Suaramuslim.net – Baru kali ini Kementerian Agama (Kemenag) ingin memaksimalkan penggalian potensi zakat umat Islam. Seolah tutup mata atas berbagai kebijakan yang memarginalkan umat Islam, pemerintah melalui Kemenag ingin memanfaatkan dana umat Islam. Pihak pemerintah menyadari betul bahwa ajaran Islam mengajak umatnya untuk mengeluarkan sebagian hartanya untuk kepentingan orang lain. Atas dasar untuk mengelola dan menyalurkan dana zakat, pemerintah ingin menggali dana umat Islam yang sangat besar itu.
Persoalannya, umat Islam menyadari bahwa kebijakan pemerintah selama ini “memusuhi” umat Islam dan hal itu sulit dihilangkan, sehingga menggali potensi dana itu akan mengalami kendala. Kaum muslimin seolah memiliki kesadaran bersama bahwa pemerintah selama ini anti terhadap penegakan syariat Islam, namun tiba-tiba bersemangat menarik dana umat Islam melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Pengelolaan Zakat dan Ketidakpercayaan Publik
Seolah tergerak oleh spirit menegakkan salah satu ajaran agama, yakni mengelola zakat, pemerintah melalui Kemenag ingin mengoptimalisasi zakat umat Islam. Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Tarmizi Tohor mengatakan Indonesia punya potensi zakat senilai 217 triliun.
Namun dari tahun ke tahun pengumpulan zakat Baznas tak pernah bisa mencapai atau bahkan mendekati angka tersebut. Maka optimalisasi pengumpulan zakat bakal jadi tugas sebelas anggota baru Baznas. Karena pada tahun 2019 baru terkumpul dana zakat sebesar 9 triliun saja. Artinya baru 3 persen potensi zakat itu yang terambil, sehingga perlu kerja optimal.
Untuk mencapai target itu, Kemenag saat ini membuka pendaftaran seleksi calon anggota Baznas untuk mencari sebelas orang anggota Baznas periode 2020-2025. Ditetapkan bahwa perwakilan pemerintah sebanyak 3 orang dan perwakilan masyarakat yang terdiri dari ulama, profesional atau tokoh masyarakat Islam sebanyak delapan orang. Pemerintah menegaskan bahwa zakat bisa memperbaiki ekonomi umat Islam di Indonesia.
Pemerintah seolah ingin menegaskan bahwa dirinya memiliki tugas serta fungsi untuk mengelola zakat dan bisa menyejahterakan rakyat. Namun persoalannya, minimnya trust (kepercayaan) umat Islam terhadap pemerintah akan mengganggu kebijakan ini.
Melihat capaian 3 persen dari potensi yang ada, menjadi catatan penting untuk suksesnya kebijakan ini. Sepertinya umat Islam lebih suka memberikan secara langsung kepada mereka yang berhak menerimanya daripada harus menitipkan lewat Baznas. Entah karena kepentingan praktis atau ketidakpercayaan kepada pemerintah, sehingga pilihan kaum muslimin lebih memilih menyerahkan zakat secara langsung kepada mereka yang layak menerima zakat.
Terlebih lagi, saat ini kaum muslimin melihat bahwa keberpihakan pemerintah terhadap perbaikan sosial-keagamaan umat Islam sangat rendah. Bahkan sudah menjadi konsumsi publik bahwa rezim ini bukan hanya tidak memihak umat Islam tetapi terus menerus menyudutkan dan memarginalkannya.
Hal ini bisa dilihat dari permusuhan pemerintah terhadap peraturan daerah yang dinilai pro syariah (Perda Syariah), sehingga banyak dipersoalkan. Demikian pula terjadinya kriminalisasi ulama yang terus dilakukan. Bahkan stigma radikal terhadap kaum muslimin merupakan track record yang lekat dengan rezim saat ini. Sulit dihapus dari memori umat Islam, sehingga dalam jangka pendek stigma negatif umat Islam terhadap pemerintah belum bisa kembali normal.
Oleh karena itu, kebijakan pemerintah, melalui Kemenag, untuk mengelola zakat secara serius justru mendatangkan kecurigaan yang besar dari kaum muslimin. Dalam pandangan sebagian besar umat Islam, pemerintah selama ini tidak pro terhadap aspirasi umat Islam dalam penegakan syariat. Pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), kriminalisasi terhadap ulama, tekanan terhadap pembawa bendera tauhid. Termasuk gencarnya pemerintah dalam memerangi umat Islam dengan menggunakan wacana melawan radikalisme dan terorisme.
Dalam situasi seperti ini, tiba-tiba saja pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengelola dana zakat secara optimal. Sehingga sangat wajar bila umat Islam mempertanyakan dan menganggap bahwa kebijakan ini hanyalah dalih untuk mengeruk dana umat.
Sudah menjadi opini publik bahwa rezim ini memiliki problem di bidang ekonomi, dengan utang yang menggunung, kinerjanya buruk dan sering membuat masyarakat semakin menurun daya belinya. Peran asing dan aseng demikian dominan sehingga menyingkirkan masyarakat pribumi. Berbagai kebijakannya juga dinilai menciptakan kegaduhan dan konflik terus menerus. Bahkan umat Islam selalu dibidik untuk dijadikan sasaran tembak, dan tidak jarang menjadi target kesalahan.
Umat Islam sebagai kelompok mayoritas terus menerus mengalami pembulian dengan berbagai momentum. Bahkan umat Islam dituduh sebagai ancaman bagi minoritas, sehingga terus menerus dijadikan sasaran kesalahan. Bahkan ajaran Islam pun dibawa-bawa sebagai pendorong munculnya tindakan-tindan intoleran.
Oleh karena itu, ketika puncak ketidakpercayaan ini terjadi, tiba-tiba pemerintah mencanangkan optimalisasi zakat. Bahkan secara serius membentuk panitia untuk menyeleksi para pengelola zakat. Maka tidak salah bila kaum muslimin sangat tinggi kecurigaannya.
Kalau sebelumnya pemerintah dianggap menyimpang karena memanfaatkan dana haji, tetapi tidak berdampak langsung kepada umat Islam, khususnya yang sedang beribadah haji. Maka saat ini umat tidak ingin hanya dipakai sebagai sapi perah yang diperas susunya, dengan dimanfaatkan zakatnya, namun tidak mengakhiri kebijakan politiknya yang merugikan umat Islam.
Surabaya, 17 Desember 2019
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net