Abu Hurairah: Sosok Mulia yang Misterius

Abu Hurairah: Sosok Mulia yang Misterius

Abu Hurairah Sosok Mulia yang Misterius

Adalah Abu Hurairah (w. 59 H.), sosok yang masa persahabatannya dengan Nabi terbilang dua tahun. Pemuda paruh baya yang berasal dari Yaman ini awalnya cukup misterius. Sosoknya sangat terkenal, baik pada saat Nabi masih hidup, apalagi saat sepeninggal Nabi. Saat Nabi masih hidup, ia terkenal karena selalu mengiring dan menghadiri majelis Nabi. Ia adalah santri Nabi yang sangat setia. Sepeninggal Nabi, ia adalah sosok yang paling giat dan aktif menyampaikan hadis-hadis Nabi.

Ternyata, popularitasnya tak juga menghilangkan kemisteriusannya. Hingga kini, sosok yang pernah menjadi gubernur di Bahrain dan periwayat hadits terbanyak itu tidak diketahui nama aslinya. Ini karena ia sangat bangga dengan nama pemberian Nabi, yaitu Abu Hurairah. Bapak kucing kecil. Pertemuan pertamanya membuat Nabi begitu terkesan dengan sifatnya yang penyayang kucing kecil. Ia gendong. Ia masukkan ke dalam lengan bajunya. Nabi pun menyebutnya dengan bapaknya kucing (Abu Hurairah).

Konon, nama aslinya Abdurrahman bin Shakhr al-Dausi. Ibnu al-Sa’ib al-Kalbi (w. 204 H) dan al-Dimyathi menyebutnya Abu Hurairah bin ‘Amir bin Abdi Dzi al-Syari bin Tharif al-Dausi. Yazid bin Abu Habib menuturkan bahwa nama aslinya adalah Abdu Nahm bin ‘Amir al-Dausi. Beberapa pakar ilmu nasab, menyebut nama aslinya adalah Umair bin Amir.

Sedangkan Ibnu Ishaq (w. 151 H) menuturkan kisah para muridnya yang mendengar langsung pengakuan Abu Hurairah sendiri.

كان اسمي في الجاهلية عبد شمس بن صخر فسماني رسول الله صلى الله عليه و سلم عبد الرحمن وكنيت أبا هريرة لأني وجدت هرة فحملتها في كمي فقيل لي أبو هريرة

“Pada masa Jahiliyah, namaku adalah Abdu Syams bin Shakhr. Lalu Rasulullah saw mengganti namaku dengan Abdurrahman. Aku pun membuat panggilan sendiri dengan Abu Hurairah karena aku suka menimang-nimang kucing di dalam lengan bajuku. Jadilah aku dipanggil Abu Hurairah.”

Riwayat tersebut dibenarkan oleh al-Hakim al-Kabir, yaitu Abu Ahmad (285-378 H) dalam kitab al-Asma wa al-Kuna. al-Tirmidzi (209-279 H) juga memiliki kisah serupa,

عن عبيد الله بن أبي رافع قال قلت لأبي هريرة لم كنيت بأبي هريرة قال كنت أرعى غنم أهلي وكانت لي هرة صغيرة فكنت أضعها بالليل في شجرة وإذا كان النهار ذهبت بها معي فلعبت بها فكنوني أبا هريرة انتهى

“Ubaidillah bin Abu Rafi’ pernah bertanya kepada Abu Hurairah, “Kenapa Anda dipanggil Abu Hurairah?”

“Dulu, aku penggembala kambing milik keluargaku. Aku juga punya seekor kucing kecil. Kalau malam, aku selalu rumahkan ia di atas pohon. Kalau siang, ia aku bawa bersamaku menggembala kambing. Aku ajak ia main-main. Karena itulah, mereka memanggilku Abu Hurairah.” Tutur Abu Hurairah.”

Kisah-kisah tersebut tampaknya kemudian sampai ke telinga Nabi. Karena itu, al-Bukhari (194-256 H) menuturkan bahwa Nabi memanggilnya dengan nama Abu Hurairah. Sejak itulah, ia sangat menyukai panggilan itu, dan tak banyak memperkenalkan nama aslinya, kecuali jika ditanya.

Masih banyak lagi nama-nama lain yang jumlahnya menurut al-Nawawi (631-676 H) tidak kurang dari tiga puluh Versi. Jika, para sahabat besar biasanya sangat hafal siapa nama orangtuanya dan biasanya selalu menyertakan nama kebesaran ayahnya pada namanya, namun tidak demikian halnya dengan Abu Hurairah. Sekian banyak versi nama ayahnya, membuat pemuda ini lebih percaya diri, namun tetap sederhana. Nyaris ia tak pernah menyebutkan nama ayahnya ataupun nama anaknya sebagai panggilan (kuniyah).

Ketika para sahabat sibuk mencari nafkah, Abu Hurairah justru sibuk aktif mengikuti pengajian-pengajian Nabi. Abu Hurairah termasuk orang-orang yang tak memiliki tempat tinggal, kecuali di masjid (Ahlus Shuffah). Dilihat dari kisah keluarganya yang peternak kambing, tampaknya Abu Hurairah berasal dari keluarga kelas menengah, namun bukan kelas sosial atas yang identik dengan peternak onta.

Tidaklah penting dari mana dan putera siapa Abu Hurairah. Tidaklah penting latar belakang sosial keluarganya seperti apa. Nabi sangat menghormati Abu Hurairah. Bahkan pesan-pesan spesialnya seringkali diberikan kepada Abu Hurairah. Salah satunya adalah pesan tentang wiridan berupa shalat witir sebelum tidur, puasa ayyamul bidl, dan shalat Dhuha.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : أوصاني خليلي بثلاث لا أدعهن حتى أموت صوم ثلاثة أيام من كل شهر وصلاة الضحى ونوم على الوتر. (رواه البخاري ومسلم)

“Nabiku tercinta berpesan kepadaku tiga hal yang tak akan pernah aku tinggalkan sampai aku mati kelak, yaitu: puasa tiga hari setiap bulan, shalat Dhuha, dan tidur setelah berwitir.” Kata Abu Hurairah mengenang. (HR. al-Bukhari dan Muslim.)

Ridla Allah selalu untuk Abu Hurairah.

Sumber: wikihadis.id

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment