Anakku, Aku Pasrahkan Pada Allah

Anakku, Aku Pasrahkan Pada Allah

Ilustrasi ayah menggendong anak laki-laki.

Suaramuslim.net – Suatu ketika Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya, Siti Hajar di tempat yang sangat tandus, tidak ada pohon, tidak ada air dan sepi dari manusia. Saat itu serasa seakan tidak ada kehidupan. Itulah tanah tandus Makkah pada saat itu.

Siti Hajar pun merengek sambil menangis agar suaminya tidak meninggalkan dia dan bayinya di tempat sepi dan menyeramkan itu. Namun, Nabi Ibrahim tak peduli.

‘’Ke mana engkau akan pergi dan meninggalkan kami di padang pasir yang tidak ada manusia dan bahkan kehidupan ini? Apakah Allah yang memerintahkan kamu wahai suamiku?’’ Siti Hajar bertanya kepada suaminya.

Tanpa menengok lagi kepada istrinya, Nabi Ibrahim pun menjawab singkat, ‘’Iya!’’

Tak ada lagi yang bisa diperbuat Siti Hajar. Akhirnya ia pun berkata lirih penuh penyerahan diri kepada Allah SWT, ‘’Kalau begitu, Tuhan pasti tidak akan membiarkan kami.’’

Kemudian Siti Hajar menengadahkan tangannya, seraya berdoa dan meminta kepada Allah agar Allah memberikan perlindungan kepadanya dan bayinya dan mencukupi kebutuhannya. Di kejauhan sana Ibrahim pun terlihat menengadahkan tangan pula, seraya berdoa:

رَّبَّنَآ إِنِّيٓ أَسۡكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيۡرِ ذِي زَرۡعٍ عِندَ بَيۡتِكَ ٱلۡمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجۡعَلۡ أَفۡـِٔدَةٗ مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهۡوِيٓ إِلَيۡهِمۡ وَٱرۡزُقۡهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمۡ يَشۡكُرُونَ

“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrahim: 37).

Itulah ketawakalan Ibrahim dan kepatuhan atas perintah Allah. Bukan berarti Ibrahim lepas tanggung jawab terhadap keluarganya dalam memenuhi rezeki, pendidikan, dan perhatian dan perlindungannya sebagai seorang suami. Tidak..!!!

Namun Ibrahim hanya ingin mematuhi perintah Tuhannya sekaligus mewujudkan ketawakalannya dan melatih ketawakalan istrinya, Hajar serta anaknya, Ismail.

Ibrahim tahu betul bahwa apapun yang melekat pada dirinya dan berada dalam kuasanya, bukanlah miliknya. Istri anak harta dan apapun yang menjadi “miliknya” bukanlah miliknya. Namun semua itu hanyalah titipan dari Allah. Sementara pemilik segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi adalah Allah semata.

وَلِلَّهِ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۚ يَغۡفِرُ لِمَن يَشَآءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ

“Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki, dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Ali Imran: 129).

Betapa banyak orang tua hari ini menganggap bahwa istri anak dan harta adalah miliknya. Hingga mereka melakukan upaya penjagaan yang berlebihan.

Bahkan dalam urusan harta, anak-anak telah mereka siapkan sejak hari ini dengan sejumlah warisan. Seakan orang tua takut anaknya akan mati kelaparan atau takut dalam menjalani hidup dan masa depannya tidak sesempurna yang diharapkan oleh orang tua. Seakan orang tua ingin merencanakan segala sesuatunya dengan sempurna. Mereka seakan melampaui kekuasaan Allah yang Maha Perencana.

Anakmu bukan milikmu. Anak bukan hak milik tapi ia adalah amanah Allah. Tugas orang tua adalah menjaganya dan mendidiknya, ini adalah sebuah pekerjaan proses, bukan hasil. Sementara hasil dalam proses pendidikan anak bukan tanggung jawab orang tua. Hasil adalah hak proregatif Allah semata.

Demikian pula dalam urusan rezeki. Allah telah menjamin rezeki setiap makhluk hidup sekalipun binatang melata, lalu bagaimana mungkin tidak dengan manusia? Semua telah ditetapkan oleh Allah rezekinya, lalu mengapa manusia masih saja khawatir? Allah berfirman:

وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ كُلّٞ فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ

“Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Hud: 6).

Orang tua cukup pasrahkan saja kepada Allah segala urusan dengan penuh keyakinan dan ketawakalan. Dan cukup wasiatkan pada mereka dengan kebaikan, sebagaimana Nabi Ibrahim mewasiatkan kepada anak cucu keturunannya.

وَوَصَّىٰ بِهَآ إِبۡرَٰهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعۡقُوبُ يَٰبَنِيَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ

“Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. “Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (Al-Baqarah: 132).

Jadi tugas orang tua adalah menjalankan amanah semaksimal yang dapat dilakukannya. Namun apabila tidak sesuai dengan harapan, maka cukup pasrahkan saja kepada Allah, karena Dia Maha Perencana dan Maha Kasih Sayang.

Kesabaran dan ketawakalan serta doa itulah yang akan mengetuk singgasana Allah, untuk kemudian Allah yang akan mengambil alih segala urusan. Hasbunallah wanikmal wakiil.

12 Juli 2020
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment