Agama Sepakbola

Agama Sepakbola

agama sepakbola

Sepakbola, seperti jenis olahraga lainnya, ternyata tidak sekadar permainan yang mendatangkan kebugaran jasmaniah. Olahraga yang menuntut ekstra gerak, teknik, strategi, skill, dan stamina ini juga tidak sekadar tumbuh menjadi permainan menghibur. Berkat dukungan teknologi informasi dan limpahan dana, sepakbola berhasil merebut antusiasme beratus bahkan bermilyar penggemar fanatik. Harus diakui, kini belum ada permainan atau olahraga yang bisa menandingi popularitas si kulit bundar ini.

Sepakbola bahkan menjadi ladang industri dan alat promosi yang bisa meraup keuntungan ekonomis, sosial, dan politis. Berkat sepakbola banyak peluang bisnis berhasil dikembangkan, baik dalam bidang teknologi, jasa transportasi, komunikasi, asuransi, perbankan, hunian, makanan-minuman, pakaian, periklanan, pariwisata, perhotelan, apartemen, dan berbagai industri hiburan lainnya.

Berkat sepakbola, lahir sebutan bergengsi, pemain legendaris, mesin goal, atau mega bintang seperti Pele (Brazil), si “tangan Tuhan” Diego Maradona (Argentina), Zinedine Zidan (Prancis), David Bechkam (Inggris), Cristiano Ronaldo (Portugal) atau Lionel Messi (Argentina), serta pemain profesional dunia lainnya. Berkat sepakbola, para mega bintang itu dibayar supermahal, digaji milyaran oleh klub raksasa dunia dari Spanyol, Inggris, Prancis, Italia, Jerman, Belanda dan Amerika.

Sepakbola terbukti tidak sekadar menjadi olahraga dunia paling populer dan spektakuler. Seperti di luar negeri, di Indonesia sendiri para pecandu atau penggila sepakbola telah menciptakan atmosfer fanatisme yang tidak masuk akal. Sepakbola melahirkan fanatisme-fanatisme. Daya sihir si kulit bundar ini telah mengakibatkan berjuta penggilanya terbius, sehingga berani berkorban dan melakukan apa saja demi memuaskan syahwat permainan ini.

Kini, sepakbola di tanah air telah melahirkan berjuta bonek mania, berbagai tindakan brutal. Ironisnya, berbagai upaya pemerintah dan swasta untuk memajukan persepakbolaan tanah air belum menuai hasil sepadan. Para penggila bola memang sempat terhibur oleh kehadiran sejumlah bintang nasional berkat goal-goal cantik Evan Dimas, Bambang Pamungkas, dan Andik Firmansyah, di samping pemain naturalisasi seperti Cristian Gonzales dan Irvan Bachdim.

Tetapi, harus diakui, persepakbolaan Indonesia, yang oleh sejumlah pejabat, pakar, dan pengamat diyakini dapat menciptakan nasionalisme dan menaikkan gengsi di level internasional, ternyata belum terbukti. Yang lebih terbukti adalah persepakbolaan Indonesia telah menciptakan ritual dan fanatisme liar. Bahkan menjadi ajang perburuan para penguasa/pejabat dan pengusaha untuk meraup kepentingan dan keuntungan pragmatis, politis, dan bisnis.

Sihir sepakbola bahkan sejak lama menjadi ladang perjudian nasib para pecandunya. Mereka berani membayar dan berkorban apa saja, demi memuaskan nafsu permainan si kulit bundar ini. Begitulah, berkat fanatisme buta, sepakbola memang menjadi ajang kredo, ritus, dan etika laiknya agama. Ya, agama sepakbola!

Surabaya 26 Rajab 1439 H

Abdul Hakim (Praktisi dan konsultan pendidikan Islam)

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment