19 makin tak terbendung, makin eskalatif,” ungkapnya.
Berdampak Buruk Terhadap EKonomi
Karantina wilayah (lockdown) diungkapkan Tulus Abadi memang pilihan sulit.
Tetapi jika tak dilakukan lockdown, dampak ekonominya pun jauh akan lebih pahit.
Jika pemerintah kesulitan dana untuk melakukan karantina wilayah, maka pemerintah bisa merealokasikan dana pembangunan infrastruktur.
“Setop dulu pembangunan infrastruktur pada 2020 ini. Bahkan wacana untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru pun layak disetop dulu, dan dananya bisa digunakan untuk pengendalian Covid-19,” ungkapnya.
Jika karantina wilayah dilakukan, negara harus menjamin keberlangsungan ekonomi kelompok rentan.
Mulai dari memberikan kompensasi baik secara langsung seperti subsidi (jaring pengaman sosial), dan atau menurunkan/menghapuskan beberapa tarif pelayanan publik, seperti listrik, PDAM dan lainnya.
Selain itu, cicilan pada perbankan atau lembaga keuangan lainnya pun menurut Tulus perlu ditangguhkan.
Peran Serta Masyarakat
Terlepas dari anjurannya tersebut, karantina wilayah memang bukan instrumen tunggal untuk menghentikan persebaran wabah Covid-19.
Masih diperlukan kepatuhan yang tinggi dari masyarakat. Untuk mendorong kepatuhan ini, maka perlu upaya ketegasan dari aparat penegak hukum.
Guna mengefektifkan kebijakan ini, selain mengefektifkan APH, tak kalah pentingnya adalah melibatkan kalangan masyarakat sipil baik ormas keagamaan, LSM, tokoh masyarakat, bahkan tokoh generasi milenial.
Mengingat generasi milenial inilah yang faktanya susah diatur untuk tetap tinggal di rumah dan jaga jarak.
Dan akibatnya kelompok ini menjadi media penularan yang efektif untuk keluarga dan kelompok masyarakat.
Masyarakat perlu kebijakan yang tegas dari pemerintah dalam pengendalian virus corona.
“Harus diingat, sudah dua mingguan masyarakat ter-lockdown, tidak bisa bekerja, dan akibatnya income nihil,” ungkap Tulus Abadi.
“Akan berapa minggu lagi masyarakat harus disandera seperti ini? Apalagi sejengkal lagi memasuki bulan Ramadan dan Idulfitri,” tambahnya.
“Masyarakat sudah merindukan berpuasa Ramadan dan Idulfitri tanpa gangguan Covid-19. Segera wujudkan karantina wilayah untuk menghentikan persebaran Covid-19!” Tutupnya.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir