Suaramuslim.net – Abu Jahal adalah salah seorang pembesar Quraisy yang sangat disegani. Permusuhannya terhadap nabi sudah menjadi rahasia umum. Ia adalah sosok yang memiliki subtansi seperti Firaun. Tak berlebihan jika suatu saat nabi pernah menyatakan bahwa Firaunnya umat ini adalah Abu Jahal, sang pembesar congkak dan lalim dari klan bani Makhzum.
Mengenai kebengisan dan kejahatan Abu Jahal sudah tidak asing lagi. Selama fase dakwah di Makkah, betapa besar kejahatan yang dilakukan oleh Firaun Abu Jahal ini. Dari menindas orang-orang lemah seperti Ammaar bin Yasir beserta kedua orang tuanya sampai usaha untuk membunuh Nabi Muhammad shallalahu `alaihi wa salam.
Menariknya, yang perlu dicatat mengenai Abu Jahal ialah akhir hayatnya yang tragis. Sebagaimana Firaun, perlawanannya terhadap yang hak berujung pada kekalahan dan kebinasaan. Bahkan anaknya yang bernama Ikrimah, kelak menjadi pemeluk Islam yang taat. Sungguh menyedihkan akhir orang yang berwatak Firaun ini.
Sehebat apapun kekuatan dan kecanggihan yang dimiliki oleh pejuang kebatilan pasti akan berakhir dengan kerugian. Abu Jahal sebagaimana Firaun juga mengalami nasib yang sama.
Ketika perang Badar berkecamuk, ada dua orang anak sangat muda – usianya ada yang 14 tahun dan ada yang 13 tahun- mendatangi Abdur Rahman bin `Auf yang sedang bertempur di medan jihad. Setelah mendekat, satu diantaranya bertanya dengan suara lirih: “Wahai paman, tunjukkan padaku mana yang namanya Abu Jahal/Amru bin Hisyam! Aku mendapat kabar bahwa dia suka mengejek Rasulullah.” Anak yang kedua tak mau kalah menanyakan lokasi Abu Jahal. Akhirnya Abdur Rahman bin `Auf memberi tahu bahwa Abu Jahal berada di dekat pohon sedang dijaga oleh para pengawalnya.
Abdur Rahman bin `Auf tertegun heran, bagaimana mungkin anak yang masih sangat muda ini mempunyai obesi ideal berupa membunuh Abu Jahal Sang Firaun zaman ini. Namun keheranan itu terjawab dengan hasil nyata yang ia lihat dengan mata kepala sendiri.
Mu`adz bin `Amru bin Al-Jamuh –salah satu pemuda tadi- dengan keberanian puncak berhasil menerobos pengawalan ketat pengawal Abu Jahal. Dengan sigap dan cekatan -ketika berhasil mendekat ke tempat Abu Jahal- ia langsung menebaskan pedang ke betis Abu Jahal. Sekali tebas, kaki Abu Jahal buntung.
Dalam kondisi demikian Abu Jahal kehilangan kontrol lantas jatuh terhuyung. Tidak hanya sampai di sini. Pemuda lain yang bernama Mu`awwidz bin `Afra` dengan lekas dan “ganggas” menebaskan pedang ke tubuh Abu Jahal. Abu Jahal pun sekarat hingga mengeluarkan busa. Kemudian perlawanan Mu`awwidz yang begitu gemilang tuntas dengan kesyahidan. Ketika Ibnu Mas`ud melihat kondisi Abu Jahal yang sedang sekarat, akhirnya dengan lekas kepala Abu Jahal ditebas.
Sungguh menyedihkan; sangat memilukan; amat menghinakan. Kebesaran yang dimiliki lenyap seketika. Keangkuhan yang mendarah daging sirna seketika. Kemana kesombongan dan kecongkakan yang dulu didendangkan. Bukan mendapatkan kematian terhormat dengan mati ditangan pahlawan besar, tapi malah mati di tangan kedua anak muda yang belia beserta orang yang dianggap sangat lemah dan papa yaitu Ibnu Mas`ud.
Bisakah akal sehat menganalisis dan menerangkan apa sebenarnya rahasia dibalik kesuksesan gemilang ini? Ingat firman Allah: “Katakanlah! Telah datang yang haq dan yang batil lenyap, sesungguhnya kebatilan (pasti) lenyap,” (QS. Al-Isra [17]: 81). Ini sebagai pembelajaran yang berharga bagi siapa saja para penguasai yang zalim, lalim, bengis, kejam, dan merintangi kebenaran.
Akhir yang tragis pasti akan dialami orang semacam Abu Jahal. Dia akan buntung. Buntung bukan saja dalam makna tekstual fisik tapi juga bisa berarti kontekstual non-fisik. Bisa buntung jabatan, ketenaran, kebahagiaan, kekayaan, dan lain sebagainya yang berkenaan dengan eksistensinya sebagai penguasa.
Ingat! Akan ada selalu pemuda layaknya Musa; laiknya Mu`adz dan Mu`awwidz yang akan membuntungkan Firaun-Firaun hingga mengalami akhir pahit dan tragis.
Kontributor: Mahmud Budi Setiawan
Editor: Oki Aryono