Mengulik Akar Ungkapan Tuhan Tidak Perlu Dibela, Karena Dia Maha Kuasa 

Mengulik Akar Ungkapan Tuhan Tidak Perlu Dibela, Karena Dia Maha Kuasa 

Mengulik Akar Ungkapan Tuhan Tidak Perlu Dibela, Karena Dia Maha Kuasa 
Kaligrafi kata Allah. (Gambar: wallpapersafari.com)

Suaramuslim.net – Pernah tahu kata-kata semacam ini, “Tuhan tidak perlu dibela, karena Dia Maha Kuasa. Bukankah Dia Raja alam semesta?”

“Islam tidak perlu dibela, karena sudah mulia. Islam itu rusak karena pemeluknya,”

“Nabi Muhammad tidak perlu dibela, beliau sudah mulia. Penghinaan tidak mengurangi keagungan beliau,” dsb.

Secara tidak sadar, mulai banyak yang terjangkiti finhashiyyah, dan celakanya yang terkena justru banyak kalangan yang dianggap kaum intelektual dan tokoh. Apa itu finhashiyyah atau pengikut-pengikut Finhash? Siapakah Finhash itu?

Dahulu, di zaman Nabi Muhammad Saw, ada seorang lelaki yang bernama Finhash ( فِنْحَاصٌ ).

Orang ini adalah salah satu tokoh intelektual kaum Yahudi yang didengarkan ucapannya dan menjadi panutan.

Suatu hari, Abu Bakar menasihatinya agar masuk Islam, tetapi secara kurang ajar dia merespon dengan kata-kata yang ringkasnya kira-kira seperti ini, “Hai Abu Bakar, tuhanmu itu dalam Al Quran itu ‘kan bilang mau pinjam uang kepada orang-orang beriman. Kalau dia pinjam uang, berarti dia miskin.”

Orang itu memaksudkan ayat dalam Al-Qur’an yang berbunyi:

{مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً} [البقرة: 245]

Artinya:
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak?” (QS. Al Baqarah 245).

Ayat yang sebenarnya sangat jelas dalam cita rasa bahasa Arab dengan kualitas sastra tinggi bermakna anjuran berinfak dijalan Allah (ini bahasa majasi/metafora yang sudah biasa diulas sangat bagus oleh ulama-ulama tafsir). Kemudian DIPUTARBALIKKAN MAKNANYA dengan tujuan yang busuk. Ungkapan Tuhan tidak perlu dibela, karena Dia Maha Kuasa merupakan salah satu contohnya.

Memutarbalikkan kata-kata. Inilah sifat Finhash. Kekurangajaran Finhash ini sampai diabadikan dalam Al-Qur’an:

{لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ سَنَكْتُبُ مَا قَالُوا وَقَتْلَهُمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَنَقُولُ ذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ } [آل عمران: 181]

Artinya:
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan, ‘Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya.’ Aku akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Aku akan mengatakan (kepada mereka): ‘Rasakanlah olehmu azab yang membakar’” (QS. Ali Imran 181).

Rupanya, kecenderungan menyimpang dalam Ad Din seperti Finhash ini di zaman sekarang pelan-pelan banyak menginfeksi orang. Yang jadi korban selalu orang awam.

Sungguh, ungkapan Tuhan tidak perlu dibela, karena Dia Maha Kuasa yang sudah disebutkan di atas adalah pemutarbalikan kata-kata, akrobat intelektual dan nyeleneh. Orang yang berpengetahuan akan mudah mengidentifikasi kebatilan ucapan tersebut, tetapi orang awam bisa jadi ada yang terfitnah.

Orang beriman membela Allah itu jangan dibayangkan bahwa yang dibela adalah lemah sehingga butuh perlindungan. Membela Allah adalah bahasa metafora, maknanya adalah tidak terima penghinaan terhadap Allah, dan itu adalah bukti cinta. Allah tidak menuntut kita melindungi-Nya, tetapi menuntut kita menyembah-Nya. Aksi terpenting penyembahan kepada-Nya adalah menjadikan puncak cinta hanya kepada-Nya. Adalah cinta palsu jika diam saja ketika yang dicintai dihinakan.

Membela Islam itu jangan dibayangkan bahwa Islam seperti makhluk hina yang perlu dilindungi. Membela Islam adalah bahasa metafora. Maknanya yakni menjalankan perintah Allah sebagai bentuk ketaatan untuk meninggikan kalimat-Nya.

Membela Nabi Muhammad saw. itu bukan karena dengan penghinaan maka keagungan beliau menjadi berkurang. Menjaga kehormatan Nabi Muhammad adalah tuntutan iman dan konsekuensi cinta kepada Allah. Dusta besar jika ada orang yang mengaku cinta Allah, tetapi tidak cinta kepada Nabi Muhammad.

Bahasa majasi dalam Al-Qur’an itu banyak. Untuk memahaminya perlu bahasa Arab yang cukup, ilmu balaghoh, pengetahuan syair jahiliyyah, dan penjelasan ulama yang otoritatif.

Contoh ayat yang sering didengar:

{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ} [محمد: 7]

Artinya:
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS. Muhammad 7).

Betapa rusaknya jika ayat tersebut dipahami bahwa Allah itu lemah sehingga perlu ditolong.

Memutarbalikkan kata-kata adalah sunnahnya kaum Yahudi. Firman Allah dalam Al-Qur’an:

{يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ } [المائدة: 13]

Artinya:
“Mereka mengubah kalimat-kalimat dari tempatnya” (QS. Al Maidah 13).

Waspada dengan Finhash-Finhash zaman sekarang. Jika ada tokoh yang dikagumi, atau kaum intelek yang didengarkan ucapannya tetapi memiliki kecenderungan finhashiyyah, segera saja ditinggalkan.

Ganti panutan.

Agar tidak salah jalan. Wallahu a’lam.

(diambil dari tulisan di akun Facebook penulis dan motivator muslim Satria Hadi Lubis (19/12/2019: https://www.facebook.com/satria.h.lubis)

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment