Ajarkan Nilai Moral Pada Anak Lewat Permainan Tradisional Ini

Ajarkan Nilai Moral Pada Anak Lewat Permainan Tradisional Ini

Ajarkan Nilai Moral Pada Anak Lewat Permainan Tradisional Ini

Suaramuslim.net – Ular naga, Congklak, danHom-pim-pa. Adakah diantara kalian yang masih mengenali deretan istilah tersebut? Iya, kata-kata itu tidak lain adalah nama permainan tradisional yang biasa dilakukan anak-anak dahulu kala. Permainannya melibatkan beberapa orang, dan biasanya dilakukan di luar ruang. Seperti di lapangan, jalanan depan rumah atau di tanang kosong.

Sayangnya saat ini permainan tersebut sudah jarang dijumpai di beberapa daerah, khususnya kota-kota besar. Kalaupun ada, mungkin peminatnya tidaklah sebanyak dulu. Anak kecil masa kini agaknya lebih menyukai ragam permainan yang menggunakan mesin robot. Pada beberapa kasus bahkan, ada yang betah menghabiskan waktunya lebih dari 5 jam di depan layar ponsel pintarnya hanya untuk bermain game.

Tidak banyak yang tahu bahwa permainan tradisional ternyata punya sejarah sekaligus makna yang terkandung di dalamnya. Namun lain halnya dengan Zaini Alif, seseorang yang menjuluki dirinya sebagai Sarjana Mainan itu tergerak untuk mengkaji lebih jauh tentang permainan tradisional. Dilansir dari laman ruangguru.com (19/2), rasa penasaran menyebabkan Zaini melakukan beragam studi tentang permainan tradisional di seluruh Indonesia.

Hasilnya ternyata, permainan tersebut berfungsi sebagai media pendidikan. Pasalnya, terdapat nilai-nilai kehidupan yang tersimpan di dalam permainan tradisional. Apa saja nilai pendidikan yang ada dalam permainan tradisional itu? Simak ulasan selanjutnya.

Engklek

Permainan ini menyajikan 7 buah kotak yang harus dilewati oleh para pemainnya. Biasanya permainan ini dilakukan di atas aspal dan kotaknya digambar menggunakan kapur atau goresan arang. Pertama-tama, seorang pemain melempar batu ke kotak pertama. Kemudian, ia harus melompat dengan satu kaki dari kotak pertama hingga kotak ke-tujuh lalu kembali lagi ke kotak pertama. Pemain tersebut juga harus mengambil batu yang ia lempar saat di perjalanan kembali menuju garis start.

Permainan berlanjut dengan melempar batu ke kotak nomor 2, 3, dan seterusnya. Jika pemain tidak berhasil melempar batu ke kotak yang seharusnya, ia harus bergantian dengan pemain lain. Aturan lainnya adalah pijakan pemain tidak boleh melebihi garis. Jika sudah menyelesaikan misi untuk melempar batu di ketujuh kotak, maka dia bebas melemparkan batu ke kotak manapun untuk dijadikan sebagai ‘rumah’. Pemain lain tidak boleh berpijak pada ‘rumah’ yang sudah dimiliki oleh seseorang saat sedang menjalankan permainan. Semakin lama permainan ini menjadi semakin sulit karena pemainnya harus melompat lebih jauh. Pemenang adalah mereka yang punya rumah paling banyak.

Di beberapa daerah lain di Indonesia, permainan Engklek juga dikenal dengan nama Sundah Mandah. Dalam Kamus Belanda, Sundah Mandah berarti Sunday Monday. Tujuh kotak yang terdapat pada permainan Engklek melambangkan tujuh hari dalam seminggu. Permainan ini mengajarkan seseorang untuk bekerja keras setiap hari. Bekerja keras dilambangkan dengan melompat menggunakan satu kaki. Setelah bekerja keras, seseorang berhak untuk mendapatkan ‘rumah’. Layaknya kehidupan, jika seseorang bekerja keras, maka pasti akan mendapat hasil.

Injit-Injit Semut

“Injit-injit semut, siapa sakit naik di atas.” Itulah sepenggal lirik dari lagu permainan injit-injit semut. Tangan setiap pemain disusun ke atas, lalu tangan yang berada di atas mencubit tangan di bawahnya. Saat lagu selesai, tangan yang berada di paling bawah akan naik ke paling atas. Di saat tersebut, ia akhirnya lepas dari cubitan dan berkesempatan untuk mencubit tangan lain. Tidak ada pemenang dalam permainan ini dan permainan bisa berlangsung selama apapun.

Melalui permainan sederhana ini kita bisa belajar tentang emotional quotient. Yaitu kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, dan mengelola emosi dirinya sendiri dan lingkungan di sekitarnya. Saat bermain Injit-injit Semut, biasanya seseorang akan merasa senang ketika berada di posisi paling bawah karena tidak lama lagi ia akan pindah ke posisi paling atas.

Sebaliknya, ketika diatas, dia berusaha mengerahkan tenaganya untuk mencubit pemain lainnya. Turun ke posisi kedua dari atas, dia akan mencubit dan juga menerima cubitan. Begitu seterusnya sampai ia kembali berada di bawah. Melalui permainan ini seseorang akan belajar bahwa saat kita menyakiti orang lain, sebenarnya yang sakit adalah diri kita sendiri.

Congklak

Konon, permainan Congklak sudah ada sejak zaman Mesir kuno. Permainan ini terdiri atas dua orang pemain. Setiap pemain akan memiliki tujuh lubang dan satu lumbung. Tujuh lubang tersebut masing-masing akan diisi dengan tujuh butir kerang-kerangan. Sedangkan bagian lumbung dibiarkan kosong di awal permainan. Pemain yang ‘jalan’ terlebih dahulu akan mengambil kerang dari salah satu lubang miliknya untuk diletakkan satu persatu di lubang lain dan juga lumbung miliknya. Termasuk juga ke dalam lubang milik lawan. Namun, ia tidak boleh mengisi lumbung milik lawan. Di akhir permainan, pemain dengan kerang di dalam lumbung terbanyak adalah pemenangnya.

Permainan Congkak mengajarkan kita bagaimana mengatur uang. Kita analogikan setiap lubang adalah hari yang ada dalam satu minggu dan lumbung merupakan tabungan. Kita bisa menggunakan satu butir kerang setiap harinya. Hal ini melambangkan pengeluaran sehari-hari yang secukupnya. Tak lupa, ia juga harus meletakkan kerang di dalam lumbung sebagai tabungan.

Jadi, pesan moralnya adalah seseorang harus membiasakan menabung. Namun, kerang yang ditabung hanya satu. Mengapa? Ini dikarenakan seseorang harus peduli terhadap orang lain. Maka dari itu, kerang juga dibagikan ke lubang lawan. Tapi jangan sampai meletakkan kerang di tabungan lawan ya! Jika lumbung lawan dapat terisi tanpa lawan harus melakukan apa-apa, seseorang bisa salah menilai bahwa ia bisa meraih sesuatu tanpa usaha. Padahal, di kehidupan nyata seseorang harus berusaha terlebih dahulu sebelum bisa mendapatkan hasil.

Secara keselurahan, dapat disimpulkan bahwasanya menggunakan permainan tradisional sebagai media pendidikan menjadi metode kreatif bagi guru maupun orang tua. Sambil bermain dengan anak, kita bisa menyampaikan nilai kehidupan. Cara ini sebaiknya diaplikasikan sejak dini sehingga nilai-nilai tersebut bisa tertanam dalam diri seseorang dan terus di bawa hingga ia dewasa.

Oleh: Siti Aisah
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment