Belajar Berumah Tangga dari Abu Thalhah dan Ummu Sulaim

Belajar Berumah Tangga dari Abu Thalhah dan Ummu Sulaim

Belajar Berumah Tangga dari Abu Thalhah dan Ummu Sulaim

Suaramuslim.net – Siapa yang tak mengenal kedua orang mulia di zaman Rasulullah ini. Abu Thalhah dan Ummu Sulaim. Apa yang membuat mereka sangat istimewa? Berikut kisahnya.

Ummu Sulaim dikenal sebagai seorang wanita yang cerdas, berakhlaq mulia dan amat cantik parasnya. Sementara, Abu Thalhah seorang hartawan kaya raya yang pada akhirnya menikahi Ummu Sulaim dengan Mahar Islam.

Di zaman Rasulullah hiduplah seorang wanita  yang cantik, cerdas dan berakhlak mulia, Ummu Sulaim namanya. Ia bernama lengkap Ruimasha’ Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Hiram bin Jundab bin ‘Amir bin Ghanam bin ‘Adie bin an-Najaar al-Anshariyah al-Khazrajiyah.

Ummu Sulaim termasuk orang yang masuk Islam dari kalangan Anshar.  Dengan penuh keyakinan, Ummu Sulaim tanpa ragu meninggalkan kebiasaan orang jahiliyah dari menyembah berhala. Tak mudah bagi Ummu Sulaim untuk memeluk Islam, agama yang paling benar dan diridhai Allah subhanahu wa ta’ala.

Suaminya, Malik Ibnu Nadhar adalah orang yang pertama menghadang laju keimanannya. Malik sangat marah begitu isterinya telah masuk Islam. Meski ditentang oleh suaminya, Ummu Sulaim tetap meyakini keimanannya hingga pada suatu ketika suaminya meninggal di sebuah perjalanan. Kemudian ia berjanji pada dirinya sendiri untuk merawat Anas, anaknya, dengan sungguh-sungguh dan tidak akan menikah hingga Anas dewasa.

Kebaikan Ummu Sulaim diungkapkan Anas bin Maalik pada sebuah majelis, “Semoga Allah membalas jasa baik ibuku yang telah berbuat baik padaku dan telah menjagaku dengan baik.” Ummu Sulain menyerahkan si jantung hatinya, Anas, sebagai pelayan di sisi seorang pengajar manusia dengan segala kebaikan, yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah menyambutnya hingga sejuklah kedua mata Ummu Sulaim.

Pinangan Abu Thalhah kepada Ummu Sulaim

Sejak itu, banyak orang yang memperbincangkan Anas bin Malik dan ibunya dengan penuh kekaguman dan penghormatan. Kemuliaan dan kebaikan Ummu Sulaim terdengar di telinga Abu Thalhah, seorang hartawan di zaman itu.

Dengan  penuh cinta dan kekaguman sehingga ia berusaha untuk meminang Ummu Sulaim. Abu Thalhah pun melamar Ummu Sulaim dengan mahar yang mahal sekali. Namun, lamaran itu ditolak Ummu Sulaim.  “Tidak sepantasnya aku menikah dengan seorang musyrik. Tidakkah engkau mengetahui wahai Abu Thalhah, bahwa sesembahan kalian itu diukir oleh seorang hamba dari keluarga si Fulan. Sesungguhnya bila kalian menyalakan api padanya pastilah api itu akan membakarnya.”

Sebagai da’iah yang cerdas, Ummu Sulaim tak silau dengan harta, kehormatan, dan kegagahan. Lalu ia berkata  dengan santun, “Tidak pantas orang yang sepertimu akan ditolak wahai Abu Thalhah. Akan tetapi engkau seorang kafir sedang aku seorang Muslimah yang tidak pantas bagiku untuk menikah denganmu.”

Lalu Abu Thalhah berkata, “Itu bukan kebiasaanmu.” Ummu Sulaim berkata, “Apa kebiasaanku?” Ia berkata, “Emas dan perak.” Ummu Sulaim menjawab,”Sesungguhnya aku tidak menginginkan emas dan perak, akan tetapi aku hanya inginkan darimu adalah ‘Islam’.”

Abu Thalhah lalu berkata, “Siapakah orang yang akan membimbingku untuk hal itu?” Ummu Sulaim berkata, “Yang akan mengenalkan hal itu adalah Rasulullah.” Pergilah Abu Thalhah menemui Rasulullah. Ketika itu Rasulullah sedang duduk bersama para sahabatnya. Saat melihat Abu Thalhah, Rasulullah bersabda, “Telah datang kepada kalian Abu Thalhah yang nampak dari kedua bola matanya semangat keislaman.”

Lalu Abu Thalhah datang dan mengabarkan apa yang telah dikatakan oleh Ummu Sulaim terhadapnya. Abu Thalhah pun ahkhirnya menikahi Ummu Sulaim dengan mahar yang telah dipersyaratkannya, yakni Islam.

Tsabit, seorang perawi hadits berkata, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, “Tidaklah aku mendengar ada seorang wanita yang lebih mulia maharnya dari pada Ummu Sulaim yang mana maharnya adalah al-Islam.”

Kesabaran Ummu Sulaim saat Anaknya Meninggal

Sebuah kisah antara Abu Thalhah dan Ummu sulaim yang lainnya. Adalah tentang kesabaran Ummu Sulaim ketika anaknya meninggal dunia.

Dalam sebuah hadits, dari Anas, dikisahkan,  ia berkata mengenai putera dari Abu Tholhah dari istrinya Ummu Sulaim. Ummu Sulaim berkata pada keluarganya, “Jangan beritahu Abu Tholhah tentang anaknya sampai aku yang memberitahukan padanya.”

Diceritakan bahwa ketika Abu Thalhah pulang, istrinya Ummu Sulaim kemudian menawarkan padanya makan malam, suaminya pun menyantap dan meminumnya. Kemudian Ummu Sulaim berdandan cantik yang belum pernah ia berdandan secantik itu. Suaminya pun diberikan pelayaan fisik (jima’) luar biasa dari Ummu Sulaim.

Ketika Ummu Sulaim melihat suaminya telah puas, ia pun berkata, “Bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu keluarga, lalu mereka meminta pinjaman mereka lagi, apakah tidak dibolehkan untuk diambil?” Abu Tholhah menjawab, “Tidak.” Ummu Sulaim, “Bersabarlah dan berusaha raih pahala karena kematian puteramu.”

Abu Thalhah lalu marah kemudian berkata, “Engkau biarkan aku tidak mengetahui hal itu hinggga aku berlumuran janabah, lalu engkau kabari tentang kematian anakku?” Abu Tholhah pun bergegas ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan apa yang terjadi pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendoakan, “Semoga Allah memberkahi kalian berdua dalam malam kalian itu.” Akhirnya, Ummu Sulaim pun hamil lagi.  (HR. Muslim no. 2144).

Demikian kisah Abu Thalhah dengan Ummu Sulaim, serta kesabaran ummu sulaim yang bisa menahan kesedihan atas kematian puteranya hingga mendapatkan ganti yang lebih baik dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment